Ikan asin dan bahan pengawet berbahaya

Pengolahan ikan asin secara tradisional hampir selalu membutuhkan bantuan sinar matahari untuk mempercepat pengeringan, dan mencegah agar ikan tidak menjadi busuk.
Masalahnya matahari tidak selalu bersinar dengan cukup setiap harinya, terutama di musim hujan di mana awan mendung seringkali menutupi langit. Akibatnya, banyak ikan yang tidak terawetkan dengan baik, menurun kualitasnya, dan bahkan menjadi busuk.
Untuk mengurangi kerugian, sementara pengolah mengambil jalan pintas menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan formalin. Bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan ini digunakan sebagai pengawet tambahan untuk mencegah pembusukan. Formalin juga mencegah pengurangan bobot ikan yang berlebihan akibat menguapnya cairan tubuh ikan yang diasinkan.

sumber : wikipedia

Alternatif bahan pengawet tambahan yang aman adalah khitosan. Akan tetapi bahan yang diekstrak dari cangkang udang dan kepiting ini belum populer dan belum diproduksi secara massal di Indonesia.

padang lamun | sekilas berita

Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin.

Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove, walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
Lamun adalah sumber pakan utama duyung.
Artikel bertopik biologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Wilayah: di seluruh perairan Indonesia. Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan padang lamun:
a. Perairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir. 
b. Kedalaman tidak lebih dari 10 m agar cahaya dapat menembus.
c. Suhu antara 20-30º C. 
d. Kadar garam antara 25-35/mil.
e. Kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik. 
Fungsi padang lamun: 
a. Sebagai tempat berkembangbiaknya ikan- ikan kecil dan udang. 
b. Sebagai perangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi. 
c. Sebagai penyedia bahan makanan bagi biota laut. 
d. Bahan baku pupuk. 
e. Bahan baku kertas.

sekilas tentang Budidaya perairan (akuakultur)

Budidaya perairan (akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya. 
Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan, budidaya udang, budidaya tiram, serat budidaya rumput laut (alga). Dengan batasan di atas, sebenarnya cakupan budidaya perairan sangat luas namun penguasaan teknologi membatasi komoditi tertentu yang dapat diterapkan.
Budidaya perairan adalah bentuk perikanan budidaya, untuk dipertentangkan dengan perikanan tangkap.
Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan budidaya yang paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba apung.
sumber: wikipedia

Si Pendatang yang Kian Berkembang | bawal air tawar

Jalan itu hanya setapak dan cukup licin ditimpa gerimis. Tapi Nur Cholis tak surut langkah demi melihat panen ikan bawal tawar hasil budidaya kelompoknya. Pria yang akrab disapa Aki ini adalah pembudidaya  dan pedagang ikan bawal tawar KJA (Keramba Jaring Apung) di Waduk Cirata Cianjur Jawa Barat. “Panen seperti ini saya lakukan setiap hari, dengan kuantitas ikan bawal yang dipanen sebesar 7 – 8 ton,” akunya.
Hasil panen tersebut  selanjutnya dipasarkan ke Jakarta, Cikampek, dan sekitar Bandung. Bahkan, dulu pernah ikan dijual sampai ke luar Pulau Jawa, seperti Palembang dan Lampung. Harga jual saat ini Rp 10.000 per kg dengan jumlah ikan bervariasi, tergantung permintaan. ”Satu kg berjumlah  4 sampai 7 ekor,” cetusnya.
Ikan bawal tawar yang dijual setiap hari itu bukan semata hasil budidaya Aki, melainkan hasil dari seluruh anggota kelompok yang berjumlah 70 orang. Khusus untuk Aki baru bisa panen seminggu sekali. Yaitu dari 10 unit KJA (1 unit terdiri atas 4 petak) miliknya sendiri, dengan kapasitas 20.000 ekor per unitnya. ”Total kolam yang saya punya 21 unit, sisanya untuk  ikan gurami dan nila,” sebutnya.

Begitulah, sekelumit gambaran budidaya bawal air tawar kian berkembang di Cirata. Di waduk ini, budidaya ikan yang awalnya didatangkan sebagai ikan hias tersebut mulai marak pada 2005. Saat itu terjadi serangan virus yang membuat banyak ikan mas mati. Karena alasan ini maka tak sedikit pembudidaya ikan mas yang beralih membudidayakan ikan bawal. Dan kini terbukti pilihan tersebut tak salah karena prospek ikan bawal yang besar. 

