Daun Ketapang

Ketapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi jalan. Selain nama ketapang dengan pelbagai variasi dialeknya (misalnya Bat.: hatapang; Nias: katafa; Mink.: katapiĕng; Teupah: lahapang; Tim.: ketapas; Bug.: atapang; dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan seperti talisei, tarisei, salrisé (Sulut); tiliso, tiliho, ngusu (Maluku Utara); sarisa, sirisa, sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote); kalis, kris (Papua Barat); dan sebagainya.[1]

Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama Bengal almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore almond, Tropical almond, Sea almond, Beach almond, Talisay tree, Umbrella tree, dan lain-lain.

Pohon besar, tingginya mencapai 40 m dan gemang batang sampai 1,5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar acap kali berbanir (akar papan), tingginya bisa hingga 3 m.[2]
Daun-daun tersebar, sebagian besarnya berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek atau hampir duduk. Helaian daun bundar telur terbalik, 8–25(–38) x 5–14(–19) cm, dengan ujung lebar dengan runcingan dan pangkal yang menyempit perlahan, helaian di pangkal bentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa kulit, licin di atas, berambut halus di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok.[2][3]

Bunga-bunga berukuran kecil, terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 8–25 cm, hijau kuning[2]. Bunga tak bermahkota, dengan kelopak bertaju-5, bentuk piring atau lonceng, 4–8 mm, putih[3] atau krem. Benang sari dalam 2 lingkaran, tersusun lima-lima. Buah batu bulat telur gepeng, bersegi atau bersayap sempit, 2,5–7 x 4–5,5 cm, hijau-kuning-merah, atau ungu kemerahan jika masak.[2][3]

Penyebaran dan ekologi

Ketapang merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara dan umum ditemukan di wilayah ini, kecuali di Sumatra dan Kalimantan yang agak jarang didapati di alam. Pohon ini biasa ditanam di Australia bagian utara dan Polinesia; demikian pula di India, Pakistan, Madagaskar, Afrika Timur dan Afrika Barat, Amerika Tengah, serta Amerika Selatan.[4]
Pohon ini cocok dengan iklim pesisir dan dataran rendah hingga ketinggian sekitar 400 m dpl.; curah hujan antara 1.000–3.500 mm pertahun, dan bulan kering hingga 6 bulan[2]. Ketapang menggugurkan daun hingga dua kali setahun, sehingga tumbuhan ini bisa tahan menghadapi bulan-bulan yang kering[5]. Buahnya yang memiliki lapisan gabus dapat terapung-apung di air sungai dan laut[3] hingga berbulan-bulan, sebelum tumbuh di tempat yang cocok. Buahnya juga disebarkan oleh kelelawar.

Manfaat

Pepagannya dan daun-daunnya dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit, sebagai bahan pewarna hitam, dan juga untuk membuat tinta[1]. Pepagan menghasilkan zat pewarna kuning kecoklatan sampai warna zaitun, dan mengandung 11–23% tanin; sementara daun-daunnya mengandung 12 macam tanin yang dapat dihidrolisis[4]. Dalam pada itu populer keyakinan di kalangan penggemar ikan hias bahwa menaruh daun-daun ketapang kering di akuarium, khususnya ikan cupang (Betta spp.), dapat memperbaiki kesehatan dan memperpanjang umur ikan[6].
Kayu terasnya merah bata pucat hingga kecoklat-coklatan, ringan sampai sedang, BJ-nya berkisar antara 0,465–0,675; cukup keras dan ulet, namun tidak begitu awet[4]. Kayu ini dalam perdagangan dikenal sebagai red-brown terminalia, dan digunakan sebagai penutup lantai atau venir[7]. Di Indonesia, kayu ini digunakan dalam pembuatan perahu dan juga untuk ramuan rumah [1].
Biji ketapang dapat dimakan mentah atau dimasak, konon lebih enak dari biji kenari, dan digunakan sebagai pengganti biji amandel (almond) dalam kue-kue[1]. Inti bijinya yang kering jemur menghasilkan minyak berwarna kuning hingga setengah dari bobot semula. Minyak ini mengandung asam-asam lemak seperti asam palmitat (55,5%), asam oleat (23,3%), asam linoleat, asam stearat dan asam miristat. Biji kering ini juga mengandung protein (25%), gula (16%), serta berbagai macam asam amino.[4]
Info lengkap tentang daun ketapang bisa dilihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Ketapang

 

BUDIDAYA CUPANG

Jika anda hobi meng-koleksi ikan cupang, kenapa tidak dicoba untuk membudidayakannya. Asyik lho??? Banyak hal yang akan anda peroleh dengan budidaya cupang koleksi anda. Tetapi sebelum memulai budidaya cupang, sebaiknya yang perlu anda persiapkan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya cara membudidayakan cupang baik melalui buku, internet, atau belajar langsung dari para breeder yang anda kenal di kota anda. Informasi apa aja yang perlu anda cari ?
  • Pemilihan indukan yang baik
  • Persiapan tempat budidaya
  • Pemeliharaan indukan sebelum pemijahan, ketika pemijahan dan setelah pemijahan
  • Pemeliharaan dan perawatan anakan sampai besar.
Beberapa hal diatas sangat penting, sebab memulai budidaya cupang paling tidak harus tahu hal-hal yang diperlukan untuk membudidayakannya. Selain itu ada hal lain yang tidak kalah penting yaitu ketelatenan anda dalam hal belajar sampai berhasil membudidayakan cupang. Walaupun kelihatannya mudah, tetapi tetap saja membutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk meraih kesuksesan seperti yang anda inginkan dan diinginkan oleh pasar.
Barangkali hasil budidaya cupang anda nanti diminati oleh pasar secara luas sehingga bisa dijadikan usaha sampingan dan  membantu perekonomian rumah tangga anda.
Semoga membantu!

Metoda Budidaya Rumput Laut (Eucheuma spp).

Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut itu sendiri. Sampai saat ini telah dikembangkan 5metode budidaya rumput laut berdasarkan pada posisi tanaman terhadap dasar perairan. Metoda-metoda tersebut meliputi : metoda lepas dasar, metoda rakit apung. metode long line dan metode jalur serta metode keranjang (kantung).
Metoda budidaya rumput laut yang telah direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan, meliputi: metoda lepas dasar, metoda apung (rakit), metode long line dan metode jalur.
Namun di dalam penerapan keempat macam metoda tersebut harus disesuaikan dengan kondisi perairan di mana lokasi budidaya rumput laut akan dilaksanakan. Uraian ketiga macam metoda tersebut adalah sebagai berikut:

