Pembuatan Kompos dari sisa dapur

Enzim Dapur adalah larutan/ramuan kompleks yang dihasilkan oleh penguraian sisa segar dari dapur (sayur-sayuran dan buah-buahan), gula (gula perang, molasses dan air. Warnanya perang tua/gelap dan tapai yang sangat masam manis. Enzim Sampah Dapur juga adalah cecair pelbagai guna dan penggunaannya meliputi kegunaan di rumah, pertanian, penternakan haiwan dan sebagainya.
Dari hari pertama anda mula membuat Enzim Sampah Dapur, proses pemangkinnya akan mengeluarkan gas ozon (03), 03 boleh mengurangkan karbon dioksida (C02) di dalam Atmosfera dan logam beratyang memerangkapkan kepanasan di dalam awan. Bahang kepanasan boleh dikeluarkan daripada Bumi, mengurangkan kesan-kesan rumah hijau dan kepanasan sejagat.
Enzim menukarkan ammonia kepada nitrat (N03), iaitu sejenis hormon semulajadi dan bahan makanan untuk tumbuh-tumbuhan laut dan kehidupan laut.
Ketahuilah faedah-faedah muktahir bagi menyelamatkan Bumi ini adalah dengan menghasilkan enzim yang boleh dilakukan di dapur anda. Ganjarannya adalah kesejahteraan / kemakmuran Bumi.
• Menjimatkan wang ringgit
• Menukarkan sisa dapur kepada DIY pembersih rumah semulajadi
• Kegunaan yang pelbagai
• Pembersih rumah semulajadi, penapis udara, penyahbau busuk, racun serangga, ditergen, penjagaan badan, penjagaan kereta, baja organic dan sebagainya. Mengurangkan pencemaran.
• Gas Metan yang dikeluarkan daripada sampah dapur yang dibuang boleh memerangkap panas/haba 21 kali lebih banyak berbanding dengan C02, yang juga penyumbang kepada pemanasan sejagat.
• Menapis air bawah tanah.
• Enzim yang mengalir di bawah tanah dengan secara semulajadi menapis aliran air sungai dan laut.
• Anti bacteria dan virus
• Antiseptic (pembunuh bacteria dan virus) semulajadi untuk rumah anda.
• Mencegah paip kumbah daripada tersumbat dan limbah.
• Mengeluarkan sisa yang terkumpul di dalam paip basin basuh tangan, sinki dan mangkuk tandas.

Puding Ubi Jalar

Bahan-bahan untuk membuat puding ubi jalar.
Bahan-bahan untuk membuat puding ubi jalar.

Bahan I:
50 gr gula pasir
2 btr telur
1 sdm margarin
300 gr ubi jalar merah, kukus, haluskan
25 gr tepung terigu
3 sdm susu kental manis
150 gr biskuit

Bahan II:
700 ml susu
150 gr gula pasir
1 bks agar-agar bubuk

Cara Membuat:
1.Bahan I: campur ubi jalar halus dengan tepung terigu dan margarine, uleni sampai rata.
2.Kocok gula dan telur sampai berbuih, sisihkan. Masukkan campuran ubi ke dalam telur kocok lalu tambahkan susu kental manis, aduk rata.
3.Tuang ke dalam pinggan tahan panas yang sudah diolesi margarin. Kukus selama 30 menit. Angkat, sisihkan.
4.Susun biskuit di atas adonan ubi.
5.Bahan II: Masak susu, gula pasir, dan agar-agar sampai mendidih. Lalu tuangkan di atas adonan biskuit. Biarkan sampai adonan mengeras.

Tips:
Menuangkan agar-agar ke atas biskuit sebaiknya dilakukan pada saat suhu agar-agar hangat-hangat kuku, agar biskuit tidak hancur.

Untuk 8 orang

Resep : Nuraini W
Uji Dapur : Klub Nova

Mikroba Ramah Lingkungan

Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Badan Litbang Pertanian, baru-baru ini memperkenalkan Bioflona. Produk berupa mikroba tanaman itu selain mampu meningkatkan daya tahan dan produksi tanaman, juga ramah lingkungan dan berguna untuk perbaikan kelestarian lingkungan.
Keuntungan dalam menggunakan mikroba ini adalah meningkatkan produksi petani hingga 30-50 persen. Petani juga dapat menghemat penggunaan pupuk hingga 50 persen. Hal itu tentu saja cukup menguntungkan mengingat harga pupuk yang terus meningkat. 

Penggunaan mikroba ini dapat pula membantu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap stres yang diakibatkan baik oleh penyakit maupun cuaca. Mikroba ini dikatakan ramah lingkungan karena tidak hanya berguna bagi tanaman, tetapi juga dapat memperbaiki struktur tanah.

Penggunaan mikroba ini dapat dimulai dari persemaian sampai tanaman berproduksi. Caranya sederhana, hanya dengan melarutkan 1 liter mikroba (bio grow) menjadi 20-40 liter dengan air. Setelah itu larutan disemprotkan pada pangkal dan seluruh bagian tanaman setiap minggu.


