Fortifikasi pada minyak goreng


A.    PENDAHULUAN
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih nutrisi pada makanan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani jurang antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan vitamin A. 
Di Indonesia, kekurangan vitamin A masih jadi masalah. Data menunjukkan sekitar sembilan juta balita dan satu juta perempuan Indonesia yang kekurangan vitamin ini.
Vitamin A sebetulnya banyak terdapat dalam makanan di sekitar kita. “Sumber vitamin A terdapat pada makanan seperti wortel, telur, susu, daging ayam, sayuran hijau, ubi, bayam, brokoli, mangga, tomat,” cetus Profesor Soekirman, Ketua Koalisi Fortifikasi (KFI) di dalam sebuah diskusi klinis di Utan Kayu, Jakarta (19/9).
Namun demikian berbagai kasus kekurangan vitamin A masih terjadi. Soekirman mengatakan, masih ada 30 juta balita dan anak-anak yang tidak mampu mendapat vitamin A dari sumber-sumber itu, terutama sumber hewani.
Umumnya anak-anak di Indonesia, hanya mengkonsumsi sekitar 40 persen vitamin A yang berasal dari asupan makanan, sementara kebutuhan ideal per hari seharusnya sekitar 60 persen. Karena itu fortifikasi vitamin A pada minyak goreng merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan asupan vitamin tersebut, mengingat sekitar 70 persen masyarakat di Indonesia setiap harinya mengkonsumsi minyak goreng. Kekurangan vit A pada anak-anak masih merupakan masalah yang perlu diatasi, biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia lima tahun, yang akan mempengaruhi ketahanan tubuh.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25-30 persen kematian bayi dan balita disebabkan kekurangan vitamin A. Di Indonesia, sekitar 14,6 persen anak di atas usia 1 tahun mengalami kekurangan vitamin A dan berdampak pada penglihatan.
Dampak jelas dari kekurangan vitamin A adalah kebutaan. Ahli gizi KFI Virginia Kadarsan, menerangkan, “Vitamin A sangat penting. Selain mencegah kebutaan, juga menjaga kekuatan dan kekebalan tubuh, dan sebagai antioksidan. Fortifikasi merupakan upaya meningkatkan mutu gizi bahan makanan dengan menambah satu atau lebih gizi mikro.”
Fortifikasi minyak goreng merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyediakan vitamin A bagi anak-anak dan balita, juga masyarakat menengah ke bawah. Fortifikasi minyak goreng tidak berbahaya dan tidak akan menyebabkan keracunan karena bentuknya berupa liquid (cairan) serta sudah disesuaikan dengan standar yang berlaku. Dosis fortifikasi vit A pada minyak goreng sudah diperhitungkan secara internasional, yakni sekitar 15 (ppm), atau misalnya dalam 8 ton minyak hanya mengandung 0,5 Kg Vit A, berbeda dengan vitamin A yang berbentuk suplemen yang penggunaannya harus diatur serta tidak diperkenankan untuk dikonsumsi secara berlebihan. Fortifikasi vitamin A pada minyak goreng tidak berbahaya, juga tidak akan mengganggu pola makan yang dapat menyebabkan obesitas.
B.     PERKEMBANGAN MUTAKHIR
1.      Fortifikasi pangan
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
The Joint Food and Agricuktural Organization World Health Organization(FAOIWO) Expert Commitee on Nutrition (FAO/WHO, 1971) menganggap istilah fortification paling tepat menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan.
Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atan campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’,sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘. Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:
1.      Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
2.      Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.
3.      Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi.
4.      Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega .
a.              Faktor Pemilihan Pangan untuk Fortifikasi
Pemilihan produk pangan yang cocok sebagai vehicle untuk zat yang akan difortifikasi sangat tergantung pada pola konsumsi masyarakat yang menjadi target. Secara umum faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan fortifikasi pada makanan diantaranya;
1. harus dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang menjadi sasaran,
2. dikonsumsi secara teratur,
3. stabil dalam penyimpanan,
4. harganya terjangkau oleh masyarakat,
5. tidak bereaksi dengan zat yang difortifikasikan,
6. berkontribusi pada asupan energi.
b.        Program fortifikasi pangan
Program fortifikasi pangan merupakan salah satu program yang dirancang untuk mengatasi masalah kekurangan zat gizi mikro yang terjadi di masyarakat. Program yang sedang dijalankan pada saat ini di antaranya yodium pada garam, vitamin A pada minyak, lemak, margarin, gula, dan susu, serta zat besi pada tepung, mie instan, dan permen. Menurut Albiner Siagian (2003) langkah-langkah pengembangan program fortifikasi pangan, antara lain adalah:
1.      Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien
2.      Segmen populasi (menentukan segmen)
3.      Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan
4.       Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang potensial
5.      Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan
6.      Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan)
7.      Mencari dukungan industri pangan   
8.      Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri pengolahan(termasuk suplai bahan baku     dan penjualan produk)
9.      Memilih jenis dan jumlah fortifikasi dan campurannya
10.  Kembangkan teknologi fortifikasi
11.  Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan kualitas organoleptik dari produk fortifikasi.
12.  Tentukan bioavailabilitas dari pangan hasil fortifikasi
13.  Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan
14.  Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifiksi
15.  Defenisikan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan pelabelan
16.  Kembangkan peraturan-peraturan untuk mandatory compliance
17.  Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan oleh konsumen.
Zat gizi juga dapat ditambahkan pada bahan-bahan makanan untuk memperbaiki nilainya; antara lain yodium dalam garam untuk mencegah penyakit gondok, thiamin dalam beras untuk mencegah beri-beri (Suhardjo et al, 1986).
Program fortifikasi pangan yang telah dikembangkan di antaranya adalah:
1.      Yodium pada garam
2.      Vitamin A pada minyak, lemak, gula, dan susu
3.      Zat besi pada tepung, mie, dan permen
2.      Fortifikasi Vitamin A
Masalah kekurangan vitamin A biasanya terjadi karena kandungan vitamin A dalam makanan yang dikonsumsi rendah, derajat absorbsi rendah, tingkat sosial ekonomi rendah, ketidaktahuan, serta akibat pnyakit seperti infeksi cacing, diare, dan campak. Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani jurang antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan vitamin A. Kebanyakan vitamin yang diproduksi secara komersial (secara kimia) identik dengan vitamin yang terdapat secara alami dalam bahan makanan. Vitamin yang larut dalam lemak (seperti vitamin A) biasanya tersedia dalam bentuk larutan minyak (oil solution), emulsi atau kering, keadaan yang stabil yang dapat disatukan/digabungkan dengan campuran multivitamin-mineral atau secara langsung ditambahkan ke pangan.
Bentuk komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten (sebagai beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial untuk ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak, garam, teh, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat) difortifikasi oleh vitamin A.
Dalam kasus di negara kita, pemilihan minyak goreng sebagai vehicle untuk fortifikasi vitamin A memenuhi faktor pertimbangan no 1 dan 2 yaitu dikonsumsi oleh masyarakat secara konstan. Namun untuk faktor no 3 yaitu stabilitas vitamin A pada minyak goreng, hal ini sangat tergantung pada beberapa hal. Penelitian di Brazil dengan menggunakan vitamin A bentuk retinil palmitat menunjukkan bahwa kemasan sangat berpengaruh pada kestabilan vit A dalam minyak goreng. Senada dengan ini, hasil penelitian di Thailand juga menyarankan bahwa kemasan yang dapat melindungi minyak dari cahaya terutama sinar matahari (seperti kemasan berwarna opak atau sama sekali tidak tembus cahaya) akan lebih baik dalam menjaga kestabilan vitamin A. Kestabilan vitamin A juga perlu diperhatikan pada saat penggorengan. Dengan asumsi suhu penggorengan berada pada kisaran 180C, stabilitas vitamin A umumnya dianggap masih layak hingga 3-4 kali penggorengan. Selain itu, faktor retensi vitamin A pada makanan yang digoreng perlu dihitung, terutama untuk makanan gorengan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, seperti nasi goreng, daging, tempe dan tahu goreng atau produk gorengan lainnya.
Menarik diperhatikan untuk faktor no 4, yaitu harga yang terjangkau. Minyak goreng bermerk yang harganya relatif lebih mahal dibanding minyak curah lebih banyak dikonsumsi oleh golongan menengah ke atas, sementara golongan bawah lebih banyak memakai minyak curah. Data pada awal tahun 2010 menunjukkan bahwa 30% dari konsumen lebih memilih minyak curah, yang umumnya dari mereka adalah golongan miskin. Data pada tahun 2009 bahkan menyebutkan hingga 70% yang mengkonsumsi minyak curah. Konsekuensi dari data ini adalah bila fortifikasi hanya diberlakukan pada minyak goreng bermerk, maka 30% masyarakat miskin yang mengkonsumsi minyak curah tidak akan merasakan efek dari fortifikasi vitamin A. Inipun dengan asumsi 100% masyarakat Indonesia mengkonsumsi minyak goreng.
Bila tidak semua mengkonsumsi minyak, ada 70% masyarakat Indonesia mengkonsumsi minyak. Ini berarti ada sekitar 30% + (0.3*70%) =51% masyarakat Indonesia (terdiri dari 30% yang tidak mengkonsumsi minyak dan 21% yang mengkonsumsi minyak curah) yang tidak merasakan dampak fortifikasi vitamin A pada minyak goreng bermerk. Coba kita kaitkan juga dengan sebaran kelompok yang menderita KVA. Bila prevalensi KVA banyak terjadi pada golongan miskin, maka karena mereka kebanyakan mengkonsumsi minyak curah, kalau demikian halnya fortifikasi vitamin A tidak menyentuh populasi target, dengan kata lain kebijakan ini tidak akan efektif.
Bila pada minyak goreng curah juga diberlakukan fortifikasi, maka faktor stabilitas vit A menjadi titik krusial dalam keefektifan program ini, sebab selama ini minyak goreng curah dijual dengan tanpa kemasan padahal penggunaan kemasan yang mampu melindungi dari cahaya seperti dipaparkan di atas berperan penting pada kestabilan vitamin A. Dalam hal ini, mungkin minyak kemasan murah seperti pencanangan pemerintah pada program minyakkita dapat menjembatani persoalan ini.
Tinjauan fortifikasi juga perlu dilakukan hingga ke tingkat penyerapan vitamin A oleh tubuh (bioavailability) setelah vitamin tersebut diserap dari minyak goreng oleh aneka jenis makanan gorengan yang umum dikonsumsi masyarakat. Vitamin A yang terserap dalam makanan gorengan boleh jadi terperangkap oleh matrix makanan atau bereaksi dengan komponen pangan lain sehingga bioavailabilitnya menurun.
3.      Fortifikasi vitamin A pada minyak goreng
Vitamin A berguna untuk pertumbuhan, penglihatan, reproduksi dan pemeliharaan sel epitel. Saat ini, masih ada 0,8 milyar orang di dunia defisiensi vitamin A. 4000 balita di dunia meninggal karena kekurangan vitamin A. Di Indonesia, 1 dari 2 anak balita kemungkinan besar mengalami Kurang Vitamin A (KVA). Lebih dari 100 juta orang Indonesia mengalami defisiensi zat gizi dan 10 juta balita mengalami KVA. KVA adalah ancaman daya saing bangsa (Martianto, 2010). Selain itu, berdasarkan data organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25 – 30 % kematian bayi dan balita disebabkan kekurangan vitamin A. Sedangkan di Indonesia sekitar 14,6% anak di atas usia 1 tahun mengalami kekurangan vitamin A dan berdampak pada penglihatan.
Belum lama ini, Pemerintah akan mewajibkan produsen minyak goreng kelapa sawit untuk menambahkan vitamin A ke dalam produknya yang diedarkan di Indonesia mulai Januari 2011. Kebijakan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke dalam pangan untuk mengatasi defisiensi zat gizi mikro, salah satunya vitamin A. Proses fortifikasi secara konvensional dapat dilakukan dengan menambahkan zat gizi mikro ke dalam formulasi makanan. Kebijakan ini diasumsikan akan mengatasi masalah KVA karena 70% masyarakat Indonesia mengonsumsi minyak goreng.
Fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng merupakan salah satu cara untuk menyediakan vitamin A bagi anak-anak dan balita, termasuk masyarakat karena dinilai tidak berbahaya, tidak akan menyebabkan keracunan, tidak akan mengganggu pola makan masyarakat serta tidak akan banyak memengaruhi harga. Namun, alangkah baiknya apabila kita tinjau kembali kebijakan ini. Apakah cara ini benar-benar efektif dalam mengatasi masalah KVA di Indonesia?
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), kebutuhan vitamin A (µg Retinol) anak/hari 375-500 µg, untuk orang dewasa membutuhkan 600 µg, sedangkan ibu hamil dan menyusui 300-350 µg. Bahan baku minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil) atau minyak sawit merah. Jumlah beta karoten (pro-vitamin A) di CPO mencapai 500-1000 ppm karotenoid atau 1 ml CPO mengandung karotenoid vitamin A sebesar 600 µg retinol. Ini artinya 1 ml CPO dapat memenuhi kebutuhan vitamin A satu orang dewasa selama satu hari. Bayangkan jika 1 L CPO yang sama dengan 1000 ml artinya dapat memenuhi kebutuhan vitamin A 1000 orang per hari. Namun pada kenyataannya beta karoten dalam 1 L CPO dihilangkan ketika proses pemurnian (purifying), pemucatan (bleaching), dan penghilangan dari busukan (deodorizing). Warnanya kuning keemasan seperti yang kita kenal selama ini sehingga hampir semua karotenoidnya hilang.
Dengan adanya kebijakan fortifikasi vitamin A, produsen harus menambahkan vitamin A sintetik ke dalam minyak goreng setelah penghilangan provitamin A dalam dalam CPO. Bukankah hal ini justru termasuk dalam pemborosan? Kebijakan ini juga sangat disayangkan oleh Prof. Dr. Ir. Fransiska Zakaria Rungkat, MS., staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang peduli terhadap masalah kekurangan vitamin A masyarakat Indonesia.
Lalu, berapa produksi CPO yang dihasilkan Indonesia? Sungguh luar biasa, Indonesia merupakan produsen terbesar penyumbang CPO dunia, yaitu diprediksi mencapai 47,2 persen atau 22,2 juta ton per tahun (TempoInteraktif.com). Namun sangat disayangkan sekitar 60% dari produk CPO Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya diserap untuk konsumsi di dalam negeri. Untuk penggunaan lokal, industri minyak goreng merupakan penyerap CPO dominan, mencapai 29,6% dari total produksi, sedang sisanya dikonsumsi oleh industri oleokimia, sabun dan margarine atau shortening.
Pada tahun 2011 ini pemerintah mewajibkan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng, khususnya pada produk bermerk. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak mengalami kurang vitamin A (KVA), dimana sekitar 9 juta balita dan 1 juta wanita mengalami KVA. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena KVA dapat berpengaruh selain gangguan pada penglihatan juga pada penurunan daya tahan tubuh dari serangan penyakit, akibatnya angka mortalitas meningkat dan kualitas anak bangsa menurun.
                                 