1. Metode Lepas Dasar
Metode ini dilakukan pada dasar perairan yang berpasir atau berlumpur pasir untuk memudahkan penancapan patok/pacang, Namun hal ini akan sulit dilakukan bila dasar perairan terdiri dari batu karang.
Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan cara merentangkan tali ris yang telah berisi ikatan tanaman pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air). Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm sepanjang 1 m dan runcing pada salah satu ujungnya.
Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 m. Setiap patok yang berjajar dihubungkan dengan tali ris polyethylen (PE) berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 – 25 cm.
Dengan demikian untuk budidaya rumput laut dengan menggunakan metode lepas dasar berukuran (50 x 10) m2, dibutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:
Patok kayu (kayu gelam) : panjang 1 m diameter 5 cm sebanyak 275 buah
Tali rentang : bahan PE berdiameter 4 mm sebanyak 870 m (10 kg)
Tali ris: bahan PE berdiameter 6 mm sebanyak 630 m (15 kg)
Tali rafia : sejumlah 20 gulung besar, dan
Bibit seberat 50 -100 gr per ikat sebanyak 500 – 1.000 kg.
Produksi rumput laut yang diperoleh dengan metode lepas dasar ukuran 500 m2 untuk setiap musim tanam (mt) adalah sebesar 4.000 – 8000 kg basah atau 437,5 – 875 kg kering (dengan konversi sekitar 8:1 ). Sebaiknya bibit dipisahkan penanganannya dengan umur lebih kurang 25 hari.
2. Metode Rakit Apung
Metode rakit apung adalah cara membudidayakan rumput laut dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu/kayu.Metode ini cocok diterapkan pada perairan berkaranq dimana pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman dilakukan dengan menggunakan rakit dari bambu/kayu. Ukuran setiap rakit sangat bervariasi tergantung pada ketersediaan material. Ukuran rakit dapat disesuaikan dengan kondisi perairan tetapi pada prinsipnya ukuran rakit yang dibuat tidak terlalu besar untuk mempermudah perawatan rumput laut yang ditanam.
Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa oleh arus, digunakan jangkar (patok) dengan tali PE yang berukuran 10 mm sebagai penahannya. Untuk menghemat areal dan memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat digabung menjadi satu dan setiap rakit diberi jarak sekitar 1 meter. Bibit 50 -100 gr diikatkan di tali plastik berjarak 20-25 cm pada setiap titiknya.
Pertumbuhan tanaman yang menggunakan metode apung ini, umumnya lebih baik daripada metode lepas dasar, karena pergerakan air dan intensitas cahaya cukup memadai bagi pertumbuhan rumput laut. Metode apung memiliki keuntungan lain yaitu pemeliharaannya mudah dilakukan, terbebas tanaman dari gangguan bulu babi dan binatang laut lain, berkurangnya tanaman yang hilang karena lepasnya cabang-cabang, serta pengendapan pada tanaman lebih sedikit.
Kerugian dari metode ini adalah biaya lebih mahal dan waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan sarana budidayanya relatif lebih lama. Sedangkan bagi tanaman itu sendiri adalah tanaman terlalu dekat dengan permukaan air, sehingga tanaman sering muncul kepermukaan air, terutama pada saat laut kurang berombak. Munculnya tanaman kepermukaan air dalam waktu lama, dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman menjadi pucat karena kehilangan pigmen dan akhimya akan mati.
Agar pemeliharaan bisa lebih efektif dan efesien, maka pada umumnya 1 unit usaha terdiri dari 20 rakit dengan masing-masing rakit berukuran 5 m x 2,5 m. Satu rakit terdiri dari 24 tali dengan jarak antara tali masing-masing 20 cm. Untuk setiap tali dapat diikatkan 9 rumpun tanaman, dan jarak antara rumpun yang satu dengan yang lainnya adalah 25 cm. Jadi dalam satu rakit akan terdiri dari 300 rumpun dengan berat rata-rata per rumpun 50 -100 gram atau dibutuhkan bibit sebanyak 15 – 30 kg (Asumsi : bambu tidak digunakan untuk mengikat bibit).
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit rakit apung usaha budidaya rumput laut yang terdiri dari 20 buah rakit berukuran 5 m x 2,5 m adalah sebagai berikut:
bambu berdiameter 10-15 cm sebanyak 80 batang
tali jangkar PE berdiameter 10 mm sebanyak 80 m atau 6 kg
tali rentang PE berdiameter 4 mm sebanyak 2.800 m atau 33 kg (260 m/rakit);
jangkar 4 buah (dari karung semen/ cor semen)
tali Dl 5 60 gulung (3 gulung/rakit)
tempat penjemuran 1,2 x 100 m
peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang)
perahu jukung, sebanyak 1 unit, dan
bibit sebanyak 300 – 600 kg (15 – 30 kg/rakit)
Hasil produksi yang akan diperoleh dari 1 unit yang terdiri dari 20 rakit ukuran 2,5 m x 5 m (asumsi hasil panen 8 kali berat awal) adalah sebesar 2.400 kg – 4.800 kg rumput laut basah per musim tanam(MT) atau 262,5 kg – 525 kg rumput laut kering (dengan konversi sekitar 8:1 ).
3. Metode Long Line
Metode long line adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, dan mudah untuk didapat. Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini adalah menggunakan tali sepanjang 50-100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa potongan styrofoam/karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml.
Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 -100 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antar titik lebih kurang 25 Cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok 0,5 m dan jarak antar blok 1 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuhkan). Dengan demikian untuk satu hektar hamparan dapat dipasang 128 tali, di mana setiap tali dapat di tanaman 500 titik atau diperoleh 64.000 titik per ha. Apabila berat bibit awal yang di tanaman antara 50-100 gram, maka jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar antara 3.200 kg – 6.400 kg per ha areal
budidaya.
Panen dilakukan setelah rumput laut mencapai umur lebih kurang 45 hari dengan hasil panen rumput laut basah sebesar antara 25.600 kg – 51.200 kg (asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali lipat saat panen), kemudian di kurangi dengan persediaan benih untuk musim tanam berikutnya sebanyak antara 3.200 kg – 6.400 kg. Maka hasil panen basah yang siap untuk dikeringkan sebesar antara 22.400 kg – 44.800 kg atau diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.800-5.600 kg (konversi dari basah menjadi kering 8 : 1).
Spesifikasi alat
Bahan dan alat utama :
~        Tali titik ukuran PE 4 mm sebanyak 870 m (10 kg)
~        Tali jangkar PE 10 mm sebanyak 750 m (50 kg)
~        Tali jangkar sudut PE 6 mm sebanyak 420 m (10 kg)
~        Jangkar tancap kayu 104 buah (jangkar karung semen 4 buah)
~        Pelampung styrofoam sebanyak 60 kg
~        Pelampung botol aqua atau dari karet sendal secukupnya
~        Sarana penunjang :
~        Perahu sampan 1 buah
~        Timbangan gantung 50 kg
~        Waring 50 m2
~        Para-para penjemuran dari kayu/bambu ukuran 6×8 m (3 unit)
~        Pisau kerja 5 buah
~        Karung plastik ukuran 50 kg (640 lembar)
~        Sarana Operasional :
~        Bibit rumput laut antara 3.200 kg – 6.400 kg
~        Produktifitas :
~        Panen pertama (PI) = antara 25.600 kg – 51.200 kg/Ha
~        Produksi = hasil panen pertama (PI) – Jumlah bibit = antara 22.400 kg – 44.800 kg
~        Berat Kering = antara 2.800 kg – 5.600 kg (konversi 8:1)
~        Waktu pembudidayaan 45 hari atau 4 – 5 kali selama 1 tahun tergantung lokasi
4. Metode Jalur
Metode budidaya rumput laut di masing-masing daerah berkembang sesuai dengan kebiasaan dan kondisi lokasi perairan di wilayah tersebut. Dari ketiga metode budidaya yaitu lepas dasar, rakit apung dan longline telah berkembang di masyarakat beberapa metode baru, salah satunya adalah metoda jalur.
Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar. Pada kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali PE diameter 0,6 mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m x 7 m per petak. Satu unit terdiri dari 7-10 petak. Pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar seberat 100 kg. Penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,2 cm sebagai pengikat bibit rumput laut. Setelah bibit diikat kemudian tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan minimal 25 cm x 30 cm.
Untuk membuat 5 unit rakit ukuran per rakit 5 m x 35 m dengan metoda jalur diperlukan bahan-bahan sebagai berikut:
Spesifikasi alat:
~        Bambu 30 batang; Tali PE Dl 5 15 gulung; Tali PE 4 mm 44 kg; Tali PE 6 mm 10 kg; Tali jangkar PE 10 mm 34 kg; Pelampung 10 buah; Jangkar 10 buah; Keranjang panen 5 buah
~        Sarana Penunjang :
~        Rakjemur 1 unit; Perahu dayung 1 buah; Peralatan kerja 2 paket;
Bibit :
~        Bibit: 9.200 ikatan per titik 50 – 100 gram butuh 460 kg – 920 kg untuk 5 unit ukuran 5×35 m.
~        Produktifitas :
~        Berat panen basah : 80% darijumlah ikatan bibit = 7.360 ikatan => Apabila Kisaran berat rata-rata panen 800 gram – 1000 gram per rumpun maka hasil panen 3.680 kg – 7.360 kg basah, Berat kering (8 : 1) = 460 kg – 920 kg, Harga jual: Rp. 3000 – Rp. 4.500/kg.
Sumber : Dit. Produksi, Ditjen Perikanan Budidaya

Mengintip Potensi Budi Daya Abalone

Views :204 Times PDF Cetak E-mail
Sabtu, 12 November 2011 10:56
Siput abalone menyimpan potensi untuk menjadi komoditas, karena nilai ekonominya yang tinggi. Tapi, jika penangkapannya berlebihan, dapat mengakibatkan kepunahan.

Oleh karena itu, inovasi teknologi budi daya abalone di Indonesia sangat penting ditingkatkan.

Hal itu disampaikan peabaloneneliti Puslit Oceanografi LIPI, Dwi Eny Djoko Setyono dalam orasi ilmiah berjudul, ‘Biologi dan Inovasi Teknologi Budi daya Abalon Tropis Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan di Indonesia’, di gedung LIPI, Jakarta, Jumat 11 November 2011.

Dia menyampaikan, masa depan budi daya abalone sangat baik mengingat lahan yang cocok sangat luas. Makanan siput ini juga gampang dan bahan pakannya relatif murah. Makanan abalone ini berupa lumut, atau tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan minyak ikan.

“Pemerintah perlu menyosialisasikan usaha budi daya abalone tropis untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya, Jumat, 11 November 2011. 

Dalam pasar ekspor, abalone juga banyak diminati seperti, China, Jepang dan beberapa negara di Eropa. Bahkan di China, abalone kata Dwi, dijadikan suguhan resmi untuk tamu.

Harga abalone di pasar ekspor mencapai US$40 per kg untuk abalone hidup, US$66 per kg untuk daging abalone segar, US$80 per kg untuk abalone yang dikalengkan.

“Untuk budi daya ini bisa dimulai kecil saja, buat kolam ukuran 5 m2 sudah bisa. Yang penting airnya bersih,” sarannya.

Sampai saat ini, dia mengaku sudah mengembangkan pembenihan. Tahun depan akan melakukan studi pembesaran budi daya.

Meski demikian, dia merasa inovasi budi daya perlu dikembangkan. Masih banyak riset berkaitan dengan budi daya abalon perlu dilakukan, misalnya formulasi pakan buatan, pemilihan benih, aplikasi zat probiotik dan hormon pertumbuhan, dan kontrol penyakit.

Untuk melakukan penelitian juga diperlukan kerja tim yang terdiri dari, pakar nutrisi, biokimia, imunologi, mikrobiologi. Pemanfaatan abalone sampai saat ini hanya untuk konsumsi. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa dilanjutkan dengan pemanfaatan yang lain.