Sumber: SP

Guano Bahan Pupuk Organik yang Diremehkan

Kotoran kelelawar yang sering disebut guano, ternyata menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Sekitar 1.000 gua di Indonesia diprediksi berpotensi menjadi salah satu solusi atas problem kesulitan pupuk di negara kita saat ini.
Kotoran kelelawar yang sering disebut guano, ternyata menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Sekitar 1.000 gua di Indonesia diprediksi berpotensi menjadi salah satu solusi atas problem kesulitan pupuk di negara kita saat ini.
Salah satu penelitian yang mampu membuktikan kegunaan guano sebagai bahan dasar pupuk organik adalah penelitian Universitas Cornell di New York-Amerika Serikat. Hasil penelitian yang dilansir dalam situs www.css.Cornell menyatakan bahwa guano memiliki tingkat nitrogen terbesar setelah kotoran merpati. Namun, menduduki urutan pertama dalam bagian kadar unsur fosfat dan menduduki urutan ketiga terbesar bersama kotoran sapi perah dalam kadar kalium.
Dari keterangan tersebut guano kelelawar mengandung paling banyak fosfat. Fosfat merupakan bahan utama penyusun pupuk di samping nitrogen dan Potasium. Di samping tiga unsur utama tersebut, guano mengandung semua unsur atau mineral mikro yang dibutuhkan tanaman. Tidak seperti pupuk kimia buatan, guano tidak mengandung zat pengisi. Guano tinggal lebih lama dalam jaringan tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama dari pada pupuk kimia buatan.
Indonesia sendiri sebagai negara agraris seharusnya melihat potensi ini. Sebagian besar industri pertanian tersebut pasti membutuhkan pupuk sebagai pendukung keberhasilan.
Namun, hingga kini untuk memenuhi permintaan petani terhadap pupuk, pemerintah masih mengandalkan impor terhadap bahan dasar pupuk tersebut. Misalnya, untuk membuat pupuk TSP (Triplesuperphosphate), hampir 100% bahan dasarnya diimpor.
Sebagai contoh, menurut data Statistik Impor, Indonesia telah mengimpor triplesuperphosphate pada Mei 2001 sebanyak 7.570 ton dengan nilai US$ 892.847 atau sekitar Rp 8.035.623.000 atau sekitar 8 triliun per bulan. Sehingga hal ini diperkirakan dalam satu tahun menghabiskan devisa sekitar 96 triliun rupiah. Jelas hal ini amat merugikan kita.
Indonesia mempunyai banyak kekayaan hayati, baik flora maupun fauna, namun belum mengetahui atau belum dapat mengelola sumberdaya tersebut sebagai pemenuhan berbagai kebutuhan hidup manusia.
Pada akhirnya, sumberdaya tersebut banyak dieksploitasi asing dengan harga murah dan dijual kembali ke Indonesia dengan berbagai kemasan dan harga yang lebih mahal. Seperti halnya pupuk TSP, kita mengimpor total bahan tersebut padahal Indonesia sendiri mempunyai banyak potensi.

Sumber: SH

Membersihkan Arsen dari Tanah dengan Tumbuhan

Untuk mengatasi limbah arsen yang larut dalam tanah, para ilmuwan menggunakan tumbuhan yang mampu mengekstraknya dari tanah. Tumbuhan direkayasa agar dapat menyerap arsen dari akarnya
Untuk mengatasi limbah arsen yang larut dalam tanah, para ilmuwan menggunakan tumbuhan yang mampu mengekstraknya dari tanah. Tumbuhan direkayasa agar dapat menyerap arsen dari akarnya kemudian mengirimkan ke batang tubuh, ranting, hingga daun-daunnya sehingga mudah dibakar, dikeringkan, atau dikemas untuk diamankan. 

Arsen adalah material semi-logam yang biasa digunakan sebagai bahan campuran pestisida, insektisida, dan herbisida. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kandungannya yang terlalu tinggi di dalam tubuh dapat memicu kanker kulit, paru-paru, kandung kemih, dan ginjal.

Beberapa wilayah daratan dan perairan di dunia diketahui mengandung arsen dalam kadar tinggi. Sementara itu, metode yang biasa dipakai untuk mengatasi arsen masih terlalu mahal. “Banyak tempat-tempat terkontaminasi arsen yang tidak segera dibersihkan,” kata Richard Meagher, seorang ahli genetika dari Universitas Georgia.
PhytoremediationTeknik membersihkan polusi tanah menggunakan tumbuh-tumbuhan atau disebut phytoremediation terbukti dapat dipakai untuk membersihkan arsen dengan ongkos lebih murah. Namun, arsen yang diserap tumbuhan biasanya hanya terkumpul di akar sehingga tetap mengalami kendala memisahkannya dari tanah.Untuk itu, para peneliti merekayasa gen pada Arabidopsis, jenis tumbuhan yang masih satu keluarga dengan sawi, agar resisten terhadap arsen dan mengirimkan arsen yang diserap akarnya ke batang dan daunnya. 
Teknik ini lebih efisien sebab dapat menyerap arsen hingga 16 kali lipat daripada yang mampu dilakukan tumbuhan Arabidopsis normal.“Kami berharap kemampuannya mengikat arsen meningkat antara 35 hingga 50 kali lipat dan kami telah mengetahui mekanismenya sekarang. Kami yakin hal tersebut mungkin tercapai,” kata Meagher. Temuannya dijelaskan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences edisi terbaru. 

