Sistem Operasi GPS (Global Positioning system)

1.  Pengertian
Sistem penentuan dengan satelit pertama diperkenelkan oleh US NAVY dengan nama NNSS (Navy Navigation Satelit System) atau dikenal dengan transite satelite. Kemudian berkembang menjadi NAVSTAR (Navigation Satelite System Using Timing and Ranging) yang kita kenal pada saat sekarang ini dengan nama GPS (Global Position System).
GPS adalah suatu alat penerima signal dari satelite untuk mendapatkan posisi sesuai dengan posisi kapal itu berada, sistem GPS terdiri dari tiga komponen pokok diantaranya :
1.    Ruang Angkasa (Space Segment)
2.    Ruang Pengendali (Control Segment)
3.    Komponen Pengguna (User Segment)
 
2. Instalansi
Bagian yang paling utama adalah Antena, ia harus dipasang setinggi mungkin serta jauh dari objek besi besar dan pemancar radar. Diusahakan pemasangan antena bebas dari halangan bagi penerima isyarat dari satelit dan kawat antena tidak belok 90°. Bagian selanjutnya adalah unit display yang dipasang diruang navigasi (anjungan kapal), diusahakan jauh dari kompas magnet dan pancaran sinar matahari.
3. Pancaran Signal SVs pada sistem GPS
Signal dari SV menggunakan 2 macam frekuensi pembawa (carrier frekuensi), yaitu :
1.    Frekuensi L1 = 1575,42 MHz
2.    Frekuensi L2 = 1227,60 MHz
Penggunaan dua frekuensi pancaran dari setiap SV, untuk menjamin agar pesawat penerima GPS yang memiliki peralatan yang sesuai dapat mengoreksi hambatan signal oleh ionospher. Signal yang dimodulasi pada frekuensi pembawa tersebut terdiri dari tiga informasi, yaitu :
  1. P – code (Pecision Code) termodulasi dan dipancarkan hanya pada frekuensi pembawa Frekuensi L1 dan Frekuensi L2
  2. C/A code (Course Acquisition Code) dipancarkan hanya pada frekuensi pembawa L1
  3. Data informasi navigasi dimasukkan ke P – code dan C/A code serta dimodulasikan pada frekuensi Pembawa L1 dan L2
4. Urutan Proses Penentuan Posisi pada Penerima GPS
  1. Pertama (memulai operasi), setelah penerima GPS dihidupkan secara otomatis langsung mengadakan “self test”. Data posisi duga harus dimasukkan, tanpa memasukkan posisi duga jadi penerima GPS harus menentukan posisinya sendiri.
  2. Segera setelah penerimaan GPS menangkap satu SV, penerima GPS menerima dan membuka data Almanak dari seluruh SVs maka dilatar akan tampak gambar situasi semua SVs, diantaranya nomor identitas SVs, posisi dan kondisi keadaan SVs yang ada diatas cakrawala penerima GPS.
  3. Menangkap frekuensi Pembawa L1 dari SV.
  4. Menarik atau mendapatkan C/A code frekuensi pembawa L1.
  5. Melacak C/A dari frekuensi pembawa L1 untuk menarik data dan informasi navigasi untuk penentuan posisi.
  6. Menyusun urutan data untuk proses penentuan range.
  7. Menentukan range.
  8. Menentukan besarnya pergeseran frekuensi karena effect Doppler.
  9. Menyimpan data tersebut pada memory.
  10. Menentukan SV berikutnya (kedua) dan melaksanakan proses point 03 sampai 09.
  11. Menentukan SV berikutnya (ketiga) dan melaksanakan proses point 03 sampai 09.
  12. Menentukan SV berikutnya (keempat) dan melaksanakan proses point 03 sampai 09.
  13. Urutan point 13 dari memory yang diambil pada range dari keempat SVs tersebut diatas, diproses menjadi 4 Rt (true range) atau jarak tepat,dengan keempat Rt tersebut ditentukan posisi penerima GPS. Langkah berikutnya menentukan kecepatan (sog), arah gerak (cog) dan lainnya.
  14. Menyajikan data posisi dan lain – lain pada layar.
5. Kegunaan Pokok GPS
  1. Untuk menentukan posisi lintang dan bujur kapal.
  2. Untuk menentukan kecepatan kapal
  3. Untuk menentukan jarak tempuh kapal
  4. Untuk memperkirakan jarak waktu datang di pelabuhan tujuan
  5. Untuk menentukan sisa waktu tempuh
  6. Untuk menyimpan posisi khusus yang diinginkan
  7. Untuk menentukan jejak pelayaran dalam bentuk peta
  8. Untuk membuat bagan paduan bernavigasi
Gambar 1. Contoh GPS (Garmin) 