HASIL-HASIL PENELITIAN
Perusahaan kimia terkemuka di dunia (BASF) bekerjasama dengan Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) memperkenalkan penambahan zat gizi mikro(fortifikasi) vitamin A pada minyak goreng guna mengatasi kekurangan vitamin A, terutama pada anak dan balita.
Fortifikasi minyak goreng merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyediakan vitamin A bagi anak-anak dan balita, juga masyarakat menengah ke bawah. Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan beberapa mitra telah melakukan proyek percontohan fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng di Makassar, dan hasilnya terbukti dapat meningkatkan kebutuhan vitamin A pada anak-anak usia sekolah.
Fortifikasi minyak goreng tidak berbahaya dan tidak akan menyebabkan keracunan karena bentuknya berupa liquid (cairan) serta sudah disesuaikan dengan standar yang berlaku. Dosis fortifikasi vit A pada minyak goreng sudah diperhitungkan secara internasional, yakni sekitar 15 (ppm), atau misalnya dalam 8 ton minyak hanya mengandung 0,5 Kg Vit A, berbeda dengan vitamin A yang berbentuk suplemen yang penggunaannya harus diatur serta tidak diperkenankan untuk dikonsumsi secara berlebihan.
Umumnya anak-anak di Indonesia, hanya mengkonsumsi sekitar 40 persen vitamin A yang berasal dari asupan makanan, sementara kebutuhan ideal per hari seharusnya sekitar 60 persen. Karena itu fortifikasi vitamin A pada minyak goreng merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan asupan vitamin tersebut, mengingat sekitar 70 persen masyarakat di Indonesia setiap harinya mengkonsumsi minyak goreng. Kekurangan vit A pada anak-anak masih merupakan masalah yang perlu diatasi, biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia lima tahun, yang akan mempengaruhi ketahanan tubuh.
Fortifikasi dapat menjadi salah satu cara untuk menanggulangi masalah ini. Sejak beberapa tahun lalu Depkes bersama KFI sudah melakukan penelitian fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah, yang terbukti dapat meningkatkan asupan vitamin A pada anak-anak dan juga balita.
Fortifikasi pada minyak goreng tidak berbahaya, juga tidak akan mengganggu pola makan yang dapat menyebabkan obesitas. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 25-30 persen kematian bayi dan balita disebabkan kekurangan vitamin A. Di Indonesia, sekitar 14,6 persen anak di atas usia 1 tahun mengalami kekurangan vitamin A dan berdampak pada penglihatan.
C.    PENUTUP
1.      KESIMPULAN
Fortifikasi minyak goreng merupakan salah satu cara yang efektif untuk menyediakan vitamin A bagi anak-anak dan balita, juga masyarakat menengah ke bawah.Fortifikasi minyak goreng tidak berbahaya dan tidak akan menyebabkan keracunan karena bentuknya berupa liquid (cairan) serta sudah disesuaikan dengan standar yang berlaku. Dosis fortifikasi vit A pada minyak goreng sudah diperhitungkan secara internasional, yakni sekitar 15 (ppm), atau misalnya dalam 8 ton minyak hanya mengandung 0,5 Kg Vit A. Fortifikasi pada minyak goreng tidak berbahaya, juga tidak akan mengganggu pola makan yang dapat menyebabkan obesitas.
2.      HARAPAN
Dengan adanya fortifikasi vitamin A pada minyak goreng diharapkan dapat mencukupi kebutuhan zat gizi mikro khususnya vitamin A bagi anak-anak dan balita sehingga memperkecil resiko kekurangan vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan anak dan timbulnya penyakit mata .
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Fortifikasi pada Minyak Goreng Bantu Atasi Kekurangan Vitamin A. http://www.depkominfo.go.id/2009/fortifikasi-pada-minyak-goreng-bantu-atasi-kekurangan-vitamin-a/

