PERKEBUNAN KARET

Perkebunan karet merupakan salah satu pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya alam menurut Bagja Waluya (2007:94): “merupakan istilah yang berhubungan dengan materi-materi kekuatan alam yang terdapat di planet Bumi serta mampu dan berpotensi memberikan manfaat bagi manusia”. Selanjutnya Bagja Waluya (2007:94–95) menjelaskan bahwa segala sesuatu yang berada di alam (di luar manusia) yang dinilai memiliki daya guna untuk memenuhi kebutuhan, sehingga tercipta kesejahteraan hidup manusia dinamakan sumberdaya alam (natural resources). Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam yang dapat dipakai untuk kepentingan hidupnya. Sumberdaya alam dapat dikatakan sebagai semua potensi lingkungan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia. Potensi atau persediaan itu baru akan menjadi sumberdaya jika kemampuan budaya (manusia) telah dapat memanfaatkannya. Sebaliknya, kekayaan alam yang tersimpan di dalam Bumi ini akan tetap sebagai potensi yang tidak berkembang atau belum bermanfaat jika kemampuan manusia dalam mengelola alamnya belum memadai. Untuk dapat mengolahnya secara maksimal tentu dibutuhkan bekal ilmu pengetahuan tentang karakteristik berbagai macam potensi sumberdaya alam serta teknologi yang memadai untuk mengeksploitasi atau memanfaatkan  kekayaan tersebut. Satu kekayaan alam itu adalah tanaman karet yang selanjutnya sering disebut dengan karet alam. Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya alam dari karet alam ini pada tingkat dasar disebut perkebunan karet.

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, eksiklopedia bebas (id.wikipedia.org/wiki/Karet) bahwa karet alam adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan


Berdasarkan letaknya, tanaman karet alam (Hevea brasiliensis) termasuk sumberdaya alam yang berada di atas permukaan Bumi. Berdasarkan materialnya, karet alam termasuk sumberdaya alam material padat. Berdasarkan jumlahnya, karet alam termasuk sumberdaya alam yang terbatas. Berdasarkan kemungkinan pengolahannya/keberadaanya, karet alam termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Sedang berdasarkan sifat atau asalnya, karet alam termasuk sumberdaya alam biotik (sumberdaya alam hayati). Adapun menurut derajat nilai ekonominya, karet alam termasuk sumberdaya alam  bernilai ekonomis.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa alah satu upaya pemanfaatan sumberdaya alam dari karet alam ini pada tingkat dasar adalah dalam bentuk perkebunan karet. Tanaman karet ini dikebunkan pada lahan yang berketinggian antara 0m–700m di atas permukaan laut. Sedangkan gambar yang tertera di atas adalah usaha perkebunan karet yang bentuk pengusahaannya dikelola oleh sebuah perusahaan besar. Lokasinya di Malang Selatan pada lahan perbukitan kapur berketinggian sekitar 500m di atas permukaan laut.

Karet alam merupakan barang dagangan (komoditas) yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut informasi, Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah Malaysia dengan wilayah perkebunan terluasnya terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sebagai komoditas ekspor nonmigas, karet alam menduduki peringkat ke-sembilan dengan negara tujuan ekspornya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, Singapura, dan Jerman. Lembaran getah karet hasil perkebunan karet alam selanjutnya diolah menjadi ban dan berbagai perlengkapan dalam industri otomotif, peralatan listrik, peralatan kesehatan, dan sebagainya.

Sumber:
– Waluya, Bagja. 2007. Memahami Geografi SMA/MA 2. Bandung: Armico.
– Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas (id.wikipedia.org/wiki/Karet).