Di beberapa wilayah Indonesia, abalone diketahui telah mengalami kelebihan tangkapan. Untuk itu, dia mengharapkan pemerintah mengeluarkan peraturan untuk membatasi kuota maupun ukuran biota yang boleh ditangkap dari alam. (*/VIVAnews)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/kembangkan-uang-anda/12712-mengintip-potensi-budi-daya-abalone.html

Belut

Belut

Tehnik Pemeliharaan
Budidaya Belut sebenarnya tidak sulit dan juga tidak mahal. Masyarakat yang memiliki lahan sempitpun dapat memelihara belut. Secara Teknis Budidaya dan pemeliharaan belut (monopterus albus) hanya memerlukan perhatian dalam memilih tempat/lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, perkembangbiakan  belut, penetasan, makanan dan kebiasaan makan serta hama. Disisi lain kita juga memerlukan tata cara panen, pasca panen, pemasaran dan pencatatan analisa usaha dalam melakukan Budidaya belut.

Pemilihan Bibit

Bibit belut yang paling bagus untuk di budidayakan adalah bibit yang di hasilkan dari hasil budidaya (pembenihan sendiri), walau bibit hasil tangkapan masih tetap bisa hidup dan bisa di besarkan di air besih. Tetapi jika dalam cara penangkapannya tidak benar, belut bisa lama jika dibesarkan karena mengalami stres sehingga kita harus mengadaptasinya terlebih dahulu dengan waktu yang cukup lama (tergantung tehnik perawatannya), kalau tehnik perawatannya salah, belut hasil tangkapan tersebut bisa mengalami kematian.
sumber
http://belut.yolasite.com/budidaya-belut/teknik-pemeliharaan-budidaya-belut

Seperti contoh bibit belut yang di hasilkan dengan menggunakan setrum : cara penangkapannya dengan Voltase terlalu tinggi, untuk pengadaptasianya bisa mencapai 1 bulan bahkan bisa lebih dan jika dalam Proses pengaptasian salah, bisa mengakibatkan kematian pada waktu pemeliharaan.


Jika dalam waktu menangkapnya (belut) dengan menggunakan alat setrum, apabila stik strum mengenai badan belut, belut tidak akan bisa tahan hidup lebih lama.

Belut hasil setruman akan tetap bisa hidup dan bisa dibesar di air bersih jika cara penangkapannya dengan tehnik yang benar misal: Voltase strum tidak terlalu besar, stik strum tidak mengenai badan belut, waktu penyetruman, tidak terlalu lama (belut tidak sampai kaku) dan Belut yang kita ambil dari tanah/lumpur yang subur itu juga sangat berpengaruh.

Ciri-ciri bibit belut hasil Setruman antara lain: Pada bagian dubur berwarna kemerahan, pada bagian insang juga berwarna kemerahan. jika stik setrum mengenai badan belut, pada badan belut tersebut dalam waktu 2 hari atau lebih akan timbul luka seperti koreng dan lama-lama belut akan mati.

Ciri-ciri Bibit Belut

Tidak semua bibit belut bila kita pelihara akan bisa besar, adapun ciri-ciri balut yang bisa besar dan tidak bisa besar bila kita budidayakan antara lain:

Bibit belut yang warna hitam dari kepala sampai ekor , bibit ini tidak bisa besar.
Bibit belut yang berwarna kemerah-merahan terang disekujur tubuhnya,bibit ini tidak bisa besar.
Bibit belut yang berwarna hitam dan panjang, lambat pertumbuhannya atau kemungkinan tidak bisa besar walau lama dipelihara.

Bibit belut warna hitam kepala lebih besar (tidak proporsional) tidak baik untuk dibudidayakan karena tidak bisa besar. Bibit ini kalau dipegang terasa agak keras.

Bibit belut yang berwarna abu-abu paling besar seukuran jempol tangan namun perkembangannya sangat lambat.

Bibit yang berwarna dominan coklat dan kehijau-hijauan seluruh tubuhnya,bibit ini bisa besar bila di budidaya dan Bibit ini kebanyakan di dapat dari sawah


Bibit belut yang dominan warna “coklat bening” dan totol-totol hitam sangat bagus untuk dibudidayakan karena cepat besar dalam waktu singkat.

Bibit yang paling bagus, warna rata-rata punggung kuning kecoklatan dan ada batikannya di bagian ekor, Di bagian Kepala ada “coretan-coretan” warna kuning, dada berwarna kuning / oranye. bibit ini bisa mencapai ukuran sebesar pergelangan tangan orang dewasa.


Namun bibit belut yang sudah kita yakini termasuk jenis belut yang bisa besar dan sudah memiliki ciri-cirinya, khusus untuk bibit belut yang di hasilkan dari tangkapan alam, bahwa sanya belut tersebut ada yang tetap tidak mau besar bila kita budidayakan baik di media lumpur ataupun di media air bersih. Akan tetapi mereka(belut) diperoleh ada dari sawah yang subur dan tidak subur atau kurang subur , bisa jadi yang berwarna kuning pun,ada yang Kuntet, karena bibit belut tersebut hidup di areal persawahan yang tidak banyak cacing Lor sawahnya.Sehingga pertumbuhannya terganggu. Dan ini ditunjukkan dengan banyak ditemukannya bibit seukuran Finggerling atau jari kelingking sudah matang gonad (perutnya sudah banyak mengandung butiran telur yang berwarna kuning), Kalau mereka sudah mengeluarkan telurnya, lalu kita tangkap untuk dipelihara, bisa jadi Tidak Bisa Membesar walupun sudah dipelihara selama lebih dari 4 bulan, akan tetapi masih bisa bertelur, karena fa’al tubuhnya sudah mendukung (dewasa) matang gonad walaupun badannya kecil.Karena lingkungannya kurang Gizi(kurang asupan makanan cacing lor dll).

Proses Karantina

Karantina sepertinya merupakan sebuah kosa kata yang cukup popular di kalangan para pemelihara atau pembudidaya belut maupun jenis ikan lainnya, sebelum berbicara lebih jauh tentang ini, mungkin lebih baik kita memahami apa maksud dan tujuan dari karantina itu sendiri.

Karantina boleh disebut juga sebagai suatu kegiantan untuk mengisolasi atau memisahkan sesuatu dari lingkungan tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu.

Dalam hal pemeliharaan atau pembudidaya, kita melakukan karantina dengan tujuan untuk menjaga agar belut yang akan kita budidayakan sudah benar-benar sehat atau tidak terjangkit penyakit tertentu yang dibawa oleh bibit belut yang akan kita tebar.

Latar Belakang

Yang banyak terjadi di kalangan pembudidaya belut terutama pembudidaya pemula adalah kurang paham benar apa yang menjadi maksud dan tujuan karantina untuk memaksimalkan hasil karantina tersebut.

Sebelum berbicara lebih jauh akan maksud dan tujuan karantina alangkah baiknya kita untuk terlebih dahulu memahami latar belakang dari kegiatan ini.

Setiap mahluk hidup, hidup di komunitas / lingkungan mereka masing – masing, dan setiap komunitas hidup antara yang satu dengan yang lain tidaklah sama.

Antara lingkungan yang satu dengan yang lain mempunyai banyak perbedaan, walaupun juga memiliki kesamaan. Sedangkan mahluk hidup sendiri mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkunngan hidupnya.

Untuk lebih memahami kita ambil contoh manusia. Seorang petani yang menanam padi disawah tidak merasa gatal walaupun seharian berendam di lumpur yang basah dan kotor, akan tetapi seorang pekerja kantoran yang mencoba membantu petani menanam padi di sawah, merasa gatal – gatal pada kulitnya bahkan sampai menderita iritasi.

Begitu juga anggota keluarga petani keesokan harinya perut mereka merasa kurang nyaman karena pada malam sebelumnya makan makanan yang dibawa oleh “ si pekerja kantoran “.

“ Si Petani “ sendiri karena tidak punya makanan tetap makan makanan “Si Pekerja Kantoran” dan lama – lama terbiasa.

Begitu juga petani yang bermalam di rumah pekerja kantoran, keesokan harinya sakit demam karena semalaman tidur di kamar yang menggunakan AC ( Air Conditioning ).

Begitu juga anggota keluarga “ si pekerja kantoran “ tertular penyakit kulit karena menggunakan handuk mandi yang pernah digunakan petani tersebut.

Kalau kita menyimak ilustasi diatas mungkin kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
• Setiap mahluk hidup dapat menyesuaikan atau beradaptasi terhadap lingkungannya.
• Dalam proses adaptasi terhadap lingkungan setiap mahluk hidup bisa mengalami “ganguan”
• Setiap mahluk hidup dapat menjadi sarana ( carrier ) “penyakit” terhadap lingkungan barunya.
• Mahluk hidup yang sehat belum tentu tidak mengandung “ bibit penyakit “.
• Apabila mahluk hidup dapat menyesuaikan dengan lingkungannya berarti mahluk tersebut sudah memiliki kekebalan ( imum ) terhadap “ penyakit di lingkungannya “.

Jadi meskipun bibit Belut yang baru didatangkan sudah kelihatan sehat belum tentu bebas dari bibit penyakit. Demikian juga belut yang sudah ada di kolam kita belum tentu bebas dari bibit penyakit walaupun belut tersebut sehat.