anthropometri Lansia

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
1.      Pengertian lansia
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Di seluruh dunia penduduk Lansia (usia 60 +) tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Sedangkan menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1965 pasal 1, merumuskan bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak memupunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Berikut adalah batasan-batasan pada lansia:
à WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi:
a)      Middle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45 – 59 tahun
b)      Elderly , antara 60 – 74 tahun
c)      Old, antara 75 – 90 tahun
d)     Very old, lebih dari 90 tahun
à Klasifikasi lansia berdasarkan kronologis usia, yaitu :
a)      Young old: 60-75 tahun
b)      Middle old: 75-84 tahun
c)      Old-old: >85 tahun (Wold: Basic Gerontology nursing)
à Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa yang dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
a)      Fase iuventus, antara 25 -40 tahun
b)      Fase verilitas, antara40 -50 tahun
c)      Fase prasenium, antara 55 – 65 tahun
d)     Fase senium, lebih dari 65 tahun
2.      Masalah pada Lansia
Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada tahun 2020. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 adalah 55.30 tahun, pada tahun 1985 adalah 58,19 tahun, pada tahun 1990 adalah 61,12 tahun, dan tahun 1995 adalah 60,05 tahun serta tahun 2000 adalah 64.05 tahun (BPS.2000) Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka 2 ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :
a.       Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit.
b.      Perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati.
c.       Perubahan panca indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa.
d.      Perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan baru.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari. Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun ke atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan 3 SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen ( Wirakartakusumah : 2000) dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah : 2000). Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna , karena mereka tidak dapat bereproduksi lagi.
Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental lanjut usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi, yang menyebabkan orang lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kondisi social yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat. Berikut beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia pada umumnya adalah :
a.       Menurunnya daya tahan fisik.
b.      Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya prestise .
c.       Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua.
d.      Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar.
e.       Kurangnya dukungan dari keluarga lanjut usia.
f.       Pola tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang hidup di rumah sendiri, tinggal bersama dengan anak /menantu, dan tinggal di panti werdha.
Dengan permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti memilih permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia.
BAB II
PERKEMBANGAN MUTAKHIR
A.    Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah alatnya mudah didapat dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif, dilakukan dengan tenaga khusus dan professional, biaya relative murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya secara ilmiah.
B.     Beberapa Indeks Antropometri pada Lansia Serta Cara Perhitungannya
Indeks Antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup Umur, BB (Berat Badan), TB (tinggi badan), Lingkar Kepala, BMI atau IMT (Indeks Masa Tubuh), Berat Badan Relatif (BBR), dan Rasio Pinggang Panggul (LPP), Lingkaran Perut, Lipatan Trisep, LLA dan LOLA.
Untuk pengukuran anthropometri pada lansia digunakan pengukuran yaitu :
a.    Umur (Tahun)
b.   BB (BeratBadan)
c.    TB (tinggi badan)
Jika seorang lansia masih sehat dan dapat berdiri tegak maka pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan mikrotoise. Namun apabila seorang lansia tersebut sudah tidak dapat berdiri tegak diperlukan alat untuk mengukur tinggi badan yaitu tinggi lutut dan panjang depa :
ü  Pengukuran tinggi badan dengan tinggi lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang (bungkuk) sukar untuk mendapatkan data tinggi badan akurat.
Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia >59 tahun.
v  Formula (Gibson, RS; 1993)
Pria                 =  (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19
Wanita           =  (1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88

 


ü  Pengukuran tinggi badan dengan panjang depa
Panjang depa relative kurang dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pada kelompok lansia terlihat adanya penurunan nilai panjang depa yang lebih lambat dibandingkan dengan penurunan tinggi badan sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang depa cenderung tidak banyak berubah sejalan penambahan usia. Panjang depa direkomendasikan sebagai parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki hubungan 1:1 antara panjang depa dan tinggi badan.
Formula:
Pria                 =  118,24 + (0,28 x Panjang Depa) – (0,07 x Umur) cm
Wanita           =  63,18 + (0,63 x Panjang Depa) – (0,17 x Umur) cm

 


d.      BMI atau IMT (Indeks Masa Tubuh)
Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight  (kekurangan berat badan), Overweight  (kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). 
Rumus atau cara menghitung BMI yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m²).

 


Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin. Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
·         Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan
·         Wanita hamil
·         Atlet
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat  badannya.
v  Klasifikasi BMI menurut WHO 1995, WHO 2000, danWHO 2004
 


Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22 menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28. Grafik di atas  menunjukkan  bagaimana nilai-nilai ambang batas ini berbeda dengan Usia dan Jenis Kelamin.
e.       Lingkaran Perut
Pengukuran lingkaran perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini dapat membedakan obesitas menjadi jenis perifer (obesitas tipe gynoid), abdominal (obesitas tipe android), dan obesitas tipe ovid. Berikut adalah penjelasannya:
1)      Gynoid (Bentuk Peer)
Lemak disimpan disekitar pinggul dan bokong. Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil, kecuali resiko terhadap penyakit arthitis dan varises vena (varicoseveins).
                     
               Gambar . a
                 Gynoid
                Gambar. b
                 Android
2)      Apple Shape (Android)
Biasanya terdapat pada pria, dimana lemak tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe Gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskanlemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat  menyebabkan  penyempitan arteri (hipertensi), diabetes, penyakit gallbladder, stroke, dan jenis kanker tertentu misalnya kanker payudara dan endometrium.
Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pria kurus dengan perut gendut lebih beresiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk dengan perut lebih kecil. Untuk diagnosis obesitas abdominal (tipe Android), lingkaran perut bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90cm (bagi wanita Kaukasian ≥ 35 inci dan pria Kaukasian ≥ 40 inci).
3)      Ovid (Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini adalah “besar di seluruh bagian badan”. Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetic.
 