Aki mencontohkan permintaan pasar yang ia termina minimal 7 – 10  ton per hari. ”Itu hanya untuk seorang bandar saja,” ucap ayah 2 anak ini bangga. Jika di Cirata saat ini ada 10 bandar ikan yang menjual bawal setiap harinya maka total serapan pasar di sana  mencapai  kurang lebih 70 ton per hari!
Fenomena kian bergairahnya budidaya bawal air tawar ini juga tak luput dari pengamatan pakar genetika ikan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Prof Komar Sumantadinata. Kepada TROBOS Komar  menyebutkan, perkembangan budidaya ikan bernama latin Colossoma macropomum Cuvier ini sangat cepat.
Indikasinya, menurut Komar, banyak orang terjun pada pembenihannya. Juga banyak bermunculan pembudidaya mulai dari kolam sampai KJA. Di daerah asal ikan bawal yaitu Amerika Selatan, sekarang sudah menjadi ikan budidaya. Tren budidaya bawal ini juga terjadi di China. “Indikasi lainnya kian banyak menu ikan bawal tawar ditemui di rumah-rumah makan,” ungkap Komar.

Kondisi tersebut diamini Icep Dadan Kardian yang merupakan pembudidaya bawal di Cirata. Menurutnya, perkembangan budidaya ikan yang bentuknya mirip ikan piranha ini dari hari ke hari semakin besar.  Juga banyak lahir pelaku budidaya baru setiap harinya. Hal  ini menurut Icep disebabkan antara lain waktu pemeliharaan ikan bawal yang relatif singkat hanya sekitar 2 bulan. Baik dari larva menjadi ukuran  1 – 2 cm, maupun untuk pembesaran ukuran 2 – 3 cm sampai ukuran konsumsi. “Total waktu hanya 4 bulan dari larva sampai panen, “ jelasnya.

Dari pengamatan Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Iskandar Ismanadji, perkembangan ikan bawal di tanah air layaknya diesel, lambat di awal tapi melejit kemudian. “Dibandingkan lele yang langsung menjadi populer sejak pertama kalinya di Indonesia, ikan bawal tawar justru sebaliknya, butuh waktu lama untuk dikenal masyarakat Indonesia. Namun, kepopuleran ikan bawal tawar terus menunjukkan tren peningkatan dari waktu ke waktu,” ucapnya.
Selengkapnya baca majalah Trobos edisi Maret 2011

Produksi Patin | Masih Terganjal Pasar


Telepon genggam Ade Hidayat siang itu berdering cukup sering. Kali ini, di ujung telepon, terdengar suara pria menanyakan benih patin. Tapi, “Benih patin sedang kosong karena baru dikirim ke luar Jawa,” jawab Ade sejurus kemudian.
Beberapa  waktu terakhir ini, Ade yang pembenih ikan patin dari Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat,  mengaku cukup kewalahan memenuhi permintaan benih patin. Di Sukabumi saja misalnya, permintaan baru bisa dipenuhi sekitar 50 %. Itu pun terkadang harus membeli dari daerah lain seperti dari Parung – Bogor dan Subang. “Kita selalu berupaya mencari benih, yang penting permintaan terpenuhi dengan standar benih yang kita mau,” jelas Ade kepada TROBOS beberapa waktu lalu di lokasi pembenihan miliknya.
Belum lagi permintaan benih patin dari luar Jawa yang baru bisa terpenuhi sekitar 30 %. Dirinya pun mengaku baru bisa memenuhi permintaan tersebut sekitar 100 ribu ekor per bulan. Menurut Ade, usaha pembenihan patin ini sangat potensial karena tidak ada istilah kelebihan produksi benih, yang ada malah kekurangan terus.
Tapi, bisnis itu selama ini terkendala dengan cara pembenihan patin yang cukup rumit. “Membenihkan patin itu harus betul-betul ahli dan kerja ekstra dalam mengurusnya. Setiap jam harus dipantau karena jika ada perubahan suhu sedikit saja dan tidak sesuai antara 28 – 30 0C akan berpengaruh dan induk patin kondisinya akan menurun,” terang pria yang mengaku usahanya beromset sekitar 10 juta per bulan ini.
Kondisi sebaliknya terjadi pada pembesaran patin. Ketika pembesaran patin digenjot meningkat sekitar 64 % pada pertengahan 2010 lalu, ternyata pasar di tanah air keteteran.  “Patin di pasar Sumatera, Kalimantan, dan Jawa sudah mulai tapi tidak sepesat lele sehingga patin tidak terserap. Padahal pembudidaya telah memelihara sekitar 6 bulan. Ditambah lagi margin keuntungan budidaya patin ini tipis dan karena tingginya biaya pakan yang mencapai 70 % dari biaya produksi,“ terang Direktur Produksi – Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Budidaya – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Iskandar Ismanadji secara terpisah.