Mungkin dari gambaran diatas kita sedikit bisa memahami langkah – langkah untuk melakukan kegiatan karantina.

Tujuan
Yang seharusnya menjadi tujuan dari karantina adalah untuk menjaga agar belut yang telah kita miliki tidak tertular bibit penyakit yang mungkin dibawa oleh belut yang baru.


Selain itu maksud dan tujuan karantina adalah untuk menyesuaikan lingkungan hidup belut yang baru dengan lingkungan asal sehingga bila belut yang baru kurang dapat beradaptasi dan mengalami gangguan tidak menjangkiti belut yang lainnya atau yang sudah kita miliki.

Kegiatan Karantina.

Apakah setiap bibit belut baru wajib karantina ???

Karantina/Pengadaptasian
– tidak semua belut mudah meyesuaikan dengan lingkungan baru (media air bersih) terutama belut yang dihasilkan dari hasil tangkapan alam.

– Biasanya belut tertentu akan mengalami “gangguan” sebelum dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya.


– Belut mudah stress bila berubah lingkungan hidupnya sehingga mudah terserang penyakit karena sistim imum tubuhnya menurun.

Janglah karantina yang ideal sebenarnya membutuhkan proses yang cukup detail yang seolah – olah sangat rumit padahal tidaklah demikian, asal kita dapat memahami “ tehniknya”.

Langkah karantina yang ideal, dimulai pada saat kedatangan belut Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah meyiapkan tempat karantina yang memadai baik luas maupun volume tempat karantina tersebut, yang sebelumnya sudah kita isi dengan air kolam yang rencananya akan kita gunakan untuk pemeliharaan belut tersebut.


Apakah harus ? tidak , dengan mengisi tempat karantina dengan sumber air yang sama dengan kolam yang rencananya akan kita gunakan untuk memelihara belut tersebut sudah cukup memadai bila sumber air yang digunakan bukan air PDAM/PAM, bila memakai air PDAM/PAM hendaknya ditreatment terlebih dahulu.

Salah satu Tehnik Proses karantina sekaligus adaptasi yang sudah saya terapkan, bibit belut yang dihasilkan dari tangkapan alam (setrum atau sedek)

Untuk kolam/tempat karantina , sebaiknya “jangan” ada yang berbentuk sudut/menyiku, kolam yang kita siapkan harus berbentuk bundar ataupun lonjong, kolam karantina bibit belut air bersih “tidak” usah terlalu besar dan untuk bibit yang kita masukan kedalam kolam karantina Volumenya harus diperpadat, kepadatan dalam proses karantina adalah sangat berpengaruh penting. Ketinggian air pada kolam karantina 10 sampai dengan 15 dari permukaan belut yang kita masukan.

Bila tempat karantina sudah siap, belut yang masih berada di wadah pengangkutan airnya harus di ganti terlebih dahulu untuk menghilangkan lendir yang berada di dalam wadah pengangkutan, lalu masukkan belut tanpa lendir/busa.Untuk pemindahan bibit belut dari wadah pengangkutan, sebaiknya dilakukan dengan sehati-hati mungkin, gunakanlah alat seperti jaring (serok) usahakan bibit jangan sering dipegang dengan tangan secara langsung biar belut tidak stress.

Setelah belut tenang, Langkah berikut adalah pada tempat karantina diberi kocokan telur ditambah dengan madu supaya bibit cukup Vitamin dan energi, kemudian tambahkan perasan daun pepaya dengan harapan untuk mengembalikan lendir yang sudah banyak dikeluarkan belut selama dalam pengangkutan.

Setelah satu jam kemudian kuraslah air dan di ganti dengan air yang baru.
1 sampai 2 hari, bibit belut jangan di beri pakan terlebih dahulu, setelah 2 hari kemudian, pemberian pakan baru dilakukan sampai bibit belut benar-benar sudah sehat.

Ciri-ciri bibit belut yang sudah siap ditebar di kolam pembesaran (media air bersih), belut sudah tidak ada yang mendongakan kepalanya keatas (permukaan air). Apabila masih ada bibit belut yang mendongakan kepalanya keats dan sudah membalikan badannya segeralah diambil, pisahkan dengan bibit yang sudah sehat.

CATATAN : pada waktu proses karantina dilakukan, air harus dalam keadaan jernih (bening), tidak boleh keruh.


biofish fishtamin (vitamin complex)
Namun Bila bibit belut yang kita dapatkan dari hasil budidaya, untuk proses karantina/adaptasinya tidak membutuhkan waktu yang lama, cukup 1 hari atau 2 hari, bibit sudah siap kita tebarkan di kolam pembesaran media air bersih (air bening) tanpa lumpur.
Tata Cara Perawatan
Setelah proses karantina/adaptasi dilakukan dengan benar, masukan bibit kekolam pembesaran dan kemudian lakukan perawatan.

Pakan dan Pengaturan Air

Meskipun sudah banyak ilmuwan-ilmuwan dan peneliti berpendapat “Waktu pemberian pakan pada belut adalah sore menjelang malam, karena belut aktif pada malam hari” namun dalam budidaya belut di air bersih yang sudah kami terapkan pemberian pakan bisa dilakukan dalam sehari semalam 3 kali (pagi,siang dan sore hari) dengan dosis 5% dari jumlah benih yang ditebar.

Pemberian pakan bisa dilakukan 3 kali dalam sehari semalam kalau kita sudah memenuhi unsurKENYAMANAN bagi belut itu sendiri.

Sedangkan faktor kenyamanan terdiri faktor internal dan eksternal

1. Faktor internal.
Media harus tersedia yaitu. Substrat ( paralon, atau genteng, roster, eceng gondok maupun kiambang, dsb)

Faktor Oksigen. (sangat berpengaruh besar terhadap reaksi dan nafsu makan, sekaligus kelangsungan hidup) Khusus Untuk budidaya air bersih, faktor oksigen sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup dan daya nafsu makan belut). Air menjadi syarat utama kolam pemeliharaan belut, karena itu lubang sirkulasi air dan lubang pembuangan kelebihan air menjadi syarat utama. Air harus terus mengalir walau dalam jumlah debit yang sangat kecil dari sumber air agar oksigen terlarut tetap terjaga persediaannya
2. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal adalah suasana Gelap dan tenang. ( Gelap berarti tempat harus ditutup dengan terpal hitam atau coklat, tidak boleh warna terang atau tembus cahaya, Tenang berarti tidak boleh ada aktifitas lain di lingkungan budidaya) Pakan, pemberian pakan bisa di lakukan dalam sehari semalam 3 kali bisa berjalan apabila Faktor eksternal dan internal terpenuhi.

Untuk menambah nafsu makan belut dapat diberikan jamu empon-empon, bahan-bahan bakunya seperti “temulawak (curcuma xanthorhiza), kunyit, kencur dan temu ireng. untuk perbandingan 1,5 : 0,5 : 0,5 : 0,5 dengan cara: kesemua bahan tersebut di rebus dan kemudian di saring, setelah dingin air dari bahan-bahan tersebut di masukan ke kolam secara merata. Pemberian jamu nafsu makan sebaiknya di berikan pada sore hari kemudian pada pagi hari, air dikuras dan di ganti dengan air yang baru. Dalam waktu pemberian jamu nafsu makan tersebut, belut jangan diberi pakan terlebih dahulu sebelum pengurasan dilakukan.

Air Pemeliharaan

Lendir yang dikeluarkan belut memang menjadi salah satu mekanisme untuk menjaga agar tubuhnya tetap licin sehingga dapat membantu gerak belut dan menjadi sarana melepaskan diri dari musuh-musuhnya. Namun, dalam pemeliharaannya, lendir belut yang terus menerus dikeluarkan dalam jumlah yang banyak akan membahayakan belut itu sendiri, dari hasil penelitian mengemukakan, jika dalam air yang di gunakan untuk budidaya belut sudah terlalu banyak lendir yang dikeluarkan oleh belut itu sendiri maka air harus segera diganti maka air tersebut akan meracuni belut itu sendiri dan juga bisa mengakibatkan kematian pada belut.
lendir yang sudah banyak di keluarkan juga akan sangat mempengaruhi kualitas air, terutama akan meningkatkan derajat keasaman/pH air. untuk itu, kualitas air menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Walau tidak ada persyaratan khusus, tetapi idealnya air yang digunakan sebagai media pembesaran belut harus jernih, memiliki suhu antara 25-28 derajat C, Tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, serta kendungan pH-nya tidak lebih dari 7.

Budidaya Belut Di Air Bersih

Tekhnik Terbaru, Budidaya Belut Di Air Bersih. Belut bisa hidup dan bisa dibesarkan di air Bersih (air bening) tanpa lumpur ini adalah hal yang sangat luar biasa, ini bener-bener ilmu yang sangat bermanfaat bagi kita khususnya para pembudidaya belut, sehingga kita bisa lebih effisien dalam melakukan usaha ini. Dengan adanya tehnik terbaru ini sehingga para pembudidaya belut sudah tidak pusing-pusing mencari “debog pisang, jerami, lumpur dan lain-lain, kita sudah tidak repot lagi untuk melakukan bokasi dan menfermentasikan-nya.