C.    KMS Lansia
1.      Pengertian KMS Lansia
Kartu Menuju Sehat Lansia adalah sebuah kartu catatan tentang perkembangan status kesehatan yang dipantau setiap kunjungan ke Posyandu Usila atau berkunjung ke Puskesmas yang meliputi pemantauan kesehatan fisik dan emosional serta deteksi dini atas penyakit atau ancaman kesehatan yang dihadapi lansia. Pemeriksaan yang dicatat pada KMS Lansia adalah :
a.       Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) tentang berat badan dan tinggi badan (pemeriksaan status gizi)
b.      Pemeriksaan aktivitas sehari-hari (kegiatan dasar seperti mandi, makan/minum, tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya).
c.       Pemeriksaan status mental dan emosional yang dilakukan oleh dokter.
d.      Pengukuran tekanan darah.
e.       Pemeriksaa Hemoglobin.
f.       Reduksi urine untuk kadar gula pada air seni sebagi deteksi penyakit kencing manis (diabetes mellitus).
g.      Pemeriksaan protein urine guna deteksi penyakit ginjal.
h.      Catatan keluhan dan tindakan. Sekiranya ada permasalahan kesehatan yang perlu pengobatan saat itu atau perlu untuk rujukan ke Puskesmas.
Selain pencatatan tersebut terdapat anjuran untuk hidup sehat yang digunakan untuk penyuluhan yang disampaikan setiap selesai pemeriksaan kesehatan.
2.      Kegunaan KMS Lansia
a.     Memantau dan menilai kemajuan usia lanjut
b.    Menemukan secara dini penyakit pada usia lanjut
c.     Sebagai bahan informasi bagi usia lanjut dan keluarga nya dalm mememlihara dan meningkatkan kesehatannya
3.      Bagian-bagian KMS Lansia
KMS usia lanjut terdiri dari dua halaman yaitu halaman luar dan dalam
a.       Halaman luar dibagi menjadi 3 bagian :
·         Bagian kanan
Bertuliskan judul, nama Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, nomor regigster dan identitas lengkap usia lanjut pemilik KMS
·         Bagian tengah
Beirsi ruang catatan untuk mencatat keluhan yang perlu diperhatikan sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan penyakit yang diferita usia lanjut.
·         Bagian kiri
Berisi pesan dan isi untuk hidup sehat serta keluhan yang perlu di[erhatikan sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan penyakit yang diderita uisa lanjut.
b.      Halaman dalam memuat
Catatan pemantauan yang meliputi : tanggal kunjungan, kegiatan sehari-hari, status mental/ masalah emosional, indeks masa tubuh (IMT), tekanan darah, nadi, hasil pengukuran Hb, hasil pemmeriksaan reduksi urine dan protein urine, disertai nilai normal dari IMT, tekanan darah dan HB. Grafik IMT utnuk menunjukkan keadaan IMT yang berlebih, normal, kurang.
4.      Cara pengisian KMS usia lanjut
·         Identitas uisa lanjut
Tulis identitas lengkap usia lanjut pemilik KMS yang terdapat pada halaman luar bagian kanan. Coretlah data yang tidak sesuai. Lalu ukur tinggi badan dalam centimeter tanpa alas kaki dalam keadaan berdiri tegak dan catatlah hasil pengukuran di tempat yang tersedia.
·         Tanggal kunjungan
Isilah tanggal dan bulan pada kolom kunjungan pertama, kedua dan seterusnya pada setiap bulan pada saat diadakan pemantauan usia lanjut di Puskesmas / kelompok. Apabila usia lanjut tidak dating pada bulan tersebut kosongkan 0kolom untuk bulan tersebut dan pencatatan berpindah utnuk bulan berikutnya.
·         Kegiatan hidup sehari-hari
1.       Tanyakan kepada usia lanjut atau keluarganya, apakah usia lajut masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan sama sekali?
( mandiri = kategori C )
2.      Ataukah ada gangguan dalam melakukan kativitas sendiri, hingga kadang-kadang perlu bantuan ? ( ada gangguan = kategori B)
3.      Ataukah sama sekali tidak mampu melakukan egiatan sehari-hari, sehingga sangat ytergantung dengan orang lain? (ketergantungan = kategori A )
4.      yang dimaksud dengan kehidupan sehari-hari adalah kegiatan dasar dalam kebidupan, seperti : makan, minum, berjalan, mandi berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar atau buang air kecil dan sebagainya.
5.      Kegiatan pekerjan di luar rumah, seperti berbelanja, mencari nafkah, mengambil pensiun, arisan, pengajian dll.
6.      Beri tanda (V) pada kolom yang sesuai (mandiri, ada gangguan, ketergantungan)
7.      Pemeriksaan ini dilakuakn setiap bulan.
·         Status mental
Lakukan pemeriksaan status mental yang berhubungan dnegan keadaan mental emosional, dengan menggunakan pedoman berikut yang disebut metode 2 menit. :Pada tahap ini perlu dipersiapkan oleh petugas/ kader, hal-hal sebagai berikut :
ü  Ciptakan lingkungan dan suasana yang nyaman, agar usia lanjut betah.
ü  Sikap ramah dan penuih perhatian akan kebutuhan usia lanjut secara menyeluruh sehingga mempermudah hubungan yang terbuka dan lancara antara usia lanjut dan petugas/ kader.
ü  Ajukan pertanyaan dengan ramah dan tanpa menyinggung perasaan

