Sidat Kita
![]() |
Sosialisasi Sidat Di Blitar |
Sidat Kita
![]() |
Sosialisasi Sidat Di Blitar |
Sidat Kita
![]() |
Panen Ikan Sidat Dikolam Keramba |
“Sebenarnya yang meminta ikan sidat ke kami bukan hanya dari Hongkong, namun juga dari Singapura, Thailand, Jepang dan China,” ujar Samsul Huda, peternak ikan sidat di Samarinda saat ditemui di Lokasi Penas yang digelar di Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Jangankan di Samarinda, lanjut dia, di seluruh Indonesia saja masih kurang pembudidaya sidat, sehingga permintaan yang tinggi dari berbagai negara di Asia tidak sanggup dipenuhi. Padahal cara memelihara sidat tidak sulit.
Sistem yang digunakan Samsul dalam memelihara sidat di kolam eks tambang itu adalah menggunakan keramba jaring panjang. Pola ini diterapkannya bersama rekan lain satu kelompok tani yang ada di Berambai, Kecamatan Samarinda Utara.
Dia dan rekan memulai usaha ini sekitar Februari 2010. Saat itu masih pemula sehingga hanya ada tiga keramba yang digunakan. Dari jumlah keramba itu, kemudian mampu menghasilkan lebih dari 1 ton sidat.
Dari hasil panen itu, selanjutnya yang sebanyak 1 ton sidat diekspor ke Hongkong melalui pihak ketiga yang ada di Jakarta. Dari hasil panen perdana 1 ton itu, dia mendapat harga lumayan bagus, yakni sebesar Rp100 juta.
Berdasarkan hasil penjualan sidat yang lumayan besar tersebut, maka dia dan rekan satu kelompok, kemudian lebih semangat dalam mengembangkan sidat, sehingga kini total keramba yang ada di sejumlah kolam tersebut mencapai 19 keramba.
Pada awal Juni 2011 lanjut dia, pihaknya berhasil melakukan panen kedua di tiga kolam dengan produksi mencapai 900 kilogram sidat. Kini pihaknya juga siap melakukan panen lagi untuk 4 kolam yang lain.
Sedangkan sejumlah kolam lainnya masih dalam tahap pembesaran, namun diperkirakan dua hingga tiga bulan ke depan sejumlah ikan sidat dikolam keramba itu sudah siap untuk dipanen.
“Semua hasil panen nanti masih diekspor ke Hongkong. Sebenarnya kami ingin melayani permintaan untuk 4 negara yang juga berminat mengkonsumsi sidat, namun hal itu belum bisa dipenuhi, karena untuk kebutuhan Hongkong saja masih kurang,” ucap Samsul. (Sumber : lepmida.com)
Sidat Kita
![]() |
Sidat Kita |
Sidat Kita
![]() |
Sidat Kita |
Sidat Kita
![]() |
Sidat Kita |
Hagi juga mengungkapkan bahwa banyak nelayan masih menangkap juvenile sidat di muara sungai. “Di Danau Poso juga banyak yang menangkap sidat yang akan bertelur,” kata Hagi. Hal ini adalah salah satu faktor yang membuat populasi ikan sidat bisa menyusut. Menurut Hagi, sebenarnya ukuran konsumsi ikan sidat adalah 50 cm. Namun, ikan sidat dewasa biasanya sulit ditangkap. Hal ini mendorong masyarakat untuk tetap menangkap juvenile. Sementara, penangkapan ikan yang akan bertelur tetap dilakukan sebab telurnya pun bisa dimanfaatkan.
“Bagian tubuh ikan sidat itu semuanya bisa dimanfaatkan. Telurnya bisa untuk bikin caviar, lalu juvenile-nya bisa untuk sashimi, dewasanya untuk sushi dan tulangnya juga bisa dibuat keripik di Jepang,” ungkap Hagi. Menurutnya, sebenarnya sudah ada peraturan pemerintah pada tahun 2009 yang melarang ekspor sidat, terutama juvenile. Tapi, kenyataannya hal itu masih berlanjut. “Ini DKP dan pemerintah daerah juga harus bekerjasama mengawasi di lapangan,” saran Hagi.
Pada masyarakat, ia menganjurkan untuk menangkap berdasarkan musim serta perbaikan alat penangkapan. “Sebenarnya bisa menggunakan seser, itu semacam sekop. Kalau dengan trap seperti sekarang kan tidak ada yang bisa lolos. Apalagi trap-nya permanen,” jelasnya. Ia mengakui, memang sulit melakukan pengaturan sebab masyarakat pun mencari penghasilan. Namun, ke depan ia berupaya untuk mengembangkan artificial reproduction. “Tapi untuk ini kita masih perlu paham dulu tentang sidat tropis ini. Jadi masih perlu penelitian,” urainya.