APEL MALANG

Malang dikenal sebagai penghasil apel di Indonesia. Daerah penghasil utama apel wilayah Malang Raya adalah Kota mBatu yang merupakan kota pemekaran dari Kabupaten Malang. Kota mBatu (750m) terletak di kompleks gunung berapi Anjasmoro–Arjuno–Welirang–Buthak–Kawi. Sedang penghasil apel di Kabupaten Malang sendiri kini tinggal di Kecamatan Poncokusomo, sebuah kecamatan di timur Kota Malang yang tepatnya berada di lereng kompleks pegunungan berapi Bromo–Tengger–Semeru. Ketinggian Kecamatan Poncokusumo pun lebih kurang sama dengan ketinggian Kota mBatu. Kedua tempat tersebut memang ideal untuk dijadikan lahan perkebunan apel mengingat letaknya di ketinggian, udaranya sejuk (suhu udara rata-ratanya sekitar 22 derajat Celsius), dan tanahnya dari material vulkanik yang sangat subur dengan pH tanah antara 6 sampai 7.

Apel merupakan tanaman buah yang dikembangkan dalam usaha perkebunan. Apel ini sering pula dikelompokkan dalam holtikultura. Apel yang dikembangkan di Kota mBatu dan Poncokusumo awalnya berasal dari tumbuhan apel liar yang hidup di hutan (Malus pumilla) yang menurut satu sumber merupakan apel asli Indonesia. Apel tersebut kemudian dibudidayakan penduduk sebagai usaha perkebunan. Namun usaha tersebut kini telah berkembang menjadi sebuah industri pariwisata seiring semakin meningkatnya daerah tersebut sebagai daerah tujuan wisata, di samping sebagai penghasil buah-buahan dan sayuran pegunungan, serta sebagai tempat diadakannya rapat kerja dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis. Adapun usaha perkebunan yang dikembangkan bersama dengan paket wisata itu kemudian lebih dikenal dengan agrowisata.

Perkembangan selanjutnya, jenis-jenis apel yang dikembangkan di mBatu, terutama yang ada di komplek agrowisata antara lain apel Manalagi, Jonathan Ana, Rum Beauty, dan Wangling. Apel Manalagi memiliki karakteristik: berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan dan berbintik putih, rasanya manis, sedikit air, dan kulit tebal. Apel jenis ini berasal dari Jepang. Sedang apel Jonathan Ana bentuknya lonjong, warna hijau kekuningan dengan semburan warna merah, rasanya asam manis, banyak mengandung air, dan kulitnya tipis. Konon Apel Jonathan Ana berasal dari Israel. Untuk apel Rum Beauty berbentuk bundar, berwarna hijau tua dengan variasi merah, rasa asam manis, sedikit air, dan kulit tebal. Apel tersebut didatangkan dari Belanda. Untuk apel Wangli, menilik namanya apel ini berasal dari China. Bentuknya bundar, berwarna hijau tua berbintik-bintik coklat, memiliki rasa manis, banyak mengandung air, dan kulit tipis. Apel mulai berbuah setelah berumur 4 tahun dengan masa panen setiap lima setengah bulan sekali. Produk apel dari petani dipasarkan dalam bentuk buah segar dan dalam bentuk produk olahan. Sebagai buah segar, apel Malang dikirim di berbagai kota di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Sedang produk olahan dari buah apel menghasilkan minuman kemasan sari apel, keripik apel, dodol/jenang apel, kosmetik, bahkan juga kompos. Dengan demikian satu lagi sektor yang tercipta melalui apel ini, yakni sektor industri kerajinan/industri ringan yang juga bisa masuk industri rakyat maupun industri kecil sampai industri sedang. Jelas ini banyak menyerap tenaga kerja. Belum lagi tumbuhnya sektor perdagangan dan jasa transportasi (Dari berbagai sumber).