TANAMAN SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA SINTETIS

TANAMAN SEBAGAI ALTERNATIF PEWARNA SINTETIS
1.      LATAR BELAKANG
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.
Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama berbagai produk jajan pasar, serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industry kecil ataupun industry rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industry besar. Yang terakhir, ini biasanya sengaja dilakukan oleh pabrik untuk membuat makanan ataupun minuman berkalori rendah yang ditujukan untuk penderita DM.
Hampir setiap makanan olahan telah tercampur dengan pewarna sintetis mulai dari jajanan anak-anak, tahu, kerupuk, terasi, camilan, bahkan buah dingin terutama mangga. Bahkan, kini mahalnya harga beras membuat kalangan pedagang ingin membuat beras yang warnanya agak kusam dengan kualitas rendah menjadi putih bersih seperti beras mahal. Dengan demikian, pedagang dapat meraup untung yang sebesar-besarnya. Caranya, pedagang akan menambahkan pemutih beras (sulfit) kedalam beras murah ini. Tidak semua pemutih beras ini dapat larut bila dicuci, sebagian akan tertinggal dan dikonsumsi.
Penggunaan pewarna sebenarnya sah-sah saja selama dalam jumlah terbatas. Namun demikian, apabila yang digunakan adalah pewarna non makanan, misalkan pewarna tekstil atau kertas ataupun pewarna makanan tetapi dalam jumlah berlebihan tentulah akan membahayakan kesehatan konsumen.
Penentuan mutu bahan pangan umumnya sangat tergantung pada beberapa factor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya, dan sifat mikrobiologis.
Tetapi sebelum factor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual factor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai factor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Zat warna yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan, misalnya daun pandan atau daun suji untuk warn hijau dan kunyit untuk warna kuning. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna antara lain, dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2003), menunjukkan bahwa dari 25 sampel makanan dan minuman jajanan yang beredar di wilayah kota Bandung, terdapat 5 sampel yang positif mengandung zat warna yang dilarang oleh pemerintah, yaitu Rhodamin B (produk sirup jajanan, kerupuk, dan terasi merah).
Dari 25 jenis minuman yang diambil contoh, ternyata rhodamin B, di Bogor ebanya 14,5%, dan Rangkasbitung 17%, sedangkan di kota-kota kecil dan di desa-desa 24% minuman yang berwarna merah ternyata mengandung Rhodamin B. tetapi beberapa pedagang ada pula yang menggunakan pewarna alami seperti caramel, coklat, dan daun suji.
Tabel 1. Daftar pewarna pangan yang terdapat dalam jenis minuman yang diambil contoh
Warna
Zat pewarna buatan
Jenis minuman
Merah
Carmoissine
Es ampere, es limun
Merah
Rhodamin B
Es campur, es cendol, es kelapa, es sirup, es cincau
Merah
Amaranth
Es campur
Merah
Scarlet 4 R
Es campur
Kuning
Tartazine
Es limun, es sirop
Kuning
Sunset yellow
Es limun, es sirop, es campur
Kuning
Methanil Yellow
Es sirop
Hijau
Fast Green FCF
Es limun, es cendol
Biru
Brillian blue
Es mambo
Akan tetapi, sering kali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam  berat pda zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidak tahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan biaya masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan non pangan. Sedangkan warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik.
2.      ISI
A.    Pewarna sintetis
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunkan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut sebagai permitted color atau cerified color.
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi dengan arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001, sedangkan logam berta lainnya tidak boleh ada.
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang iizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
Tabel 2. Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan di Indonesia
Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Batas Maksimum Penggunaan
Amaran
Amaranth: CI Food Red 9
16185
Secukupnya
Biru berlian
Brilliant blue FCF : CI
42090
Secukupnya
Eritrosin
Food red 2
Eritrosin : CI
45430
Secukupnya
Hijau FCF
Food red 14 Fast
green FCF : CI
42053
Secukupnya
Hijau S
Food green 3
Green S : CI. Food
44090
Secukupnya
Indigotin
Green 4
Indigotin : CI.Food
73015
Secukupnya
Ponceau 4R
Blue I
Ponceau 4R : CI
16255
Secukupnya
Kuning
Food red 7
74005
Secukupnya
Kuinelin
Quineline yellow
CI. Food yellow 13
15980
Secukupnya
Kuning FCF
Sunset yellow FCF
CI. Food yellow 3
Secukupnya
Riboflavina
Riboflavina
19140
Secukupnya
Tartrazine
Tartrazine
Secukupnya
Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Citrus red No.2
12156
Ponceau 3 R
(Red G)
161155
Ponceau SX
(Food Red No. 1)
14700
Rhodamine B
(Food Red No. 5)
45170
Guinea Green B
(Acid Green No. 3)
42085
Magenta
(Basic Violet No. 14)
42510
Chrysoidine
(Basic Orange No. 2)
11270
Butter Yellow
(Solveent yellow No. 2)
11020
Sudan I
(Food Yellow No. 2)
12055
Methanil Yellow
(Food Yellow No. 14)
13065
Auramine
(Ext. D & C Yellow No.1)
41000
Oil Oranges SS
(Basic Yellow No. 2)
12100
Oil Oranges XO
(Solvent Oranges No. 7)
12140
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) :
Ø  Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
Ø  Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
Ø  Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
Ø  Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
B.     Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti : caramel, coklat, daun suji, daun pandan, dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain :
ü  Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering disebut zat warna hijau daun.
ü  Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging.
ü  Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, tomat, cabe merah, wortel.
ü  Anthosiamin dan anthoxanthim. Warna pigmen anthosianin merah, biru violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
C.    Macam-macam tanaman  sebagai alternative pengganti pewarna
1.      Aren
Tangkai bunga aren merupakan bagian tanaman aren yang bermanfaat untuk menghasilkan gula aren. Gula aren berperan ganda yaitu sebagai pemanis dan pewarna pangan. Warna yang ditimbulkan atas penggunaan gula aren adalah kecokelat – cokelatan atau cokelat.
2.      Bayam merah
Daun bayam merah merupakan proporsi terbesar dari tanaman untuk menghasilkan zat warna merah. Zat warna merah tersebut mudah larut dalam air. Ekstrak atau perasan daun bayam merah akan berwarna merah, dan dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Pewarna merah dari air perasan daun bayam merah dapat digunakan sebagai pewarna pada agar – agar.
3.      Bunga Telang
Daun dan bunga telang yang berwarna biru merupakan bagian dari tanaman yang berguna sebagai pewwarna bahan pangan. Pewarna hijau diperoleh dari daun bunga telang dan pewarna biru nila diperoleh dari bunga telang biru. Ekstrak atau air perasan bunga telang yang berwarna biru nila, dapat digunakan sebagai pewarna makanan atau barang anyaman. Ekstrak bunga telang dapat digunakan sebagai pewarna kue atau agar – agar. Pewarna dari bunga telang dicampur dengan cuka dan air dapat digunakan sebagai pewarna kain, namun tidak tahan lama. Pewarna dari bunga telang yang dicampur terusi dapat digunakan sebagi pewarna anyaman pandan, tikar, ataupun kain.
4.      Cabai merah
Sumber pewarna dari tanaman cabai merah. Warna merah pada kulit cabai merah yang telah tua dan berwarna merah dapat digunakan sebagai pewarna bahan pangan. Buah cabai merah yang diproses dalam bentuk kering memberikan kenampakan warna merah. Bubuk cabai merah berguna untuk memberikan rasa sedap serta menyebabkan bahan pangan tampil lebih menarik.
5.      Cacao
Biji cacao yang tua atau yang telah masak merupakan bagian tanaman cacao yang bermanfaat menghasilkan pewarna alami. Biji cacao setelah diproses menjadi serbuk coklat yang berwarna coklat. Serbuk coklat berguna untuk pewarna bahan pangan.  Pada produk minuman, cacao powder digunakan antara lain untuk membuat minuman susu cokelat, es  krim. Pada produk makanan, cacao powder antara lain digunakan untuk membuat kue dan roti.
6.      gendola
buah gondola yang telah masak dan berwarna merah tua merupakan sumber pewarna merah alami. Air perasan buah gondola merah digunakan untuk member warna merah pada makanan, antara lain pada selai, agar – agar dan beberapa masakan cina.
7.      Jambu biji
Daun tanaman jambu biji yang masih dalam keadaan segar merupakan sumber bahan pewarna nabati. Air rebusan daun jambu biji berwarna cokelat kemerah – merahan. Daun jambu buji banyak digunakan sebagai pewarna dalam pembuatan telur pindang. Daun jambu biji bersama bumbu yang lain dipergunakan untuk merebus telur pindang agar kulit telur berwarna merah cerah kecokelat – cokelatan.
8.      Jati
Pucuk daun muda dan daun muda adalah bagian yang terpenting dalam usaha memperoleh zat warna merah dari tanaman jati. Daun jati muda  dapat digunakan sebagai pewarna dalam proses pemasakan gudeg. Penggunaan  daun jati pada pembuatan gudeg memberikan andil pada warna gudeg nangka muda tersebut, yaitu menjadi merah kecokelat – cokelatan, sehingga meningkatkan cita rasa  gudeg tersebut.
9.      Katuk
Daun katuk adalah bagian tanaman katuk yang berguna unuk membuat pewarna nabati. Bentuk bahan pewarna dari katuk berupa peraasan air daun katuk berwarna hiajau lumut gelap. Air perasan daun katuk memiliki aroma khas. Warna hijau dapat bertahan lebih dari 24 jam  dalam suhu kamar. Setelah didiamkan beberapa saat, aakan terbentuk endapan berwarna hijau yang berasal dari sisa bahan yang terbawa dalam air perasan daun katuk tersebut. Air perasan daun katuk yang berwarna hijau tersebut dapat digunakan sebagai pewarna dalam pembuatan klepon, ketan, atau tape.
10.  Kelapa
Tangkai bunga kelapa yang bunganya belum mekar merupakan bagian penting dari tanaman untuk menghasilkan produk yang mengandung pewarna. Tangkai bunga kelapa disadap untuk menghasilkan nira. Nira kelapa setelah diproses akan menjadi gula kelapa. Gula kelapa memberikan warna cokelat pada bahan pangan olahan.
11.  Kembang Sepatu
Bunga kembang sepatu merupakan bagian penting dari tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Hasil pelumatan bunga yang berupa suspense berwarna merah tua kecokelat- cokelatan hingga kehitam – hitaman dapat dimanfaatkan untuk member warna pada bahan pangan. Air perasan kembang sepatu merah berguna untuk member warna merah pada nira enau serta berguna pula untuk membuat rebusan kubis putih menjadi merah. Selain itu, air dari seduhan bunga sepatu yang telah diilumatkan (berwarna merah) tersebut jika diberi beberapa tetes air limau, dapat digunakan sebagai pewarna agar – agar atau kue.
D.    Gangguan kesehatan akibat pewarna sintetis
Berikut ciri-ciri visual yang dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih makanan di pasaran:
ü  Pewarna Alami
Warna agak suram, mudah larut dalam air, membutuhkan bahan pewarna lebih banyak (kurang mampu mewarnai dengan baik), membutuhkan waktu lama untuk meresap kedalam produk
ü  Pewarna Buatan
          Warna cerah sekali, tidak mudah larut dalam air, membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu mewarnai dengan baik, cepat meresap ke dalam produk.
          Makanan yang diwarnai dengan pewarna Non Food Colour akan cerah sekali, karena pewarna cepat meresap kedalam produk. Biasanya tempat atau bejananya juga akan berwarna, sukar sekali dihilangkan meskipun telah dicuci. Begitu pun bila kita pegang, maka bekas pewarna akan tetap menempel.
Tabel perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Pembeda
Zat pewarna Sintetis
Zat pewarna alami
Warna yang dihasilkan
Lebih cerah
Lebih homogen
Lebih pudar
Tidak homogen
Variasi warna
Banyak
Sedikit
Harga
Lebih murah
Lebih mahal
Ketersediaan
Tidak terbatas
Terbatas
Kestabilan
Stabil
Kurang stabil
Berikut adalah beberapa jenis pewarna sintetis/buatan yang populer dan efek samping yang ditimbulkan:
1.      Tartrazine (E102 atau Yellow 5)
Tartrazine adalah pewarna kuning yang banyak digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak, pada sekitar 1 – 10 dari sepuluh ribu orang, tartrazine menimbulkan efek samping langsung seperti urtikaria (ruam kulit/biduran), rinitis (hidung meler), asma, purpura (kulit lebam) dan anafilaksis sistemik (shock). Intoleransi ini tampaknya lebih umum pada penderita asma atau orang yang sensitif terhadap aspirin.
prevalensi intoleransi tartrazin di Amerika Serikat jatuh pada angka 0,12%
Gejala alergi tartrazine dapat timbul apabila senyawa ini terhirup (inhalasi) atau ditelan (ingesti). Reaksi alergi yang timbul berupa sesak napas, pusing, migrain, depresi, pandangan kabur, dan sulit tidur.
2.      Sunset Yellow (E110, Orange Yellow S atau Yellow 6)
Sunset Yellow adalah pewarna yang dapat ditemukan dalam makanan seperti jus jeruk, es krim, ikan kalengan, keju, jeli, minuman soda dan banyak obat-obatan. Untuk sekelompok kecil individu, konsumsi pewarna aditif ini dapat menimbulkan urtikaria, rinitis, alergi, hiperaktivitas, sakit perut, mual, dan muntah.
3.      Ponceau 4R (E124 atau SX Purple)
Ponceau 4R adalah pewarna merah hati yang digunakan dalam berbagai produk, termasuk selai, kue, agar-agar dan minuman ringan. Selain berpotensi memicu hiperaktivitas pada anak, Ponceau 4R dianggap karsinogenik (penyebab kanker) di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Norwegia, dan Finlandia.
4.      Allura Red (E129)
Allura Red adalah pewarna sintetis merah jingga yang banyak digunakan pada permen dan minuman. Allura Red sudah dilarang di banyak negara lain, termasuk Belgia, Prancis, Jerman, Swedia, Austria dan Norwegia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa reaksi hipersensitivitas terjadi pada 15% orang yang mengkonsumsi Allura Red. Dalam studi itu, 52 peserta yang telah menderita gatal-gatal atau ruam kulit selama empat minggu atau lebih diikutkan dalam program diet yang sama sekali tidak mengandung Allura Red dan makanan lain yang diketahui dapat menyebabkan ruam atau gatal-gatal. Setelah tiga minggu tidak ada gejala, para peserta kembali diberi makanan yang mengandung Allura Red dan dimonitor. Dari pengujian itu, 15% kembali menunjukkan gejala ruam atau gatal-gatal.
5.      Quinoline Yellow (E104)
Pewarna makanan kuning ini digunakan dalam produk seperti es krim dan minuman energi. Zat ini sudah dilarang di banyak negara, termasuk Australia, Amerika, Jepang dan Norwegia karena dianggap meningkatkan risiko hiperaktivitas dan serangan asma.
Oleh karena itu sebaiknya konsumen sebelum membeli makanan dan minuman, harus meneliti kondisi fisik, kandungan bahan pembuatnya, kehalalannya melalui label makanan yang terdapat di dalam kemasan makanan tersebut agar keamanan makanan yang dikonsumsi senantiasa terjaga.
6.      Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B:
·         Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan.
·         Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
·         Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata.
·         Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.
·         Metanil Yellow juga merupakan salah satu zat pewarna yang tidak diizinkan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan. Metanil Yellow digunakan sebagai pewarna untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis. Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.
Batas maksimum penggunaan pewarna Tartrazine dan Pounceau 4R sebesar 200 mg/kg sedangkan untuk Sunset Yellow, Carmoisine dan Green S sebesar 300 mg/kg.
Kadar SNI yang ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg.
3.      KESIMPULAN
Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna sintetis pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu pewarna sintetis dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih   cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
4.      SARAN
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan zat pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun suji, kunyit dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Di samping itu masih ada pewarna alami dapat digunakan untuk member warna pada bahan makanan antara lain : aren, bayam merah, bunga telang, cabai merah, cacao, gendola, jambu biji, daun jati, daun katuk, kelapa, kembang sepatu, dll. 
5.      DAFTAR PUSTAKA
ü  Cahyadi,wisnu.2006.analisis dan aspek kesehatan BAHAN TAMBAHAN PANGAN.jakarta:PT.Bumi Aksara
ü  Pitojo,setijo dkk.2009.Pewarna Nabati Makanan.Yogyakarta:Kanisius
ü  Yuliarti,nurheti.2007.Awas! bahaya dibalik lezatnya makanan.Yogyakarta:ANDI