Ikan sidat adalah jenis ikan yang hidup di air tawar dan air laut. Ikan sidat biasa bereproduksi di laut sementara anakannya akan tumbuh di air tawar. Ikan ini merupakan salah satu komoditi penting sebab bisa diekspor dengan harga Rp 250 ribu per kilogram. Biasanya, jenis ikan ini diekspor ke China dan Jepang. (sumber : kompas.com)
Sidat Kita
![]() |
Sidat Kita |
Distribusi ikan sidat di Indonesia, dilihat dari tempat ditemukannya pada sungai-sungai, bahkan pematang sawah, dan danau, yang terhubung dengan Samudera (atau laut dalam), maka sebarannya ada di selatan dan barat pulau Sumatera, selatan pulau Jawa, Bali dan selatan tataran Sunda yang berhadapan dengan Samudera Indonesia. Juga di wilayah pantai timur kalimantan, utara dan timur laut Sulawesi yang berhadapan dengan samudera Fasifik.
Di pulau jawa Sidat ditemukan di daerah kabupaten, dan kotamadya:
– Pelabuhan Ratu: Cimaja, Citepus, Cihaur.
– Serang : Cibanten.
![]() |
Sidat Kita |
Sidat Kita
![]() |
Sidat Kita |
![]() |
Sidat Kita |
Tapi di negara kita banyak matahari, suhu cocok, dua musim, air berlimpah (tinggal cari lokasi ada mata air), sawah bisa dikonversi jadi tambak (perlu dihitung untung mana sawah atau tambak sidat), bisa sewa tanah 5 s/d 10 tahun, sekitar 2 juta/ha/tahun di jawa barat.
Kalau ada 20 juta bisa 10 tahun sewa tanah. Matahari bisa dipakai untuk mengeletrolisis air jadi oksigen (untuk direct injection pond, terutama untuk elver indoor), Oksigen dan Hydrogen bisa di dapat dari elektrolisis, bisa disimpan jadi energi potensial dari Fuel Cell (Sel Bahan Bakar), kalau ada sumber panas bumi juga bisa jadi energi. Atau juga pakai sel surya seperti punya Israel, pakai pantulan cermin parabolic.
Supaya Benefit/ Cost ratio tinggi, pakai sumber energi terbaharukan, kolam harus ada mata air terlindung minimal debit 5.2 liter/ detik (350m3/hari) untuk produksi 20 ton, daripada sedot air tanah seperti di Krawang (deep well) kedalaman 120 meter, listrik, solar dll berapa. Dapatkah model di krawang mencapai skala ekonomis.
Di Jepang mereka memang berani sedot air pakai, listrik, tapi untuk bersaing, strategi dan perencanaan dengan green energy akan perlu pertimbangan serius, perencanaan 50% dari sukses.
Sidat Kita
Sidat Kita |
Dengan adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, tentang larangan Pengeluaran Benih Sidat Dari Wilayah Negara Republik Indonesia, ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia NOMOR PER. 18/MEN/2009.
Ukuran yang benih sidat yang dilarang adalah:
1. Benih adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu yang belum dewasa.
2. Benih sidat adalah sidat kecil dengan ukuran panjang sampai 35 cm dan/atau berat sampai 100 gram per ekor dan/atau berdiameter sampai 2,5 cm.
Jadi ada batasan berat 100 gram, atau diameter s/d 2,5 cm, dan panjang 35 cm. Hal itu memungkinkan perkembangan pemeliharaan sidat dalam negeri sampai ukuran (100gr, diameter 2,5cm, panjang 35 cm), dan dapat dilepas ke pasar internasional untuk ukuran yang lebih besar.
Pasaran di Jepang menghendaki ukuran konsumsi 190 gr/ sd 200 gr per ekor yang disebut boko [ 150 gr s/d 220 gr, panjang s/d 80 cm sekilo 6 ekor], untuk ukuran small marketsize adalah futo [ 100 gr – 150 gr, panjang mencapai 50 cm, sekilo 8 ekor].
Jika sudah di paket menjadi sidat panggang (unagi kabayaki) kemasan adalah 110gr-120 gr, dan 150gr-160gr, dalam bentuk sudah di kemas dalam kemasan vakum. [Dapat di check di Cosmo, Ranch Market, Matsuya di Jogya dan Hero, serta swalayan Jepang atau Korea].
Harga sidat di Jepang di Tsukiji Market mencapai 7.000 yen per kg, sekitar Rp 739.865 per kilo gram, untuk unagi kabayaki (panggang di vakum) harga 110gr – 120 gr sekitar 1.260-1.500 yen (133 ribu s/d 158 ribu rupiah).
Jadi dapat diperhitungkan harga jual ke Jepang, jika dikurangi ongkos kirim, biaya eksport dan sebagainya, tentu akan memudahkan jika di Indonesia yg di eksport adalah produk olahan (unagi kabayaki), bisa juga dalam bentuk fresh frozen eel, frozen roasted eel (unagi kabayaki). Untuk pasaran dunia biasanya mereka menghendaki sidat hidup untuk pasar lokal, dan frozen eel.