Ini bukan penampungan dan bukan hasil rekayasa tetapi bener-bener hasil budidaya. Tempat hidup alami belut (Monopterus albus) yang tinggal di dalam lumpur. Banyak orang, baik penelitian atau usaha, yang sudah mencoba membikin lumpur untuk usaha budidaya. Mungkin beberapa yang berhasil meskipun kebanyakan yang lainnya masih bergelut dengan ‘teknologi doa’ untuk panen. karena hidup di dalam lumpur, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memastikan jumlah serta perkembangan belut selama masa pemeliharaan. sehingga, sangat layak bila kemudian mencoba berinovasi: “Budidaya Belut Di Air Bersih (air bening) tanpa lumpur”

Dalam hipotesis: mungkin belut bisa hidup dan dibesarkan pada air bersih tapi tetap harus menggunakan lumpur untuk reproduksi alami.

Secara teknis: sejauh kebiasaan makan bisa diadaptasikan dan kebutuhan pakan bisa disuplay secara terkontrol, seharusnya pembesaran belut di air bersih dapat dilakukan. hanya saja, kontrol terhadap kemungkinan serangan penyakit akibat proses adaptasi harus benar-benar diamati dan dijaga.

Keuntungan: dengan pembesaran belut pada air bersih, jumlah (yang berkaitan dengan kelangsungan hidup) dan pertumbuhan (yang berhubungan dengan penambahan bobot) dapat selalu terkontrol sehingga target produksi bisa lebih ter-realistis dan untuk jumlah penebaran bibit belut di air bersih bisa lebih besar (bisa 10 bahkan sampai 30 kali lipat dibanding dengan penebaran benih di media lumpur).


Walau masih banyak orang yang tidak/belum percaya dengan adanya Ilmu terbaru ini (belut bisa hidup dan bisa dibesarkan di 100% air bersih (air bening) tanpa lumpur, mungkin karena mereka belum pernah melihat dan belum pernah mencobanya karena belum tahu tehnik-tehnik dalam melakukan Budidaya Belut Di Air Bersih.

Saya (Penulis Blog ini) dan renak-rekan sudah pernah melakukan berbagai uji coba dan berbagai jenis bibit belut sawah yang dihasilkan dari berbagai cara penangkapan dari alam (strum,sedek dan bubu), dari berbagai hasil uji coba yang pernah kita lakukan, sehingga kita dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan dalam Berbudidaya Belut Di Air Bersih (Air Bening) tanpa lumpu.

Sekilas Tentang Belut

Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular memiliki bentuk tubuh memanjang, tidak bersirip dan tidak bersisik, serta memiliki lapisan lendir di sekujur tubuhnya yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Suku ini terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis. Jenis-jenisnya banyak yang belum diberikan dengan lengkap sehingga angka-angka itu dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis (ditemukan di semua daerah tropika).

Belut berbeda dengan sidat, yang sering dipertukarkan. Ikan ini boleh dikatakan tidak memiliki sirip, kecuali sirip ekor yang juga tereduksi, sementara sidat masih memiliki sirip yang jelas. Ciri khas belut yang lain adalah tubuh licin berlendir, tidak bersisik, dapat bernafas dari udara, bukaan insang sempit, tidak memiliki kantung renang dan tulang rusuk. Belut praktis merupakan hewan air darat, sementara kebanyakan sidat hidup di laut meski ada pula yang di air tawar. Mata belut kebanyakan tidak berfungsi baik, bermata kecil.

Ukuran tubuh belut bervariasi. Monopterus indicus hanya berukuran 8,5 cm, sementara belut marmer Synbranchus marmoratus diketahui dapat mencapai 1,5m. Belut sawah Monopterus albus sendiri, yang biasa dijumpai di sawah dan dijual untuk dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m (dalam bahasa Betawi disebut moa).

Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur (tempat persembunyian). Semua belut adalah pemangsa. Daftar mangsanya biasanya hewan-hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, serangga, serta krustasea kecil dan juga ada yang bersifat kanibalisme.


Spesies belut mempunyai nilai pemakan yang tinggi. Khasiatnya dikatakan setanding dengan ikan tengiri dan selar, mengandungi 18.6 % protein dan 15 % lemak. Belut juga kaya dengan lemak, kalsium, vitamin B, Vitamin D dan zat besi. Tidak heranlah banyak yang percaya belut boleh membantu mengubati penyakit seperti sakit pinggang, lelah, darah tinggi, lemah tenaga batin dan penyembuhan luka pembedahan. Spesies ikan ini jika dikonsumsi secara rutin miniman 100 gram/hari dikatakan boleh menguatkan daya tahan tubuh, menormalkan tekanan darah, menghaluskan kulit, mencegah penyakit mata, menguatkan daya ingatan dan membantu mencegah hepatitis.

Keunggulan dan Kelebihan Bidudaya Belut Di Air Bersih
Belut Mudah Dikontrol
Budidaya belut di Media Air Bersih tanpa lumpur terbilang lebih effektif dibandingkan dengan budidaya belut di media lumpur. Khususnya kemudahan dalam melakukan pengontrolan terhadap belut yang dibesarkan, selain itu jika ada belut yang terlihat sakit atau mati, akan mudah terlihat sehingga bisa segera diambil dari kolam budidaya.

Penebaran Benih Belut Lebih Banyak

Budidaya Belut dengan media air bersih memungkinkan pembudidaya untuk meningkatkan jumlah belut yang di besarkan dikolam hingga bisa mencapai 30 kali lipat per m2 di banding budidaya belut di media lumpur. Hal ini dapat di lakukan karena di media air bersih, fungsi lumpur sebagai alat perlindungan/persembunyian bagi belut, sedangkan budidaya belut di air bersih peranan tubuh belut itu sendiri bisa di jadikan tempat perlindungan/persembunyian bagi belut itu sendiri (pengganti lumpur). Dalam Budidaya belut di air bersih berdasarkan uji coba, untuk ukuran 1m2 bisa ditebar benih belut 30kg, sedangkan di media lumpur penebaran benih untuk ukuran 1 m2 hanya bisa kita tebar 1kg maksimal 1,5kg, jika penebaran melebihi angka tersebut pertumbuhan belut akan terganggu, bahkan bisa terjadi saling nyerang menyerang antar belut untuk berebut wilayah hidupnya. Sehingga tingkat kematian belut di media lumpur akan semakin tinggi.

Meminimalkan Angka Kanibalisme

Seperti binatang-binatang lainnya, belut yang dibesarkan di dalam air yang berlumpur terutama belut jantan atau belut yang sudah mencapai umur 6-8 bulan, akan memperlakukan habitat tempatnya bernaung sebagai daerah kekuasaannya. bila merasa terusik oleh belut yang lain dan daerah kekuasaannya terancam, belut tersebut akan saling serang menyerang. Hal itulah yang menyebabkan tingginya angka kematian pada belut-belut yang kita pelihara di media air berlumpur. namun, dalam hal ini tidak akan terjadi pada belut yang dipelihara di media air bersih tanpa lumpur, karena antara belut satu dengan yang lainya justru saling membutuhkan, dalam metode budidaya belut di air bersih, badan belut adalah sebagai tempat untuk saling melindungi dan sebagai tempat persembunyian.

Lebih Effisien Dan Effektif

Belut yang sudah kita kenal dengan gaya hidupnya yang selalu bersembunyi didalam lumpur yang berair. Namun hal yang sebenarnya dimana ada lobang belut yang masih ada belutnya disitu pasti akan terdapat air yang jernih. Dengan adanya hal tersebut berarti syarat hidup belut adalah di air jernih (air bersih), dan tanpa lumpurpun masih bisa hidup dan bisa dibesarkan. Budidaya belut di air bersih (air jernih) tanpa lumpur memungkinkan para pembudidaya tidak akan kerepotan karena harus mencari jerami, debog pisang ataupun lumpur sebagai medianya namun dengan budidaya belut di air bersih cukup dengan air yang jernih saja dan dalam budidaya belut di air bersih juga akan menghemat lahan karena dalam pembikinan kolam dengan media air bersih, bisa disusun menjadi 3 tingkat atau lebih. dalam pemberian pakan di media air bersih juga tidak cuma-cuma(mubadzir) karena setiap kita tebar pakannya, belut akan melihat sehingga belut akan langsung memangsanya.

Faktor-fator Utama Dalam Budidaya Belut Di Air Bersih
Beberapa Fator-faktor Utama Yang Harus Kita perhatikan Dalam Budidaya Belut Di Air Bersih
antara lain :

Air
Dalam Budidaya belut di air bersih, air adalah faktor utama yang sangat berpengaruh pada perkembangan belut. Jika air yang kita gunakan dalam budidaya belut tidak rutin di kontrol maka akan sangat mempengaruhi pada perkembangan belut kita.

Air yang bagaimana yang layak digunakan Budidaya belut air bersih?

air yang layak digunakan dalam budidaya belut di air bersih adalah air yang jernih, memiliki suhu antara 25-28 derajat C, air yang tidak mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Air yang kurang layak/tidak bagus untuk budidaya belut di air bersih air PDAM karena banyak mengandung zat-zat kimia (kaporit), air yang langsung diambil dari sumur bur karena sangat minim kandungan oksigennya dan air limbah


Usahakan dalam melakukan budidaya belut di air bersih, kolam harus ada sirkulasi air walau dengan debit yang sangat kecil (ada yang masuk dan ada yang keluar). Dengan adanya aliran air kedalam kolam budidaya maka akan menambah kandungan oksigen didalamnya sehingga sangat berpengaruh dalam untuk perkembangan serta pertumbuhan belut dan kita juga tidak terlalu repot untuk penggatian air.