MAKALAH tb/u

A.  Pengertian
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skelatal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu, Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi di masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi.
1.    Keuntungan Indeks TB/U
Keuntungan dari Indeks TB/U antara lain:
a.    Baik untuk menilai status gizi masa lampau,
b.    Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.
2.    Kelemahan Indeks TB/U
Adapun kelemahan indeks TB/U adalah:
a.    Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun,
b.    Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya,
c.    Ketepatan umur sulit didapat.
d.    Tidak menggambarkan keadaan gizi saat ini.
e.    Sering terjadi kesalahan pembacaan skala ukur, apalagi jika dilakukan oleh orang yang tidak profesional.
B.  Indikator
TB/U dapat digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik. Seorang yang tergolong pendek “pendek tak sesuai umurnya” (PTSU) kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi atau panjang badan relatif kurang sensitive terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator TB/U yaitu dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau dan dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.
C.  Kajian
Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan sebagai berikut
Diketahui BB= 60 kg, TB=145 cm            
Umur : 15 tahun
Sex : laki-laki
     
Table weight (kg)  by  age of boys aged 15 year
Age
Standard Deviations
Yr
mth
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
15
0
31.6
39.9
48.3
56.7
69.2
81.6
94.1
Table weight (kg)  by  stature of boys 145 cm in Height
Stature
Standard Deviations
cm
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
145
0
24.8
28.8
32.8
36.9
43.0
49.2
55.4
Table stature (cm) by age of boys aged 15 year
Stature
Standard Deviations
Yr  mth
-3sd
-2sd
-1sd
Median
+1sd
+2sd
+3sd
15
0
144.8
152.9
160.9
169.0
177.1
185.1
193.2

Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

 

NIS                       : Nilai Individual Subjek
NMBR                  : Nilai Median Baku Rujukan
NSBR                   : Nilai Simpang Baku Rujukan
Untuk indeks BB/U adalah
= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.4 =  + 0,4 SD
= status gizi baik
Untuk IndeksTB/U adalah
= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 =  – 3.0 SD
= status gizi  pendek
Untuk Indeks BB/TB adalah
= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4.1 =  + 5.6 SD
= status gizi gemuk
              Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa indeks TB/U hanya menggambarkan status stunted atau tinggi dan pendeknya seseorang. Sedangkan status gizi tidak dapat diwakilkan hanya dengan menggunakan tinggi badan saja. Karena belum tentu anak dengan tinggi badan yang normal akan berstatus gizi normal, jika berat badannya juga kurang. Jadi indeks ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang khususnya anak untuk masa sekarang. Selain itu, penggunaan tinggi badan menurut umur juga tidak fluktuatif, karena tinggi badan tidak cepat naik dan bahkan mungkin juga tidak akan turun. Padahal status gizi dipengaruhi beberapa faktor, misalnya asupan makanan yang tentunya juga akan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang setiap saat. Misalnya asupan makanan yang semakin banyak belum tentu menambah tinggi badan seseorang dalam waktu singkat, tetapi jelas akan menambah berat badan seseorang seketika itu juga, sehingga status gizinya juga akan berubah pada saat pengukuran dilakukan.
              Pengambilan data tinggi badan pun juga sering mengalami kesulitan karena biasanya anak sulit untuk diminta berdiri tegak, sehingga diperlukan lebih dari satu orang untuk melakukan pengukuran. Bila hal ini dilakukan oleh tenaga yang tidak berkompeten maka akan terjadi kesalahan pembacaan skala yang menyebabkan data yang diperoleh juga tidak valid. Di samping permasalahan dalam pengambilan data tinggi badan, penggunaan variabel umur juga mengalami kendala, karena bagi masyarakat yang kurang mengetahui pentingnya mengukur status gizi, umur biasanya tidak begitu diperhatikan. Mereka lupa atau tidak mempunyai catatan tentang kelahiran dan perkembangan pertumbuhan anak mereka, sehingga hal ini juga akan berpengaruh pada hasil nantinya.
              Penggunaan indeks TB/U sangat baik untuk mengetahui status gizi masa lampau. Karena dengan diketahuinya status gizi menggunakan gambaran tinggi badan menurut umur dan misalnya hasilnya stunted, maka dapat disimpulkan bahwa anak tersebut dulunya stunted  karena ketika dilakukan pengukuran pada saat ini tinggi badan tidak bertambah. Hal ini biasanya dikaitkan dengan status ekonomi seseorang, karena kurang bisa memenuhi kebutuhan akan zat gizi yang diperlukan, sehingga menyebabkan asupan zat gizi tidak mencukupi dan pertumbuhan tidak optimal.
D.  Kategori
Tabel Penilaian  Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB 
No
Indeks yang dipakai
Batas Pengelompokan
Status Gizi
1
BB/U
 < -3 SD
Gizi buruk
 – 3 s/d  <-2 SD
Gizi kurang
 – 2 s/d +2 SD
Gizi baik
 > +2 SD
Gizi lebih
2
TB/U
 < -3 SD
Sangat Pendek
 – 3 s/d  <-2 SD
Pendek
 – 2 s/d +2 SD
Normal
 > +2 SD
Tinggi
3
BB/TB
 < -3 SD
Sangat Kurus
 – 3 s/d  <-2 SD
Kurus
 – 2 s/d +2 SD
Normal
 > +2 SD
Gemuk
Tabel  Kategori Interpretasi  Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks  (BB/U,TB/U, BB/)
Interpretasi
Indeks yang digunakan
BB/U
TB/U
BB/TB
Normal, dulu kurang gizi
Rendah
Rendah
Normal
Sekarang kurang ++
Rendah
Tinggi
Rendah
Sekarang kurang +
Rendah
Normal
Rendah
Normal
Normal
Normal
Normal
Sekarang kurang
Normal
Tinggi
Rendah
Sekarang lebih, dulu kurang
Normal
Rendah
Tinggi
Tinggi, normal
Tinggi
Tinggi
Normal
Obese
Tinggi
Rendah
Tinggi
Sekarang lebih, belum obese
Tinggi
Normal
Tinggi
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah   : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS 
Normal   : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi    :  > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

index masa tubuh (kel X)

A.    Pengertian
Pembangunan Sumber Daya manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk usia kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan serta turut berperan dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan hal tersebut adalah pembangunan di bidang kesehatan dan gizi.
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masa penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan.
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
 Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau B. mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang.
 IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Menurut rumus metrik:
Berat badan (Kg)
IMT = ——————————————————-
[Tinggi badan (m)]2
The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter(kg/m2)). Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda.18 Berbeda dengan orang dewasa, IMT pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan. Baru-baru ini The Centers for Disease Control (CDC) mempublikasikan kurva IMT. IMT dapat diplotkan sesuai jenis kelamin pada kurva pertumbuhan CDC untuk anak berusia 2-20 tahun.
IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual.
Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.
 Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai berikut : < persentil ke-5 adalah berat badan kurang, persentil ke-85 adalah overweight, dan persentil ke-95 adalah obesitas.
Jenis Obesitas berdasarkan Bentuk Tubuh 
Cara lain untuk mengetahui distribusi lemak tubuh adalah dengan cara melihat bentuk tubuh. Terdapat 3 macam bentuk tubuh berdasarkan karakteristik  distribusi lemak.
1.      Gynoid (Bentuk Peer)
http://www.obesitas.web.id/images/pear.gifLemak disimpan di sekitar pinggul dan bokong Tipe ini cenderung dimiliki wanita. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil, kecuali resiko terhadap penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).
2.      Apple Shape (Android)
http://www.obesitas.web.id/images/apple.gifBiasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe Gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri (hipertensi), diabetes, penyakit gallbladder, stroke, dan jenis kanker tertentu (payudara dan endometrium). Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pria kurus dengan perut gendut lebih beresiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk dengan perut lebih kecil.
3.      http://www.obesitas.web.id/images/fruitbox.gifOvid (Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini adalah “besar di seluruh bagian badan”. Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik
B.     Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).
Istilah “normal”, “overweight” dan “obese”  dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran / klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan. Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
·         Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
·         Wanita hamil
·         Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.