Jika pembudi daya pembesaran sudah banyak yang perlu dilakukan adalah pembuatan pasar bersama sidat konsumsi, pasar bersama glass eel, dan pasar bersama elver. Tujuannya adalah memberi keuntungan optimum yang bagi pembudi daya, tanpa harus ditekan oleh tengkulak, kaum kapitalis yang serakah, dan kartel pasar. Karena jika para sidaters mulai merancang strategi pasar bersama, maka pengijon, brooker, dan para eksportir glass eel akan mati.
Di Indonesia pertumbuhan berat sidat adalah rata rata 40 gr/ bulan, dan waktu minimum pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi adalah 9 bulan (Ahmad Suhaeri, BLU Pandu Krawang). Dari glass eel sampai ukuran 100 gr dicapai dalam 4 s/d 5 bulan, dan sampai ukuran konsumsi dari 100 gr sampai 250 gr dalam 3/4 bulan. Sidat betina lebih besar dari pada sidat jantan, dan penambahan hormon estrogen pada pakan membuat popolasi sidat betina akan lebih banyak.
Jadi kelompok kelompok para sidaters, bisa di bagi bagi:
1. Pembudi daya rumahan dengan sistem resirkilasi (semi intensif)
2. Pembudi daya sampai ukuran konsumsi 1 kg 4 atau 1 kg 5 ekor. Dari sidat 100 gr.
3. Pembesaran dari glass eel ke elver 1 gr
4. Pembesaran dari 1 gr ke 100 gr.
Di Jepang elver mulai dikembangkan dari glass eel 0.15 gr ke elver 0.5 gr (kerapatan tebar 0.4 kg/m2 s/d 1.2kg/m2), setelah itu dilakukan grading dan pemindahan ukuran 0.5 gr ke kolam dengan kerapatan tebar 0.5 kg/m2 s/d akhir 1.6 kg/m2.
Di Jepang ukuran 6.5 gr sudah dilepas ke tambak pembesaran akhir (5000 m2 atau 0.5 ha bisa terdiri dari 25 kolam ukuran 200m2) dan mencapai ukuran panen 190 gram dengan kerapatan 4 kg/m2. Kolam adalah still water.
Dari ukuran 0.16 gr ke 0.5 gr ditebar dalam kolam running water, dan 0.5 gr s/d 1.3 gram pembesaran elver setelah grading dalam kolam running water. Atau kalau di Indonesia indoor, running water atau resirkulasi.
Dari ukuran 1.3 gr ke 6.5 gr bisa di budi dayakan di air tenang.
Untuk pembesaran s/d 20 ton dibutuhkan jumlah air 350m3/hari atau 5.208 liter/detik.
Di Indonesia beberapa pembudi daya elver menjual hasil mereka degan berat 1 gr per ekor (atau 1 kg/ 1000 ekor), glass eel di estuaria ditangkap ukuran 1kg 6000 ekor.
857
Untuk tangkapan alam bisa sidat dewasa yg sedang migrasi ke laut, atau dengan umpan.
Jadi para sidaters siap siap mengelompokan diri di bagian mana akan berusaha di bidang sidat.
Perlu rajin rajin mengecek pasar global, mengetahui biaya eksport, processing, freight, dan regulasi serta sertifikasi produk pangan, atau hasil olahan.
Sidat adalah makanan berkualitas, karena kandungan protein, asam amino, vitamin E, A yang tinggi, serta kandungan EPA dan DHA yang tinggi, bisa dikembangkan menjadi produk biotechnology atau farmasi untuk kebutuhan EPA dan DHA.
Asam Amino yang sangat lengkap dikandung sidat berguna untuk kecerdasan, juga bersifat aphrosidiak atau meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh. [Lihat lampiran nutrisi yg saya muat di file folder].
Jadi banyak parameter lingkungan, pasar, eksternal, internal, resiko yang harus di perhitungkan jika ingin membudidayakan sidat. Strategi Inti Plasma, dan jaringan yg rekan rekan sidaters kembangkan sudah ke arah yg tepat, pola keroyokan dan rumahan yg mulai berkembang juga bagus.
Karena kita di Indonesia, maka perlu dikombinasikan pola budi daya sidat di Jepang, dan Eropah yg disesuaikan dengan di Indonesia.
Jika ingin budi daya intensif dengan pola fish farm berteknologi tinggi untuk produksi 200 tahun/ bulan dengan air minimum, dan lahan yang sempit sangat dimungkinkan, karena di Indonesia sudah banyak ahli ahli IT, komputer, software engineer, dan ahli elektronika, controler dan lainnya seperti di forum sidat@yahoogroups.com ada expert IT, Electrical, dll, selain ahli perikanan, modal kolaborasi yg kuat untuk kita bisa berkembang menyaingi Israel, Jerman, Inggris, dan Jepang sekalipun dalam budi daya sidat. Tinggal Strategi Riset dan Development perlu di tingkatkan.