SUKA DUKA BETERNAK SAPI

Sebagaimana disampaikan dalam posting terdahulu, bahwa beternak merupakan usaha sampingan yang dilakukan oleh para petani di sela-sela kegiatan utamanya bercocok tanam. Usaha peternakan yang banyak diminati petani akhir-akhir ini adalah beternak sapi. Semula mereka hanya mengenal sapi brahman yang konon merupakan sapi hasil silangan dari sapi keturunan banteng dengan sapi dari India. Warna bulu sapi brahman adalah putih. Belakangan mereka sudah mulai memeliharan sapi unggul simental, limosin, dan brangus. yang sebenarnya merupakan sapi impor. Sapi simental dikenal memiliki warna coklat kemerahan dengan muka berwarna putih. Sapi limosin berwarna coklat kemerahan dengan ciri tubuh panjang, bergelambir hampir sampai ke tanah, dan kaki relatif pendek. Sedang sapi brangus mudah dikenali karena warnanya hitam pekat. Mereka berharap dengan beternak sapi tersebut, harga jualnya meningkat hingga memperoleh pendapatan yang meningkat pula. Awalnya mereka memang bisa menikmati hasil lebih dari beternak sapi-sapi tersebut. Namun ternya hal tersebut tidak berlangsung lama. Kini harga jual sapi menjadi turun drastis. Banyak peternak sapi yang kelimpungan karena sapinya dihargai rendah. Bahkan di antaranya ada yang rugi. Hal itu terjadi karena membanjirnya sapi impor dari Australia.

Hal tersebut juga dialami seorang tetangga yang hanya memiliki tiga ekor sapi, dua ekor sapi dewasa dan seekor sapi anakan. Salah satu sapinya seperti yang tertera pada gambar di atas. Sapi simental, entah keturunan yang keberapa. Sapi itu pun dibeli patungan dengan seorang tetangga yang lain. Ketika ada kabar sapi impor dari Australia dihentikan, tetangga tersebut segera menjual sapi tersebut. Ternyata dari hasil penjualan sapi tersebut, mereka hanya dapat untung Rp 500.000,- dibagi dua orang setelah menunggu beberapa bulan. Keuntungan itupun tidak memperhitungkan biaya pakan dan perawatan karena ketika membeli, sapi tersebut dalam keadaan sakit. “Tubuhnya ketika itu penuh luka dan dalam keadaan kurus”, kata tetangga pemilik sapi tersebut. Tetangga tersebut kemudian menuturkan bahwa sekarang ini harga sapi tambah turun karena kran impor sapi dari Australia dibuka lagi, di samping lantaran sulitnya mencari rumput seiring berlangsungnya musim kemarau. Tetangga tadi juga menuturkan bahwa tren sapi yang diternakkan sekarang menurut pamannya yang juga peternak adalah sapi Belanda. Mungkin yang dimaksud ya sapi import dari Australia itu. Memang Australia memiliki beberapa jenis ternak sapi pedaging. Menurut Geografi Australia (1997:80) “beberapa jenis ternak sapi yang dipelihara di Australia adalah ternak sapi Brahman (Bos indicus), ternak sapi Hereford (Bos taurus), Belmont Red – Africander/Hereford/Shorthorn (Bos indicus/Bos taurus), Braford–Brahman/Hereford (Bos indicus/Bos taurus), Droughtmaster (Bos indicus/Bos taurus), dan Santa gertrudis–Shorthorn/Brahman (Bos indicus/Bos taurus).

Sumber:
– Thornto, Carol dkk (Penerjemah: Machali, Rochayah). 1997. Geografi Australia. Canberra: Lembaga Australia-Indonesia (Australia-Indonesia Institute) untuk Pemerintah Australia, bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

SUMBERDAYA ALAM HEWANI

Sektor peternakan merupakan satu jenis kegiatan sektor ekonomi dari sumberdaya alam hayati, khususnya dari sumberdaya alam hewani. Sumberdaya alam hayati sendiri menurut asalnya sering disebut dengan sumberdaya alam organik (biotik), artinya sumberdaya alam yang berasal dari makhluk hidup. Sumberdaya alam peternakan ini juga termasuk dalam sumberdaya alam yang dapat diperbaharui renewable resources), yakni melalui reproduksi. Sedangkan pengertian dari sumberdaya alam (natural resources) itu sendiri menurut K. Wardiatmoko (2004:102) adalah: ” semua kekayaan berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di Bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia”.