Klasifikasi BMI Menurut WHO (1998)
 
Kategori
BMI (kg/m2)
Resiko Comorbiditas
Underweight
< 18.5 kg/m2
Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
Batas Normal
18.5 – 24.9 kg/m2
Rata-rata
Overweight:
> 25
Pre-obese
25.0 – 29.9 kg/m2
Meningkat
Obese I
30.0 – 34.9kg/m2
Sedang
Obese II
35.0 – 39.9 kg/m2
Berbahaya
Obese III
> 40.0 kg/m2
Sangat Berbahaya
Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22  menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat,  dan prevalensi ini naik  menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28.
Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan BMI pada
Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)
 
Kategori
BMI (kg/m2)
Risk of Co-morbidities
Underweight
< 18.5 kg/m2
Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
Batas Normal
18.5 – 22.9 kg/m2
Rata rata
Overweight:
> 23
At Risk
23.0 – 24.9 kg/m2
Meningkat
Obese I
25.0 – 29.9kg/m2
Sedang
Obese II
> 30.0 kg/m2
Berbahaya
            Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obes. Standar baru untuk bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002).
Tipikal bentuk tubuh sesuai dengan IMT
IMT untuk laki-laki
IMT untuk wanita
C.     Kekurangan dan Kelebihan Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Meskipun demikian, terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dalam mnggunakan IMT sebagai indikator pengukuran lemak tubuh.
Kekurangan indeks massa tubuh adalah:
1.      Pada olahragawan: tidak akurat pada olahragawan (terutama atlet bina) yang cenderung berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan mereka mempunyai massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemah tubuh mereka dalam kadar yang rendah. Sedangkan dalam pengukuran berdasarkan berat badan dan tinggi badan, kenaikan nilai IMT adalah disebabkan oleh lemak tubuh.
2.      Pada anak-anak: tidak akurat karena jumlah lemak tubuh akan berubah seiringan dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang. Jumlah lemak tubuh pada lelaki dan perempuan juga berbeda selama pertumbuhan. Oleh itu, pada anak-anak dianjurkan untuk mengukur berat badan berdasarkan nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia.
3.      Pada kelompok bangsa: tidak akurat pada kelompok bangsa tertentu karena harus dimodifikasi mengikut kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 adalah berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu. (CORE, 2007).
Kelebihan indeks massa tubuh adalah:
1.      Biaya yang diperlukan tidak mahal
2.      Untuk mendapat nilai pengukuran, hanya diperlukan data berat badan dan tinggi badan seseorang.
3.      Mudah dikerjakan dan hasil bacaan adalah sesuai nilai standar yang telah dinyatakan pada table IMT.


Daftar pustaka
·         http://www.obesitas.web.id/bmi%28i%29.html

MAFIA PERIKANAN “Illegal License Maling Ikan Trilyunan Rupiah”

INDONESIA yang terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah perairannya sangat rawan terjadi penangkapan ikan secara ilegal (Illegal Fishing). Masalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik dan sejak dulu tidak pernah ditangani tuntas.

Saat ini, kasus illegal fishing sudah hampir tidak terdengar lagi bukan karena angka pelanggarannya berkurang dan ketatnya pengawasan dari aparat penegak hukum yakni Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) untuk menjaga laut di Indonesia, namun jika masih ada kasus illegal fishing yang berhasil ditangkap kapal patroli, kebanyakan adalah kapal berukuran kecil milik nelayan asing yang biasanya terjadi di wilayah perbatasan laut.

Sedangkan Kapal-kapal diatas 100 Gross Tonage (GT), bukan hanya melakukan praktek illegal fishing tetapi saat ini juga banyak melakukan praktek illegal license (penyalahgunaan ijin).

Yang dimaksud dengan illegal license adalah manipulasi ijin atau penyalahgunaan ijin. Kapal tangkap milik perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia, sebagian besar hanya mengantongi ijin formal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang didapat dengan cara mudah, namun setelah melakukan impor kapal asing, mereka (perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia) tidak membangun atau mengembangkan industrinya yang mengakibatkan daerah-daerah sentra tangkapan (Laut Arafura, Laut Natuna, Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Papua) tetap menjadi daerah miskin. Jika ada, ijin tersebut didapati dengan cara-cara yang tidak sesuai mekanisme atau tidak sesuai aturan yang berlaku.

Praktek illegal license tersebut dilakukan ribuan kapal yang melakukan aktivitas di laut Indonesia, seperti Laut Arafura, Laut Aru, Laut Banda dan lain-lain. Bahkan kapal-kapal tersebut berhasil mengelabui aparat.

Praktek illegal license saat ini marak terjadi dan hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi merugikan sebagian besar rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan adanya penyalahgunaan pemberian ijin dan proses untuk mendapatkannya.

Pemerintah seringkali membesar-besarkan jika ada penangkapan pelaku illegal fishing yang pada kenyataannya merupakan kapal-kapal milik nelayan asing yang melakukan pelanggaran di perbatasan laut. Tetapi tanpa disadari, oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebenarnya melakukan praktek illegal license yang menyebabkan Negara dirugikan triliunan rupiah.

Kalau saat ini hukum bisa dibeli oleh seorang Gayus Tambunan mengenai kasus pajak, maka dibidang perikanan diduga ada oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai Mafia Perikanan karena membekingi pelakuillegal license.

Selain itu adanya tindakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang sengaja menjual belikan perijinan impor kapal asing kepada perusahaan yang tidak berbasis industri serta Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), tanpa melalui prosedur yang sebenarnya, menyebabkan industri perikanan di Indonesia akan mati dengan sendirinya. Hal ini harus segera di berantas demi kesejahteraan rakyat kecil.

Bukan hanya itu, permasalahan yang ditemukan saat ini adalah ada indikasi pengusaha yang suka mencuri ikan di perairan Indonesia dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum, dan hal inilah yang menjadi salah satu kendala utama pemerintah memberantas illegal fishing dan illegal license.

Pemerintah, aparat penegak hukum (Kepolisian dan TNI AL) serta masyarakat seharusnya dapat bekerjasama memberantas praktek-praktek KKN yang dilakukan para pengusaha perikanan melalui praktek illegal license, guna meminimalisir kerugian Negara dan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari, praktek illegal fishing dan illegal license telah merusak sumber daya alam kita, karena selain kekayaan laut dikuras, juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan kelautan kita.

Kerugian yang harus ditanggung bangsa akibat aksi pencurian ikan oleh nelayan asing yang melakukan praktek illegal license bukan hanya menyangkut jutaan ton ikan yang habis dikuras setiap tahunnya, tapi juga berdampak pada kerusakan terumbu karang. Tak cukup sampai disitu, praktek-praktek illegal fishing dan illegal license yang dilakukan para nelayan asing telah merusak hutan bakau (mangrove). Seperti yang terjadi di pantai Selat Makasar yang dapat menimbulkan abrasi.

Mampukah Fadel Muhammad Berantas Illegal License?

Hasil kajian yang dilakukan oleh Forum Pers Pemerhati Pelanggaran Perikanan Nasional (FP4N) di beberapa wilayah menunjukkan bahwa praktik mafia perikanan sudah sangat memprihatinkan. Beberapa waktu yang lalu Indonesia Maritime Magazine berbincang dengan Ketua FP4N, Ivan Rishky Kaya di Jakarta, mengungkapkan begitu banyak fakta operasi mafia perikanan di Indonesia.

“Kajian yang kami (FP4N) lakukan dengan survey lapangan dengan mendatangi beberapa instansi pemerintah dan swasta serta mengamati langsung di lapangan” kata Ivan. Apa yang dipaparkan Ivan membuat bulu roma berdiri bak mendengar cerita horror. Lebih parahnya lagi, praktek mafia perikanan di periaran Indonesia terjadi ditengah kemiskinan nelayan dan gembar-gembor sang Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad untuk memberantas illegal fishing.

Namun apa boleh dikata, kongkalikong dan ijin operasi kapal ikan terus mengalir tanpa mengikuti prosedur yang tertuang dalam aturan main yang berlaku. Kementerian Kelautan dan Perikanan senantiasa mengumandangkan “perang” terhadap para pelaku illegal fishing, tapi dalam prakteknya justru memelihara para bandit pencuri ikan dengan modus illegal license dengan cara memani-pulasi penerbitan bahkan penyalahgunaan ijin kapal penangkap ikan.

Fakta dilapangan yang FP4N miliki menunjukkan banyak terjadi penyimpangan ter-hadap Permen No.5 Tahun 2008 junto No.12 Tahun 2001 tentang Usaha Perikanan Tangkap, pada saat proses penerbitan baru surat Izin Usaha Perikanan (SIUP-I), Surat Izin Usaha Perikanan Penanaman Modal (SIUP-PM), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Ijin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI). Dalam proses permohonan pengajuan alokasi hingga terbitnya SIUP-I, SIUP-PM, ada beberapa proses yang tidak sesuai realita, tetapi dengan sengaja oknum aparat di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP membiarkan hal itu terjadi.