Sumber: LiveScience.com

Membersihkan Logam Berat dari Tanah dengan Sawi

Tanaman sawi India yang telah dimodifikasi secara genetis, terbukti mampu menyerap kelebihan unsur logam berat selenium dari tanah. Ini adalah pertama kalinya dilakukan uji coba lapangan terhadap tanaman transgenik pengusir polusi logam
Tanaman sawi India yang telah dimodifikasi secara genetis, terbukti mampu menyerap kelebihan unsur logam berat selenium dari tanah. Ini adalah pertama kalinya dilakukan uji coba lapangan terhadap tanaman transgenik pengusir polusi logam, dan diharapkan teknologi ini bisa membersihkan lahan di masa mendatang.

Perlu diketahui, tanah-tanah pertanian di beberapa bagian California, AS, mengalami pencemaran logam berat akibat air yang mengandung selenium. Ketika air menguap dari tanah, maka konsentrasi selenium yang tertinggal menjadi terlalu tinggi, bahkan bagi tanaman. Namun sawi India (Brassica juncea) memiliki kekebalan alami terhadap unsur ini, dan mampu menyerapnya lewat akar.

“Sawi India mampu tumbuh cepat walau berada di lingkungan yang penuh tekanan,” kata Norman Terry, ahli biologi tumbuhan dari University of California, Berkeley, yang memimpin study ini. Karena kemampuan itu para ilmuwan memilihnya sebagai tanaman percobaan. Mereka meningkatkan kemampuan menyerap racun pada sawi dengan menambahkan gen ekstra yang menghasilkan enzim-enzim yang “lapar” akan selenium.

Dalam uji cobanya, para peneliti menemukan bahwa tanaman transgenik mampu mengumpulkan sekitar 4,3 kali selenium dibanding tanaman sawi India biasa. Riset ini dipublikasikan secara online dalam Environmental Science & Technology.

Untuk mencari strain terbaik, para ilmuwan menciptakan tiga jenis sawi transgenik berbeda, yang masing-masing menghasilkan enzim berbeda untuk menghilangkan selenium dari tanah. Ketiganya diuji pada lahan terkontaminasi selenium, bersama-sama dengan sawi liar.
Hasilnya, tanaman transgenik menunjukkan pertumbuhan 80 persen di tanah beracun, sedang sawi liar hanya bisa tumbuh setengah dari ukuran sebenarnya akibat selenium. Tanaman-tanaman ini dipanen setelah 45 hari, walau para peneliti yakin pertumbuhan yang lebih lama mampu membersihkan lebih banyak selenium dari tanah. Mereka memperkirakan tanaman secara efektif bisa menyerap sekitar 4,4 persen selenium di lapisan atas tanah setebal 25 cm.

Selama ini penanganan bahan kimia beracun dalam tanah masih memanfaatkan proses berteknologi rendah. Kebanyakan orang hanya menggali lapisan beracun dan menimbunnya di tempat lain atau dengan cara mencuci tanah. Cara ini cenderung mahal dan kurang efektif. “Selain merusak lingkungan, tanah yang tertinggal juga berkualitas rendah,” kata Clayton Rugh, ahli biologi dari Michigan State University di East Lansing.

Nah, penggunaan tanaman untuk membersihkan bahan kimia yang tidak diinginkan dari tanah – dikenal sebagai phytoremediation – berpotensi jauh lebih murah, namun butuh waktu lama. Lamanya waktu itu bisa diakali dengan modifikasi genetis pada tanaman, walau sesungguhnya tanaman non-transgenik seperi paku-pakuan Cina (Pteris vittata) sudah bisa dipakai membersihkan logam berat arsenikum dari tanah.

Meski demikian, percampuran antara tanaman transgenik dengan tanaman pangan sebaiknya dihindarkan, karena kemampuannya menyerap racun akan berbahaya bila masuk dalam makanan. Artinya tanaman yang dipakai untuk membersihkan lahan sebaiknya tidak dijadikan bahan makanan.

Tetapi dalam kasus tertentu, sawi India bisa diberikan pada ternak yang membutuhkan selenium dalam makanan mereka dalam batas-batas tertentu. Yang jelas para ilmuwan kini sedang berusaha meningkatkan kemampuan tanaman rekayasanya itu. “Kami ingin meningkatkan kemampuan membersihkan lahannya 10 hingga 100 kali tanaman aslinya,” kata Terry. “Dan hasil yang kami capai sekarang merupakan permulaan yang baik.” 

Sumber: (nature.com/wsn)