Umumnya usaha peternakan yang dikembangkan di Indonesia, khususnya di pulau Jawa masih sebagai usaha sampingan. Usaha tersebut dikembangkan disela-sela aktifitas utamanya sebagai petani (di sektor pertanian). Lantaran itu kegiatan peternakan yang dilakukan hanya bersifat untuk mencukupi kebutuhan keluarga (subsistence), di samping karena terbatasnya modal dan rendahnya tingkat pengetahuan untuk mengembangkan sektor usaha ini. Mereka hanya bisa beternak dalam jumlah yang relatif terbatas. Tragisnya jumlah ternak yang terbatas itu di antaranya juga bukan milik peternak sendiri. Mereka hanya mengharapkan bagi hasil dari pemodal atau pemilik ternak yang sesungguhnya. Masih sangat terbatas masyarakat Indonesia yang benar-benar mengembangkan sektor peternakan ini sebagai usaha utamanya.

Berdasarkan jenis dan ukurannya, hewan ternak yang dikembangkan di Indonesia dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Hewan ternak besar.
Kelompok hewan ternak besar yang dikembangkan di Indonesia meliputi sapi, kerbau, dan kuda. Awalnya jenis ternak ini dikembangkan untuk dimanfaatkan tenaganya untuk menarik bajak di sawah, menarik gerobak atau delman; di samping sebagai pengangkut beban. Selanjutnya dari ternak besar ini dimanfaatkan pula daging, susu, kulit, dan kini tanduk serta tulangnya juga.
2. Hewan ternak sedang.
Kelompok hewan ternak sedang yang dikembangkan di Indonesia meliputi kambing, domba (biri-biri), dan babi. Lantaran faktor religi, khusus babi banyak diternakkan oleh kelompok masyarakat nonmuslim. Jenis ternak ini sering pula disebut sebagai jenis ternak budaya, artinya dalam pengembangan peternakan ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan (baca religi) masyarakat setempat.
3. Hewan ternak kecil.
Kelompok hewan ini yang diternakkan di Indonesia di antaranya adalah kelinci. Jenis ternak ini dikembangkan, terutama untuk diambil dagingnya dan juga untuk ternak hias. Usaha peternakan kelinci banyak dikembangkan di Sarangan (Kabupaten Magetan), Tawangmangu (Kabupaten Karanganyar), Kota mBatu, dan Kabupaten Malang,
4. Hewan ternak unggas.
Kelompok hewan ternak unggas yang dikembangkan di Indonesia meliputi ayam, bebek (itik), entog (itik srati), angsa, dan burung. Hewan ternak ayam, bebek, entog, angsa, dan burung puyuh dimanfaatkan untuk diambil telur, daging, dan bulunya. Sedang beberapa jenis burung lainnya diternakkan untuk dinikmati keindahan suara dan/atau bulunya sebagai burung kegemaran; misalnya perkutut, punglor, murai, dan sebagainya. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan pula peternakan burung unta yang didatangkan dari daratan Afrika. Burung unta ini banyak diternakkan di Nusa Tenggara.

Di samping pengelompokan di atas, kini telah ada pula yang mengembangkan usaha peternakan hewan-hewan tertentu. Hewan-hewan tertentu itu antara lain buaya, kijang, ayam bekisar (persilangan antara ayam hutan hijau dengan ayam kampung untuk dinikmati keindahan suaranya), dan beberapa hewan lainnya.

Sumber:
– Akhwan, Nur Hasan. 2004. Geografi 2b (Lembar Kerja dan Tugas Siswa). Surabaya: Bintang Karya.
– Salladien. 1982. Geografi dan Kependudukan. Surabaya: Bina Ilmu.
– Waluya, Bagja. 2007. Geografi 2 SMA/MA. Bandung: Armico.
– Wardiyatmoko, K. 2004. Geografi SMA 2. Ciracas, Jakarta Timur: Erlangga.

Andakah yang Menjadi Investor Kaolin dan Zeolit?

Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang merupakan daerah yang kaya sumberdaya alam. Kekayaan sumberdaya alam itu tidak hanya berasal dari perkebunan, sawah, dan perikanan, tetapi juga dari sumberdaya mineral. Sumberdaya mineral yang sudah dieksploitasi di antaranya adalah piropilit, batugamping, dan batu vulkanik (andesit). Walau demikian banyak mineral yang ada di daerah Malang Selatan itu masih berupa potensi yang belum dieksploitas karena belum ada investor yang tertarik. Mineral-mineral ataupun bahan galian yang ada di daerah tersebut antara lain batubara, batulempung, sekis, emas, tembaga, kaolin, dan zeolit. Kaolin dan zeolit hampir dapat dipastikan ditemukan dalam jumlah besar.