Jika kolam budidaya belut tidak ada sirkulasi air dan pembuangan, air akan cepat kotor/keruh, maka kita harus sering mengganti air paling tidak selama 2 atau 3 hari sekali, tentunya kita akan sangat kerepotan bukan? Jika air sudah kotor/keruh (warna kuning kecoklatan) air harus segera kita ganti. tapi beda dengan kotoran yang mengendap didasar kolam, walau didasar kolam sudah terdapat endapan tapi airnya masih jernih, air masih layak kita gunakan, asal endapannya tidak terlalu tebal.

Pakan
Pakan, pakan juga termasuk salah satu faktor yang sangat penting untuk perkembangan serta pertumbuhan belut. Berilah pakan secukup mungkin, usahakan jangan sampai kekurangan atau jangan berlebihan dan berilah pakan yang paling disukai belut, jika dalam pemberian pakan pada belut terlalu banyak bisa mengakibatkan air cepat kotor(karena sisa makanan) dan bisa mengakibatkan effek negatif pada belut, sehingga belut mudah sakit dan lama kelamaan bisa mengakibatkan kematian. Jika pemberian pakan pada belut kurang, maka bisa menimbulkan sifat kanibalisme pada belut kita dan kita juga akan rugi karena pertumbuhannya akan lama. Selama belut masih mau makan dengan pakan tersebut jangan beralih ke pakan yang lain secara total, kecuali belut mau makan dengan pakan yang kita berikan, jika belut tidak mau makan dengan pakan yang kita berikan, kembalilah kepakan yang sebelumnya.

Jenis-jenis pakan belut antara lain:

cacing lor, cacing merah, cacing lumbricus, ikan cere, ikan cithol, ikan guppy, anakan ikan mas, berudu (kecebong), lambung katak, keong mas/sawah, ulat hongkong dan masih banyak yang lainnya.
Bibit

Pemilihan bibit belut berkualitas adalah salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan budi daya belut. Umumnya bibit belut yang ada saat ini sebagian besar masih merupakan hasil tangkapan alam. Karena itu, teknik penangkapan bibit dari alam menentukan kualitas bibit. Bibit yang ditangkap dengan cara alami menggunakan perangkap, seperti bubu, merupakan bibit yang cukup baik karena tidak mengalami perlakuan yang menurunkan kualitasnya. Sebaliknya, bibit yang diperoleh dengan cara tidak baik seperti disetrum bukan termasuk bibit berkualitas. Pasalnya, bibit seperti ini pertumbuhannya tidak akan maksimal (kuntet). Lebih baik lagi jika bibit yang digunakan berasal dari hasil budidaya. Ukurannya akan lebih seragam dan jarang terserang penyakit seperti yang mungkin terjadi pada belut hasil tangkapan alam. Sayangnya, bibit belut hasil budidaya untuk saat ini masih sangat sedikit.

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan terkait bibit belut yang berkualitas.

1. Bibit yang digunakan sehat dan tidak terdapat bekas luka
Luka pada bibit belut dapat terjadi akibat disetrum, pukulan benda keras, atau perlakuan saat pengangkutan. Umumnya, bibit yang diperoleh dengan cara disetrum cirinya tidak dapat langsung terlihat, tetapi baru diketahui 10 hari kemudian. Salah satu ciri-cirinya terdapat bintik putih seperti garis di permukaan tubuh yang lama-kelamaan akan memerah dan pada bagian dubur berwarna kemerahan. Bibit yang disetrum akan mengalami kerusakan syaraf sehingga pertumbuhannya tidak maksimal.

2. Bibit terlihat lincah dan agresif

Bibit yang yang selalu mendongakan kepalanya keatas dan tubuhnya sudah membalik sebaiknya diambil saja karena belut yang sudah seperti ini sudah tidak sehat dan lama kelamaan bisa mati. belut yang sehat mempunyai ciri-ciri: tenang tapi lincah, belut akan mengambil oksigen keatas dengan cepat kamudian kembali kebawah lagi.

3. Penampilan sehat yang dicirikan, tubuh yang keras dan tidak lemas pada waktu dipegang
pada waktu kita memegang belut tentunya kita akan bisa merasakan keadaannya, bila belut tersebut bila kita pegang tetap diam/lemas atau tidak meronta/tidak ada perlawanan ingin lepas, sebaiknya belut dipisahkan, karena belut belut yang seperti ini kurang sehat. Dan sekaliknya jika kita pegang badannya terasa keras dan selalu meronta ingin lepas dari genggaman tangan kita, belut yang mempunyai ciri seperti ini layak kita budidayakan.

4. Ukuran bibit seragam dan dikarantina terlebih dahulu

Bibit yang dimasukkan ke dalam wadah pembesaran ukurannya harus seragam. Hal ini dilakukan untuk menghindari sifat kanibalisme pada belut. Bibit yang berasal dari tangkapan alam harus disortir dan dikarantina.

Tujuannya untuk menghindari serangan bibit penyakit yang mungkin terbawa dari tempat hidup atau kolam pemeliharaan belut sebelumnya dan untuk pemilihan belut yang sehat dan tidak sehat. Caranya adalah dengan memasukkan bibit belut ke dalam kolam atau bak yang diberi air bersih biarkan belut tenang dulu (kurang lebih 1 jam) kemudian berilah kocokan telur dicampur dengan madu 1 jam kemudian penggantian air dilakukan dan biarkan belut sampai bener-bener tenang diamkan kurang lebih 1 hari 1 malam kemudaian masuk bibit kekolam pembesaraan.

Kepadatan (Volume)
Kepadatan penebaran bibit dalam pembesaran jenis-jenis ikan sangatlah mempengaruhi pada perkembangan pertumbuhan dan tingkat kematian, misal, dalam pembesaran jenis-jenis ikan seperti lele,gurame, nila dll, kalau penebarannya terlalu padat, waktu pembesaran bisa terhambat walau pemberian pakan sudah sesuai dengan ukurannya dan juga bisa mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi.

Namun metode pembesaran Belut di media air bersih ini sangatlah berbeda dengan penebaran bibit jenis-jenis ikan yang lainnya, Kepadatan penebaran bibit belut sangat berperan penting pada pertumbuhan dan tingkat kematian. Kepadatan penebaran bibit belut untuk pertumbuhan, tergantung dalam proses pemberian pakan dan untuk tingkat kematian justru bisa meminimalkannya.

Mempersiapkan Pembesaran

Langkah Awal
Langkah awal untuk melakukan usaha budidaya belut di air bersih adalah memelihara pakan, dalam melakukan usaha budidaya belut,jika kita tidak ingin mengalami kendala terutama masalah pakan dan kita juga akan bisa mengurangi biaya operasional usaha ini, lakukanlah langkah awal ini yaitu 3 atau 4 bulan memelihara pakannya terlebih dahulu sebelum kita menebar bibit belut. Karena selama ini kendala dari para pembudidaya belut baik yang menggunakan media lumpur maupun media air bersih adalah pada pemberian pakan yang tidak menentu karena mereka sebelumnya tidak mempersiapkan pakannya terlebih dahuludan hingga kini pakan yang paling disukai belut adalah pakan dari alam, walaupun sudah ada pembudidaya belut dalam pemberian pakannya menggunakan jenis pelet, namun setelah dihitung-hitung hasil analisa usahanya masih sangat minim,padahal dalam setiap usaha tentunya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih, bukan malah membuang-buang duit atau tenaga kita kan???

Banyak pembudidaya belut yang masih meremehkan hal ini dan akhirnya mereka yang akan kerepotan sendiri karena setiap hari harus mencari pakan buat belut kalau tidak, mereka harus membeli pakannya, sehingga untuk biaya operasionalnya akan semakin membengkak untuk pembelian pakan. Dengan kita memelihara pakan terlebih dahulu insyaALLOH akan mudah menghitung jumlah panen dan analisa usahanya.

Persyaratan Lokasi

Secara klimatologis belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.

Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi kolam tidak beracun.

Suhu udara/temperatur optimal untuk pertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-28 derajatC.

Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil.

Belut adalah binatang air yang selalu mengeluarkan lendir dari tubuhnya sebagai mekanisme perlindungan tubuhnya yang sensitif. Lendir yang keluar dari tubuh belut cukup banyak sehingga lama kelamaan bisa mempengaruhi derajad keasaman (pH) air tempat hidupnya. pH air yang dapat diterima oleh belut rata-rata maksimal 7. Jika pH dalam air tempat pembesaran telah melebihi ambang batas toleransi, air harus dinetralkan, dengan cara menggati ataupun mensirkulasikan airnya. Dengan demikian, kolam/tempat pembesaran harus dilengkapi dengan peralatan yang memungkinkan untuk penggantian atau sirkulasi air.