Di sisi lain, patin justru laris manis di pasar luar negeri. Simak saja data dari Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, peluang pasar ekspor patin menganga lebar. Uni Eropa membutuhkan sekitar 230 ribu ton, Rusia 125 ribu ton, Ukraina 75 ribu ton, Mesir 26 ribu ton, dan Amerika Serikat 25 ribu ton per tahunnya!

Informasi Tak Sampai
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi Catfish Indonesia, Soen’an H Poernomo mengatakan, persoalan patin adalah informasi pasar yang tidak sampai atau tidak diterima dengan baik oleh pembudidaya dan pembeli. Akibatnya pasar tidak diketahui dan pembeli pun tidak tahu pembudidaya. “Informasi pasar ini yang perlu didorong dan diintensifkan baik untuk pembudidaya dan pemasar,” tandas Soen’an.

Menurut Soen’an, aspek pasar patin adalah hal yang harus didahulukan. Jangan sampai produksi meningkat tapi pasar tidak jelas. “Kita realistis saja. Produksi kita genjot nyatanya pasar  tidak menyerap kan tidak baik. Saya lebih cenderung intensifikasi komunikasi antara pemasar, pembudidaya dan pengolah harus ditingkatkan. Kalau pasar sudah ada, produksi yang dihasilkan akan lebih aman,” jelasnya.
Pasar ini pun, lanjut Soen’an, jangan hanya menyasar pasar dalam negeri. Sebab jika mengandalkan pasar dalam negeri, masih ada batasan selera. Karena itu perlu usaha pengolahan untuk tujuan ekspor. Seperti di Jawa yang sudah ada usaha fillet (daging tanpa tulang) patin yang diekspor dan ini perlu dikembangkan di luar Jawa.
Senada, Iskandar juga menekankan pentingnya menyiapkan pasar patin. “Untuk mengatasi persoalan patin ini, pasar harus disiapkan dengan target-target produksi kita. Juga harus ada diversifikasi produk agar bisa diekspor ke luar negeri seperti yang dilakukan di Riau dengan dibuat salai (ikan asap) yang dikirim ke Malaysia dan harus industri pengolahan yang bergerak,” katanya.

Berkembang di Luar Jawa
Lepas dari persoalan pasar, usaha pembesaran patin justru telah berkembang terutama di luar Jawa. Ini antara lain bisa dilihat dari pengakuan Ade yang tak mampu memenuhi permintaan benih patin dari luar Jawa terutama Sumatera dan Kalimantan yang tiap bulan terus mengalir.
Sementara itu menurut Sales Manager PT Suri Tani Pemuka Unit Lampung, Sutrisman, berkembangnya pembesaran di luar Jawa diyakini karena tingkat kesukaan (preferensi) dan kultur masyarakat akan olahan kuliner yang memanfaatkan patin sebagai bahan bakunya masih banyak di luar Jawa.

“Di Kalimantan, patin disajikan dalam bentuk patin panggang. Di  Sumatera Selatan, patin banyak dijadikan pindang dan tempoyak patin, pempek yang menjadi ikon kuliner Sumatera Selatan dengan sentra  produksi patin di wilayah Banyuasin yang mencapai 15 ton per hari dan dijual di pasar tradisional dan  rumah makan,” jelasnya.
Selengkapnya baca majalah Trobos edisi Juni 2011

agar-agar dari rumput laut

Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Di (Jepang) dikenal dengan nama kanten dan oleh orang Sunda disebut lengkong. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). 

Beberapa jenis rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat dipakai sebagai sumber agar-agar.