Seperti yang pernah dituliskan pada posting terdahulu yg bersumber dari Direktorat Pertambangan Departemen Pertambangan (1969:203) bahwa kaolin (Al2O3 2SiO4.2H2O) tersusun dari mineral kaolinit, nakrit, dan dickit. Kaolin ini dapat digunakan untuk keramik, bahan tahan api, perabotan rumah tangga, filter dan coating pada pabrik kertas, obat-obatan, semir, pasta gigi, sabun kompon, alat-alat asah, industri cat, industri tekstil, industri karet, dan industri kimia. Sedang zeolit menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas (4 Juli 2011, 04:11) bahwa zeolit merupakan senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation natrium, kalium, dan barium. Zeolit ini dapat digunakan sebagai katalis untuk mengubah alkohol menjadi hidrokarbo sehingga alkohol dapat digunakan sebagai bensin. Jika di antara pembaca ada yang berminat menjadi investor untuk menambang kedua bahan galian tersebut dapat menghubungi bapak Ibnu Harsoyo pada nomor telepon seluler +62856499911945 atau ke nomor +6281334770499. Menurut beliau, hasilnya nanti akan digunakan untuk memajukan pendidikan mensejahterakan masyarakat di daerah tersebut.

Sumber:
– Direktorat Pertambangan Departemen Pertambangan. 1969. Bahan Galian Indonesia. Jakarta: Departemen Pertambangan.
– Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 2011. Zeolit. (http://id.wikipedia.org/wiki/Zeolit.

KOPI YANG TAK BERBUAH MAKSIMAL

“Itulah dampak lain dari tingginya curah hujan”, tutur seorang warga di Desa Sidomulyo Kecamatan Sumbermanjing menjawab pertanyaan “nuansa masel” tentang sedikitnya buah kopi yang dihasilkan tanaman kopi di sana, padahal pohonnya terlihat tumbuh subur. Dalam keadaan normal, buah kopi tersebut akan berderet di sepanjang ranting pohon kopi. Sedang buah kopi yang ada menggerombol tak seberapa banyak. Bahkan di antaranya sudah rusak sebelum dipetik.

Desa Sidomulyo yang secara administratif masuk Kecamatan Sumbermanjing berada di ketinggian 375m di atas permukaan laut. Geomorfologinya berupa daerah berbukit dan berlembah curam yang berdekatan dengan laut selatan, yakni samudera Indonesia/samudera Hindia. Secara geologis, daerah tersebut tersusun dari formasi batuan kapur yang terlihat berselang-seling batuan vulkanis. Bahkan di antaranya ditemukan pula semacam batuan metamorf. Tanahnya relatif subur dengan vegetasi penutup berupa pertanian perkebunan. Seperti yang di-posting-kan sebelumnya, bahwa daerah tersebut merupakan daerah penghasil perkebunan cengkeh, kelapa, kopi, pisang, manggis, durian, dan beberapa hasil pertanian lainnya. Daerah ini juga kaya akan mineral dan bahan galian. Curah hujan yang ekstrim akibat dari gangguan iklim global “La Nina” mengakibatkan produk perkebunan turun, seperti halnya kopi. Nampak kuat pengaruh iklim (dalam hal ini tingginya curah hujan) terhadap perkembangan pembuahan tanaman perkebunan, tidak terkecuali kopi.

Kopi yang ditanam di desa tersebut ada dua jenis, yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Namun kopi robusta yang nampaknya mendominasi tanaman perkebunan penduduk. Ada yang menuturkan karena kopi robusta yang berdaun lebih kecil dari kopi arabika itu lebih mudah perawatannya dan tanah hama dan penyakit.