Ada beberapa macam tempat yang dapat digunakan untuk untuk budidaya belut di air bersih (air bening) tanpa lumpur di antaranya: kolam permanen (bak semen), bak plastik, tong (drum).
Dalam Budidaya Belut dengan menggunakan media lumpur dalam wadah/tempat dan ruangan 5X5 meter, hanya bisa dibuat untuk 1 kolam saja berbeda dengan Budidaya belut diair bersih dengan wadah dan Ruangan 5X5 meter, bisa dikembangkanya 3 Kali lipat dari wadah budidaya itu sendiri, karena dalam budidaya air bersih kita hanya memerlukan ketinggian air 30 Cm, maka tempat budiaya kita bisa tingkat menjadi 3 susun atau 3 apartemen.

Sumber, Diposkan oleh rustadi64 di 00:54 0 komentar

Seputar Budidaya Belut

BUDIDAYA IKAN BELUT
( Synbranchus )

1.SEJARAH SINGKAT
Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin.

Belut suka memakan anak-anak ikan yang masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di Indonesia sejak tahun 1979, belut mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor.

2.SENTRA PERIKANAN

Sentra perikanan belut Internasional terpusat di Taiwan, Jepang, Hongkong, Perancis dan Malaysia. Sedangkan sentra perikanan belut di Indonesia berada di daerah yogyakarta dan di daerah Jawa Barat. Di daerah lainnya baru merupakan tempat penampungan belut-belut tangkapan dari alam atau sebagai pos penampungan.

3.JENIS
Klasifikasi belut adalah sebagai berikut;


Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae
Genus : Synbranchus
Species : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa);

Monopterus albus Zuieuw (belut sawah); Macrotema caligans Cant (belut kali/laut) Jadi jenis belut ada 3 (tiga) macam yaitu belut rawa, belut sawah dan belut kali/laut. Namun demikian jenis belut yang sering dijumpai adalah jenis belut sawah.

4.MANFAAT
Manfaat dari budidaya belut adalah:

1)Sebagai penyediaan sumber protein hewani.
2)Sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3)Sebagai obat penambah darah.

5.PERSYARATAN LOKASI
1) Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.

2)Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi tanah dasar kolam tidak beracun.

3)Suhu udara/temperatur optimal untukpertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-31 derajat C.

4)Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm.

Sedangkan untuk perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih kualitas air dan dapat hidup di air yang keruh.

6.PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1.Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus dibedakan antara lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.

2)Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.

3)Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m2. Untuk kolam pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m2. Untuk kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m2. Dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m2. Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya tampungnya 50 ekor/m2, hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran 3-50 cm.

4)Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan dasar bak tidak perlu diplester.

5)Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan lainnya.

6)Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang, sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50cm (bahan organic + air). Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah.

Setelah itu belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.

6.2.penyiapan Bibit
1) Menyiapkan Bibit
a).anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan.

b)Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bias juga bibit diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.

c.Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan.

Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran ± 30 cm dan belut jantan berukuran ± 40 cm.
d.Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m2.

Waktu pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-telur ikan belut menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari dengan ukuran anak belut berkisar 1,5¬2,5 cm. Dalam ukuran ini belut segera diambil untuk ditempatkan di kolam pendederan calon benih/calon bibit. Anak belut dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di kolam pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak belut tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan atau empat bulan.

2) Perlakuan dan Perawatan Bibit Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik lagi apabila di air yang mengalir.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran

1) Pemupukan Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organic utama.

2)Pemberian Pakan Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekali.


3)Pemberian Vaksinasi

4)Pemeliharaan Kolam dan Tambak

Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga kolam agar tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak beracun.

7.HAMA DAN PENYAKIT
7.1.Hama
1)Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu kehidupan belut.

2)Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, nmusang air dan ikan gabus.

3)Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif tidak banyak diserang hama.

7.2. Penyakit

Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang
berukuran kecil.

8.PANEN
Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :


1)Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.

2)Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi (besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen).

Cara Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut,dengan pancing atau kail dan pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.

9.PASCAPANEN
Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar,penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar belut dapat diterima oleh konsumen dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas


10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Biaya Produksi

a.pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- Rp. 28.000,-

b.Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- Rp. 225.000,-

c.Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,-Rp. 45.000,-

d.Lain-lain Rp. 30.000,-

Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-

2) Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- = Rp. 750.000,-


3) Keuntungan Rp. 422.000,-

4) Parameter Kelayakan Usaha 2,28

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan ikan belut semakin meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil budidaya yang memuaskan dan diminati konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

1) Satwono, B. 1999. Budidaya Belut dan Tidar. Penerbit Penebar Swadaya (Anggota IKAPI). Jakarta.
2) Ronni Hendrik S. 1999. Budidaya Belut. Penerbit Bhratara, Jakarta

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Wadah Budidaya Ikan Cupang

Membudidayakan ikan cupang tidak harus membuat wadah budidaya yang memerlukan biaya yang cukup besar, karena bisa menggunakan wadah apa saja. Asalkan induk ikan cupang nantinya tetap bisa memelihara anak-anaknya dengan leluasa. Ada beberapa wadah budidaya ikan cupang dibawah ini yang dapat digunakan :

Wadah budidaya ikan cupang dari batu bata. Wadah budidaya ini sudah umum digunakan untuk membudidayakan ikan dengan skala besar. Tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar untuk membuatnya.

Wadah budidaya dari akuarium. Keuntungan dengan wadah akuarium ini, anda bisa melihat proses pemijahan dan bisa mempelajari dari bagaimana cara mereka mendekati pasangan, saling memadu cinta, proses pembuahan, memelihara anakan dan melihat anakan ikan cupang tumbuh besar.

Wadah budidaya dari Ember. Untuk skala kecil ember yang seukuran ember cucian bisa digunakan, terutama bagi anda yang tidak mempunyai lahan yang cukup luas.karena bisa anda lakukan disela-sela lahan rumah. Yang penting tidak berebut ember cucian dengan istri..hehe..

BUDIDAYA BUAYA

ARTIKEL PETERNAKAN :

Buaya adalah salah satu dari sedikit mahkluk hidup
yang benar-benar tidak berubah sejak zaman

dinosaur. Pada tahun-tahun terakhir ini, habitat
buaya semakin terpuruk karena hutan rimba dibuka untuk
pertanian dan industri, dan rawa-rawa serta sungai
dikeringkan atau diubah menjadi konstruksi bendungan
untuk irigasi dan pembangkit tenaga listrik. Ditambah lagi
dengan pemburuan liar buaya untuk diambil kulitanya yang
berharga mahal, menyebabkan kebanyakan jenis buaya
hampir punah. Yang menyedihkan lagi, buaya sering
dibunuh hanya karena manusia tidak senang pada
binatang ini, karena menakutkan dan membahayakan.

Buaya umumnya menghuni habitat perairan air tawar, namun ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan- hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia ( kadang- kadang juga manusia ) terkadang juga memangsa molusca dan crushtea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman Dinosaurus.Seperti bangsa- bangsa reptil yang hidup di air, cara makan mereka sedikit berbeda dengan hewan- hewan yang lain, biasanya mereka menyimpan makanan mereka sampai busuk di dalam air ato di sarang- sarang mereka

Perkembangbiakan

Bayi Buaya

Perkembangbiakan Buaya sangat sering terjadi pada musim hujan. Pada musim bertelur dibulan November sampai dengan bulan April seekor induk betina mampu menghasilkan 30-60 butir telur dan akan menetas dalam tempo tiga bulan. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Disaat-saat seperti ini induk betina akan berubah menjadi sangat buas. Induk betina biasanya menyimpan telur-telurnya dengan membenamkannya di tanah atau di bawah seresah daun. Dan kemudian induk tersebut menunggu dari jarak beberapa meter.
Kerajinan Kulit Buaya

Tujuan penting proyek buaya adalah peningkatan pendapatan rakyat setempat. Di sungai ini terdapat jenis buaya Papua yang sangat terkenal, yakni buaya muara (Crocodile porossus) danbuaya darat (Crocodile novaquinea). Dua jenis buaya ini menjadi sumber hidup utama masyarakat. Masyarakat memburu dan menangkap buaya
untuk dimakan sebagai makanan, dan untuk dijual kepada pengusaha ilegal. Sama halnya dengan kebanyakan desa di pedalaman Papua, perjalanan ke kota yang terdekat makan waktu beberapa hari pakai prahu dan lewat darat, dan hubunganutama dengan tempat lain di propinsi merupakan sebuah landasan terbang sementara. Sampai baru-baru ini, sebenarnya sumber pendapatan
yang satu-satunya hanya dari pemburuan buaya atas permintaan tengkulak/juragan
kulit illegal yang membayar imbalan sedikit sekali pada orang setempat dan mendorong
mereka untuk membunuh buaya dewasa sembarangan.