Hasil analisis yang dilakukan oleh FP4N tentang kerugian Negara yang diakibatkan oleh praktek mafia perikanan sangat mengerikan. “Dengan asumsi ijin 5.000 kapal impor eks asing tidak berbasis industri, serta berdasarkan analisa diatas, maka FP4N menyatakan bahwa Kerugian Negara akibat pemberian ijin tidak berbasis Industri berdampak kepada terjadinya illegal fishing dan illegal licensedengan mengacu pada harga ikan kualitas rendah di Thailand (US$ 2.000,-/ton) maka kerugian Negara adalah sebesar Rp 218.450.000.000.000,- pertahun” papar Ivan.

Menurut Ivan ada beberapa perusahaan yang terindikasi melakukan praktek mafia perikanan berdasakan kajian FP4N adalah PT. Pusaka Benjina Resources, PT. Dwi Karya Reksa Abadi, PT. Yongshun, PT. Maju Bersama Jaya, PT. Tanggul Mina Nusantara, PT. Samudera Pratama Jaya, PT. Hadidgo, PT. Jaring Mas, PT. Thalindo Arumina Jaya, PT. Kristalin Eka Lesari, PT. Sumber Laut Utama, PT. Nusantara Fishery, PT. Tofico, PT. Sinar Abadi Cemerlang, PT. S&T Mitra Mina Industri, PT. Bonecom dan PT. Vinisi Inti Line.

“Perusahan lokal yang diduga menjadi broker dan terindikasi melakukan praktek mafia perikanan adalah PT. Yongshun yang diduga dibekingi seorang politisi yang cukup terkenal” lanjut Ivan.

“Sebagai contoh, PT. Dwikarya Reksa Abadi berdasarkan kajian dan penelusuran FP4N memiliki asset yang sangat besar di Negara China, seperti membangun terowongan dan jalan tol dari hasil jarahan ikan di Indonesia” cetus Ivan seraya menunjukkan company profile perusahaan tersebut.

Melihat realitas yang terjadi, ini sungguh ironis, sebab sebuah negara kepulauan yang kaya dengan sumberdaya alam yang sangat melimpah, masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara segelintir orang dengan kekuasaan yang mereka miliki lantas melakukan perbuatan keji dengan berkolaborasi dengan para maling dan bandit dari Negara lain untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.

Bahkan akibat maraknya illegal license ini, industri perikanan yang besar dan nyata lambat laun bisa gulung tikar jika tidak ada upaya pemerintah untuk segera menghentikan praktek mafia illegal licenseini.

“Sebaiknya oknum-oknum yang terlibat dalam memuluskan langkah para mafia ini dilaporkan kepada KPK atau pihak yang berwenang karena telah menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negara” lanjut Ivan

Masalah illegal fishing yang selama ini di gembar-gemborkan Kementerian Kelautan dan Perikanan ternyata memiliki dampak yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan praktek illegal license ini. Hal ini dikarenakan, illegal license bersifat lebih massif dan jumlah kapal yang beroperasi dengan menggunakan illegal license ini jauh lebih banyak. Malah terkadang, kapal-kapal ini lolos dari pengawasan patroli karena memiliki semua persyaratan (diperoleh secara illegal) untuk beroperasi (menangkap ikan).

“Illegal fishing itu ibarat penyakit kanker tapi belum sampai pada stadium I, sementara illegal licenseitu sudah masuk dalam kategori kanker stadium IV, karena sudah merusak tatanan baik birokrasi maupun politik di republik ini” tutur Ivan dalam nada geram.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP adalah institusi yang paling bertanggung jawab dengan maraknya praktek mafia perikanan tangkap di Indonesia. Dalam hal ini, memberikan keleluasaan kepada para mafia perikanan untuk menguras sumberdaya alam Indonesia dengan cara-cara yang keji.

“Namun pertanyaan kita (FP4N), mampukah seorang Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan membereskan anak buahnya yang telah berbuat keji tersebut” pungkas Ivan seraya menunjukkan hasil kajiannya.

Berdasarkan kajian yang ada, tentunya sudah saatnya rakyat Indonesia segera mengentikan praktek mafia perikanan yang memiskinkan nelayan dan merugikan negara triyunan rupiah. Mari kita bersatu padu untuk segera mengungkap dan membongkar praktek mafia perikanan di Indonesia.

AKIBAT DITERJANG LAHAR MERAPI

AKIBAT DITERJANG LAHAR MERAPI  Sebagian Warga Merasa Diuntungkan 
MUNTILAN. Dinamika Bangsa
       Pasca meletusnya gunung merapi beberapa bulan yang lalu telah membuat wilayah desa yang terkena imbas lewatnya lahar yang dimuntahkan oleh gunung merapi memporak porandahkan sebagian pemukiman serta lahan pertanian warga desa trising kac.gluduk kab.muntilan kini berubah menjadi lahan tumpukan matrial batu-batu besar serta pasir yang berasal dari muntahan mulut gunung merapi.

Bahkan salah satu jembatan yang selama ini menjadi sektor utama akses yang menghubungkan desa trising dengan desa lain telah putus,akibatnya kedua warga dari masing-masing desa harus bersusah payah menyeberangi sungai dalam menjalankan aktifitasnya  sehari-hari, hal semacam itupun bisa mereka lakukan jika tidak lagi hujan turun sebab jika hujan sudah mulai mengguyur tidak satupun warga desa yang berani menyeberangi sungai, dikarenakan jalan tersebut selalu jadi aliran lahar dingin gunung merapi bahkan jika hujan turun begitu lebat bisa dipastikan lahar dingin gunung merapi merendam beberapa desa sekitarnya salah satunya yang bisa dibilang parah yaitu desa trising hal ini benar-benar memprihatinkan ketika wartawan DB mendatangi lokasi tersebut wawancara dengan salah satu warga yang kebetulan saat itu sedang mencari batu dibantaran sungai, pak santo (45 th) adalah warga desa trising asli dengan jelas menceritakan perihal suka maupun duka pasca meletusnya gunung merapi.  

Namun dibalik kesedihan para warga desa yang kehilangan sawah maupun ladangnya kini mereka masih bisa mendapatkan penghasilan meskipun secara terpaksa harus berganti profesi yang dulunya bertani sekarang berganti menjadi penambang pasir serta batu disepanjang sungai  walaupun menjadi penambang pasi dan batu tidak bisa kami lakukan setiap hari ‘mas, karena jika hujan turun sungai banjir lahar dingin apa lagi jika hujannya lama lahar dinginnya bisa meluap kepemukiman warga,tegas pak santo beserta beberapa warga pada wartawan DB.*Hendra

17 Guru non PNS di desa Tasikharjo menerima Honor

Kaliori-17 guru Non Pegawai negeri sipil (PNS) di desa Tasikharjo, kecamatan Kaliori, meliputi 3 guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 4 guru Taman Kanak_kanak (TK) dan 10 guru Madrasah Diniyah, mendapat honor dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MPd) pasca dampak krisis tahun 2011.

Pembagian honorer guru senilai 18 juta rupiah lebih-diperuntukkan bagi 17 guru selama 1 tahun secara bertahap mulai bulan Desember 2011 hingga hingga bulan Nopember 2012. Sehingga masing-masing guru nantinya akan menerima sekitar Rp 1 Juta


Kepala desa Tasikharjo-Sutono mengatakan, pembagian honorer guru non PNS sesuai dengan usulan yang diajukan pada musyawarah desa PNPM-MPd pasca dampak krisis. Dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu. Khusunya dipilih non PNS maupun non perangkat desa.


Sutono mengharapkan dengan adanya honorer guru tersebut dapat membantu meringankan beban guru. Karena guru-guru tersebut bekerja tanpa mendapat gaji tetap.( Masudi )

Daya serap telur di bulan sapar

Jika kita perhatikan kisaran harga yang terjadi pada bulan lalu atau bulan suro harga telur berada pada kisaran yang cukup tinggi, meskipun pada umumnya permintaan telur pada bulan suro itu biasanya cukup rendah. Hal ini disebabkan permintaan telur di luar kebutuhan pokok sehari-hari cukup minim, karena pada bulan suro di anggap oleh kebanyakan masyarakat jawa merupakan bulan yang kurang baik dalam melaksanakan hajatan.

Tetapi pada bulan suro kemarin harga telur tetap saja berada pada kisaran yang cukup tinggi, hal ini bisa juga disebabkan karena pada bulan kemarin ada permintaan di luar kebiasaan, yaitu adanya hari natal dan tahun baru. Tentu saja hal tersebut memberikan kontribusi terhadap daya serap telur yang tidak sedikit.

Untuk bulan sapar seperti saat ini, biasanya memang sudah mulai banyak acara-acara hajatan di digelar oleh masyarakat. Jadi jika dibandingkan dengan kebutuhan normal bulan suro, bulan sapar ini cenderung lebih besar. Hanya saja kemungkinan permintaan pasarnya tidak sebesar dalam mengahadapi Hari Natal dan Tahun baru Kemarin.