TEBING KAOLIN

Tebing kaolin yang gambarnya tertera di samping adalah sebuah tebing tegak setinggi lebih kurang 2,40m, tersusun dari bahan galian kaolin. Tebing kaolin ini terbentuk lantaran singkapan yang dilakukan manusia. Tebing tersebut merupakan lahan milik penduduk yang di atasnya terdapat bangunan rumah dan pekarangan. Tebing kaolin tersebut berlokasi di desa Kedungbanteng Kecamanat Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Itulah salah satu lokasi kuliah lapangan–Geologi mahasiswa Jurusan Fisika/Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Brawijaya (UB) Malang. Kuliah lapangan ini dibimbing langsung oleh Ketua Jurusan Fisika/Program Studi Geofisika, Adi Susilo, P.Hd. Dalam kegiatan ini, Adi Susilo, P.Hd. mengajak serta “nuansa masel” dan Kepala SMA Negeri 1 Sumbermanjing, Drs. Ibnu Harsoyo pada hari Ahad, 12 Juni 2011.

Seperti yang ada pada posting sebelumnya (lihat pada posting berjudul “Bahan Galian Kaolin”), kaolin (Al2O32SiO4.2H2O) merupakan satu contoh dari tanah liat berkualitas tinggi, lunak, dan tidak plastis. Mineral penyusunnya adalah kaolinit, nakrit, dan dikit dengan kekerasan antara 2–2,5 dan berat jenisnya 2,6–2,63. Seperti nampak pada gambar, warna bahan galian ini adalah putih, abu-abu putih, dan kemerah-merahan. Di samping itu ada pula kaolin yang berwarna abu-abu, kuning, atau kemerah-merahan. Endapan kaolin terjadi melalui pelapukan dan dekomposisi batuan beku dan batuan metamorf yang kaya alumunium silikat (gramit, greissen, dan porfiri kuarsa). Deposit kaolin juga bisa terjadi oleh proses kaolinisasi pada batuan felsfatik, dimana mineral-mineral potas alumunium silikat dan feldspar dirubah menjadi kaolin.

Ketika seorang mahasiswa menanyakan manfaat kaolin, sang pemilik lahan yang berada di atas tebing nyeletuk, “untuk cat ya pak”. Memang benar, salah satu manfaat dari kaolin dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk pembuatan cat. Di samping itu, kaolin juga dimanfaatkan untuk keramik; bahan tahan api; porselen; bahan campuran dalam industri kertas, tekstil, karet, obat-obatan, semir, pasta gigi, kompon, dan industri kimia lainnya; serta plaster dinding. Ingat! Bahan tahan api yang dipakai dalam pembuatan pesawat ulang-alik milik Amerika Serikat itu berasal dari kaolin.

Sumber bacaan:
Direktorat Pertambangan, Departemen Pertambangan. 1969. Bahan Galian Indonesia. Jakarta: Departemen Pertambangan.

JAGUNG

Suatu kebahagiaan tiada tara bagi petani apabila cucuran keringatnya membuahkan hasil. Lahan yang mereka olah, kemudian ditanami, dan dirawatnya selama beberapa bulan, akhirnya panen sudah di depan mata. Itu benar-benar lantaran peluh mereka sendiri. Bukan kerja akal-akalan yang merugikan banyak pihak. Seperti yang nampak pada gambar, jagung yang montok-montok siap dipetik.

Jagung merupakan tanaman semusim yang umurnya antara 80hari–150hari, tingginya antara 1m–3m, berakar serabut, berbatang tegak beruas-ruas, berdaun sempurnya berbentuk memanjang, memiliki bungan jantan dan bunga betina yang terpisah. Tanaman ini berasal dari Meksiko bagian selatan (Amerika Tengah) yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis (panas) maupun subtropis (setengah panas) pada ketinggian 0m–1.500m di atas permukaan laut. Jagung ditanam pada lahan kering di ladang (tegalan) maupun di sawah ketika musim kemarau atau sawah yang airnya sudah hampir tidak ada lagi. Ada pula yang ditanan di lahan babadan, yakni lahan hutan produksi milik Perhutani yang telah ditembang pepohonannya (misalnya pada hutan jati), kemudian sebelum ditanami bibit yang baru, ditanami jagung terlebih dahulu. Biasanya hal tersebut merupakan bentuk kemitraan antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan. Tanaman jagung dapat hidup di berbagai jenis tanah, asal tidak memiliki kandungan air yang berlebihan.