CARA MEMELIHARA KURA-KURA

ARTIKEL PETERNAKAN :

Seperti banyak reptil dan amfibi lainnya, kura-kura cukup menarik bagi anak-anak untuk memelihara. Namun demikian, banyak orang membeli kura-kura hanya karena didasarkan pada “faktor trend”, tanpa memperhitungkan kebutuhan khusus kura kura tersebut. Bila Anda membeli kucing atau anjing, selalu ada beberapa persiapan yang cukup matang untuk memastikan kesehatan si hewan agar dapat hidup dengan baik dan berumur panjang seperti memastikan adanya bekas operasi, luka dan lain lain, belum lagi peralatan seperti mainan, anjing rumah, dan produk perawatan. Namun memelihara kura kura tidaklah serumit itu. Jika anda sering mendengar kasus kematian di penangkaran, hal tersebut lebih disebabkan karena mereka tidak ditangani dengan benar. Jika tepat prosedur perawatannya, kura-kura dapat hidup selama beberapa dekade, tetapi hal ini membutuhkan perhatian Anda membayar makanan mereka, pengaturan hidup, dan pengobatan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memelihara kura kura agar selalu sehat:
  1. Memastikan kura-kura memiliki ruang yang cukup untuk hidup, memastikan ruangan tersebut cukup cahaya, kelembaban yang terjaga, adanya air bersih, dan lampu berjemur
  2. Dalam beberapa kasus, orang-orang memilih untuk mencoba menciptakan sebuah habitat alami penyu seasli mungkin artinya kura kura akan memiliki siklus hidup da berkembang biak seperti saat ia di alam. Kelemahan dari cara ini kura kura akan memliki sifat yang tertutup terutama saat periode musim bertelur karena sejatinya kura kura akan bersembunyi saat membuat sarang dan enggan diganggu.
  3. Beberapa hobiis di luar negeri menggunakan pendingin untuk mencoba dan menciptakan kondisi ideal bagi penyu untuk melakukan hibernasi/ istirahat panjang. Praktik ini tidak disarankan karena alasan sederhana bahwa jika kura kura tidak memiliki kemampuan adaptasi yang baik maka jika terjadi kenaikan suhu tiba-tiba, tidur kura kura akan terganggu, dan dalam beberapa kasus justru berakibat fatal. Cara terbaik adalah untuk tidak membiarkan kura-kura Anda hibernate sama sekali jika anda berencana menyimpannya di dalam ruangan.
  4. Ketika Anda memelihara kura-kura dalam rumah, penting untuk mempertimbangkan hal berikut: pastikan kapasitas tangki pemeliharaan mampu menanmpung minimal 40 galon. Harus ada ruang yang cukup untuk meletakkan Kura-kura Anda juga harus mempunyai tempat di mana dapat berjemur di panas matahari. temperatur yang ideal untuk habitat penyu sangat tergantung pada jenisnya seperti kura-kura darat dapat mempertahankan panas tubuh lebih lama daripada kura-kura akuatik. Untuk itu disarankan tidak terlalu mengambil kura-kura keluar dari tempat pemeliharaan secara sering. perubahan suhu tiba tiba dapat mempengaruhi sistem kekebalan reptil, karena mereka adalah hewan berdarah dingin dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.
  5. Juga, ingatlah untuk mencuci tangan setelah memegang kura-kura Anda, untuk menghindari kontaminasi. Memang Tidak semua kura-kura membawa salmonella, akan tetapi agar lebih aman bagi kesehatan maka menjaga kebersihan baik bagi diri sendiri maupun kura kura dan habitatnya tetap menjadi prioritas.
  6. pada kura kura akuatik, sebisa mungkin hindari, menggunakan air keran untuk aquarium karena mengandung senyawa seperti klorin dan fluoride yang dapat mengganggu keseimbangan ph. Gunakan mata air alami untuk air minum kura-kura dan de-diklorinasi air untuk area berenang. Anda dapat mengurangi kadar klorin dalam air dengan membiarkannya terlebih dahulu selama 24 jam sebelum digunakan. Beberapa orang beranggapan bahwa menggunakan air diklorinasi membantu mencegah pembentukan bakteri mematikan,
  7. Hindari menggunakan kulit kayu atau serpihan kayu di sangkar tempat tinggal kura-kura. Kulit kayu dapat menimbulkan masalah dengan kura-kura karena mungkin saja terterlan. Selain itu, kayu juga akan menyebabkan kandang terkontaminasi sangat cepat dengan jamur. Solusinya letakkan kandang di sebuah ruangan di mana pencahayaan tidak berubah terlalu sering. Turtles umumnya membutuhkan 12 jam sinar matahari, dan menggunakan lampu UV sehingga kura-kura akan terbantu mendapatkan jumlah vitamin D3 untuk tetap sehat. Inilah sebabnya mengapa kura-kura berjemur di matahari di alam liar.
  8. Kura-kura Anda juga harus mempunyai tempat persembunyian sederhana untuk beristirahat ketika bosan berada di tempat terbuka. Gunakan media yang tidak beracun dan berbahaya seperti batu alam Jika Anda ingin menambahkan vegetasi untuk aquarium kura-kura Anda, pastikan tanaman tersebut tidak beracun bagi kura-kura, karena ada kemungkinan besar mereka akan mencoba untuk memakannya.
  9. Selalu awasi penyu sehingga aman dari gangguan anak-anak kecil, atau binatang peliharaan rumah. Jangan lupa untuk tetap memperhatikan perilaku kura-kura Anda, dan merawatnya. Seekor penyu bukan benda mati, ia adalah makhluk hidup dan cukup cerdas untuk mengetahui siapa teman-teman dan musuhnya. Memelihara kura kura dapat member hiburan bagi seluruh keluarga, dan merupakan salah satu cara. (Sumber Tulisan)

Budidaya kura-kura merupakan salah satu hal penting dan mulia untuk dilakukan. Terkait dengan kondisi binatang yang memiliki cangkang keras ini, yang kian sedikit keberadaannya di alam bebas.

Salah satu penyebab adalah adanya eksplorasi liar dari manusia, yang menjadikankura-kura sebagai komoditi. Baik untuk dinikmati dagingnya sebagai salah satu menu makanan yang berharga mahal. Atau memanfaatkan cangkang kura-kura yang memiliki nilai tinggi.

Pelestarian Kura-Kura
Banyak orang yang memiliki kesulitan saat hendak melakukan budidaya kura-kura. Salah satu alasannya adalah bahwa dalam proses pembudidayaannya, dibutuhkan ketelitian serta ketelatenan. Khususnya saat Anda hendak menetaskan telur sebagai proses awal pembudidayaan kura-kura.
Penetasan telur merupakan bagian paling rawan. Ada kesalahan sedikit saja, akan berakibat telur gagal menetas. Pengembangbiakan kura-kura akan sedikit terhambat jika telur gagal menetas. Dari proses penetasan telur inilah, jumlah kura-kura baru akan menambah jumlah kura-kura di alam bebas, bisa diketahui perkembangannya.

Cara Budidaya Kura-Kura

Rumitnya proses penetasan telur dalam kegiatan budidaya kura-kura ini, Anda harus mempersiapkannya dengan teliti. Hal ini terkait demikian rentan dan pekanya telur kura-kura terhadap kondisi lingkungan. Diperlukan juga kejelian Anda untuk mengamati perkembangan telur-telur yang sedang dalam proses penetasan tersebut. Ini merupakan salah satu kunci untuk menentukan keberhasilan penetasan buatan yang Anda lakukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses budidaya kura-kura, khususnya dalam proses penetasan telur adalah :
  • Mempersiapkan media pengeraman yang tepat. Beberapa media yang bisa digunakan sebagai bahan pengeraman buatan di antaranya adalah pasir, peat moss, pupuk tanaman, atau juga vermiculite.
  • Tingkat kelembaban lingkungan. Suhu yang disarankan berkisar pada angka 26-28 derajat celcius. Hal ini bisa diketahui dengan cara meletakkan alatpengukur suhu pada lokasi penetasan.
  • Kehangatan suhu dalam media pengeraman.
  • Kestabilan posisi telur. Telur yang terlalu sering berpindah posisi, akan berdampak pada rusaknya embrio sehingga telur gagal menetas. Untuk itu, telur yang ditetaskan jangan sampai tertutup sepenuhnya dengan media eram.

    Sisakan sedikit bagian agar bisa terlihat kondisinya. Untuk mengetahui posisinya, tandai bagian yang terlihat tersebut menggunakan pensil. Sehingga jika posisinya berubah, bisa cepat diketahui.

  • Ada tidaknya telur rusak. Jika Anda menemukan telur yang rusak atau membusuk, harus cepat dipindahkan atau dibuang dari media penetasan. Jika tidak dilakukan berpotensi merusak telur lain yang sehat. (Sumber Tulisan)

BUDIDAYA CACING TANAH


ARTIKEL PETERNAKAN :

1. SEJARAH SINGKAT

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra peternakan cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya.

3. JENIS

Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak

4. MANFAAT

Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:

  1. Bahan Pakan Ternak Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.

  2. Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.

  3. Bahan Baku Kosmetik Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.

  4. Makanan Manusia Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.

5. PERSYARATAN LOKASI

  1. Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.

  2. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.

  3. Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.

  4. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.

  5. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.

  6. Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

  1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

    Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..

  2. Pembibitan Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.

    1. Pemilihan Bibit Calon Induk

      Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.

    2. Pemeliharaan Bibit Calon Induk

      Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:

      1. pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.

      2. pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.

      3. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.

      4. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.

      5. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.

    3. Sistem Pemuliabiakan

      Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).

    4. Reproduksi, Perkawinan

      Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.

  3. Pemeliharaan

    1. Pemberian Pakan

      Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :

      • pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.

      • bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.

      • pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.

      • pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.

      • bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.

    1. Penggantian Media Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.

    2. Proses Kelahiran

      Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu. Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.

7. HAMA DAN PENYAKIT

Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.

8. PANEN

Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen. (Sumber : Click Here)