Jagung menurut klasifikasi tumbuhan berdasarkan kebutuhan air, termasuk mesofit. Sedang menurut kelas vegetasi dalam biosfer, termasuk dalam biocycle daratan. Tanaman jagung yang banyak dikembangkan di Indonesia memiliki biji berwarna putih dan kuning. Sebagian kecil berwarna kuning keunguan dan ungu kemerahan.

Jagung sebagai sumberdaya alam; berdasarkan lokasi/letaknya, jagung termasuk sumberdaya alam di permukaan Bumi yang berupa daratan (sumberdaya terestrial). Berdasarkan kemungkinan pengolahannya, jagung termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resourcess). Berdasarkan sifatnya, jagung termasuk sumberdaya alam hayati (biotik). Menurut derajat nilai ekonomisnya, jagung termasuk sumberdaya alam bernilai ekonomis karena memiliki harga, dapat diperjual-belikan, dan dalam proses pengolahannya memerlukan biaya dan teknologi tertentu. Sedangkan menurut pemanfaatan sumberdaya alamnya, jagung termasuk sumberdaya alam pertanian pada lahan kering, baik pada pertanian ladang tetap maupun ladang berpindah.

Jagung merupakan makanan pokok sebagian penduduk, di samping padi, gandum, dan sagu. Menurut Bagja Waluya (2007:116) “jagung merupakan makanan pokok sebagian penduduk yang tinggal di Madura, Nusa Tenggara Timur, dan Minahasa. Daerah persebaran jagung di Indonesia antara lain Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat”. Menurut pengamatan “nuansa masel” daerah sentra jagung di Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang. Khusus di Kabupaten Kediri dan Nganjuk, sejauh mata memandang, jagung merupakan tanaman yang mendominasi lahan pertanian penduduk. Bahkan di Pare, ibukota Kabupaten Kediri terdapat sebuah bangunan besar di antara lahan pertanian jagung. Menurut penuturan, bangunan tersebut sedianya digunakan untuk pabrik pengolahan minyak jagung yang kemudian urung beroperasi.

Di samping sebagai makanan pokok, jagung dalam kehidupan sehari-hari bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, pakan ternak (baik hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya, dibuat tepung (tepung maizena), bahan baku industri, bahan baku furfural, dan untuk bahan farmasi (untuk jagung yang telah direkayasa genetikanya).

Keterangan gambar:
Dokementasi pribadi pada obyek tanaman jagung di ladang jagung wilayah Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang. Jagung tersebut merupakan jagung varietas unggul dengan dua tongkol. Sebelum dipanen, jagung yang telah tua dipotong dahulu bagian atasnya, hingga tinggal batang dengan dua tongkol yang sudah mulai mengering. Cara ini dipakai untuk membantu proses pengeringan biji jagung dan sekaligus untuk memudahkan proses pemanenan. Sementara proses pengeringan berlangsung, di antara pangkal batang jagung sudah tumbuh tanaman pertanian yang baru. Dengan demikian lahan pertanian ini tak sempat terbengkelai. Sesudah jagung dipetik, tanaman baru tersebut telah tumbuh dan berkembang. Biasanya jenis tanaman tersebut adalah lombok.

Sumber:
1. Waluya, Bagja. 2007. Memahami Geografi SMA/MA Jilid 2. Bandung: Armico.
2. Wardiyatmoko, K. 2004. Geografi SMA Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
3. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Situs: http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung

PADI GOGO

Padi gogo adalah tanaman pertanian yang diusahankan di lahan kering pada di daerah yang bercurah hujan rendah atau pada bagian teratas dari suatu daerah berlereng yang tidak/kurang mampu menampung air relatif lama. Dalam siklus hidupnya, padi gogo yang dikembangkan petani saat ini berumur sekitar empat bulan. Artinya semenjak benih padi gogo ini disemai, kemudian dipanen, masa hidupnya selama empat bulan. Lantaran itu, padi gogo termasuk jenis tanaman semusim. Biasanya tanaman ini diusahan petani hanya ketika musim penghujan. Jadi dalam setahun petani hanya melakukan penanaman padi jenis ini hanya sekali. Setelah itu lahan ditami jagung atau jenis tanaman lain.

Tidak jarang setelah panen, lahan tersebut dibiarkan saja tanpa ditanami budidaya apapun (bahasa Jawa; bero). Dalam praktiknya, sistem yang dikembangkan petani dalam penanaman tumbuhan makanan pokok ini adalah sistem tumpangsari. Misalnya antara padi gogo dengan ketela pohon (seperti nampak dalam gambar) atau dengan jenis tanaman lainnya.
Gambar tersebut di atas merupakan lahan pertanian padi gogo yang bisa dijumpai di daerah Malang Selatan. Perkiraan umur padi tersebut sekitar dua bulan. Padi gogo banyak pula dikembangkan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memang dikenal sebagai daerah yang bercurah hujan rendah. Rata-rata musim penghujan di kedua daerah tersebut hanya berlangsung selama tiga bulan. Sistem yang terkenal dalam pengembangan padi gogo di NTB adalah Gogo Rancah (GoRa).

Padi gogo ini bermanfaat bagi kehidupan manusia. Padi tersebut ditumbuk atau digiling yang kemudian menghasilkan beras. Beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Untuk menjadi makanan pokok, beras ini harus diolah/dimasak menjadi nasi.

Keterangan foto:
Dokumentasi pribadi dengan menggunakan kamera saku merek Sony DSC-W150.

AYAM POHON

Ayam pohon nama yang pantas diberikannya karena ayam tersebut selalu memanjat dan berdiam di pohon ketika malam hari. Perilaku ayam ini dipicu karena perlakuan dari sang pemiliknya. Biasanya sang peternak akan membuatkan kandang atau boks untuk ayam-ayam ternakannya. Namun tidak demikian halnya dengan beberapa peternak di Malang Selatan. Juga yang pernah penulis lihat di sebuah daerah di Kalimantan Tengah. Para peternak ayam cenderung membiarkan unggasnya berkeliaran dimana-mana pada siang hari. Bahkan tidak jarang mereka membiarkan begitu saja dengan tidak memberi makan apapun. Menjelas malam ayam-ayam ini akan berloncatan dan dengan sedikit kemampuan terbang yang ada menuju bagian atas suatu pohon yang daunnya dirasa rimbun. Untuk bisa menuju pohon, para pemilik ayam ini menyandarkan potongan bambu atau kayu pada pohon yang dimaksud. Potongan bambu atau kayu itulah yang nantinya digunakan ayam untuk memanjat menuju puncak pohon. Ayam-ayam itu akan bertengger di satu ranting yang dikehendaki dalam berbagai keadaan, termasuk ketika hujan deras terjadi.

Itulah cara primitif beternak ayam yang masih dilakukan sebagian peternak ayam. Mereka tidak memusingkan cara beternak ayam yang baik. Mereka juga tak merasa risau ayamnya berkeliaran dimana-mana dan sering mengganggu kenyamanan tetangga. Ayam-ayam itu membuang kotoran di teras rumah, masuk dapur, mengacak-acak tanaman, dan memakan kerupuk dan/atau bahan makanan yang dijemur karena mereka lapar.

Lantaran perlakuan tersebut, populasi ayam tersebut tidak bisa berkembang dengan baik. Ayamnya sering berkurang lantaran terserang penyakit dan kadang-kadang hilang yang mungkin karena dimangsa binatang liar.

Keterangan gambar:
Ayam pohon yang tertera pada foto di atas bertengger pada salah satu ranting tanaman buah “rambutan” setinggi sekitar empat meter, milik seorang penduduk Malang selatan. Dokumentasi pribadi pada Pebruari 2011.