Akustik Kelautan

1.     Latar Belakang
Acoustic System mulai dikenal dan populer dengan istilah SONAR (sound navigation and ranging). ASDIC ‘Allied Submarine Detection Investigation Committee‘ pada masa Perang Dunia I (PD I). Lalu Acoustic System mulai dikembangkan oleh Inggris pada masa pra-Perang Dunia II (PD II) dengan membuat ASDIC (Anti Sub-marine Detection Investigation Committee) yang terbukti sangat berguna bagi Angkatan Laut Negara-negara Sekutu pada PD II. Setelah PD II berakhir, penggunaan akustik semakin berkembang luas untuk tujuan damai dan ilmiah, antara lain digunakan untuk; mempelajari proses perambatan suara pada medium air, penelitian sifat-sifat akustik dan benda-benda yang terdapat pada suatu perairan, komunikasi dan penentuan posisi di kolom perairan. Selanjutnya perkembangan akustik semakin pesat pada awal dekade 70-an karena telah ditemukan Echo Integrator yang dapat menghasilkan nilai absolut untuk pendugaan dan estimasi bawah air.
Hydro-acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), beberapa antara lain: ECHOSOUNDER, FISHFINDER, dan SONAR. Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air. Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya dengan satuan ping).
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.
Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan. Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi hydro- acoustic memiliki kelebihan, antara lain. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ).
Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Menurut MacLennan and Simmonds (1992) hasil estimasi populasi adalah nilai absolut. Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour).
Saat ini hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment). Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounder dapat memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan sebaran ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan kecepatan renang ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat ini instrumen akustik berkembang semakin signifikan, dengan dikembangkannya varian yang lebih maju, yaitu Multibeam dan Omnidirectional. Perangkat Echosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu single beam, dual beam.
Metode hydro-acoustic merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang obyek di bawah air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal, biasa disebut echo sounder atau fish finder (Burczynski, 1986). Penggunaan metode hydro-acoustic mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya :
1.    Berkecepatan tinggi,
2.    Estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan,
3.    Akurasi tinggi tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekwensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei.
Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan, biasanya suara yang diterima pada frekuensi tertentu ataupun frekuensi yang spesifik untuk berbagai analisis.  Pasif akustik dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air (seismic), gempa bumi, letusan gunung berapi, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air (hidroakustik untuk mendeteksi ikan).
Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur j arak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali.  Akustik aktif memakai prinsip dasar SONAR untuk pengukuran bawah air. Akustik aktif seperti split-beam system dapat mendeteksi organisme yang berukuran kecil (contoh:krill), dengan tanpa batasan ukuran. Posisi dari ikan dapat dideteksi secara akurat dengan menggunakan split beam system, dapat juga digunakan untuk menghitung target strength, kecepatan jelajah serta arah pergerakan dari  suatu objek.  Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, ilmu akustik juga berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia.  Arah penelitian dari akustik aktif termasuk penemuan multibeam, multi-frekuensi, dan “high frequency imaging system”.
2.    Manfaat
1.    Dapat mengetahui daerah diduga mempunyai kelimpahan/kepadatan ikan yang tinggi.
2.    Memberikan Informasi kepada Nelayan setempat sekaligus mengevaluasi kinerja unit penangkapan yang digunakan sehingga dapat dihasilkan hasil tangkapan yang optimum.
3.    Memberikan informasi kepada pelayaran agar terhindar dari bahaya-bahaya kapal kandas dikarenakan dangkalnya suatu perairan.
4.    Dapat mempermudah unit penelitian laut beserta sumberdaya laut tersebut.
Pembahasan
Perangkat Akustik (Acoustic Instrument)
1.    Echosounder
Echosounder merupakan salah satu alat yang penting untuk mengetahui kedalaman laut dan dapat juga sebagai pengukur jarak dengan ultr sonic. Kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Echosounder memiliki beberapa pertimbangan sistem, diantaranya Side-Scan Sonar, Sub-Bottom Profling, Single-Beam Echosounder, dan Multi-Beam Echosunder.
Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut (subbottom profilers).
Sistem Side-Scan Sonar mengirimkan pulsa akustik pada suatu sisi dari receiver dan merekam amplitude energi balikan dari pulsa yang dipancarkan oleh sensor. Tiap pancaran pulsa, satu lajur kecil (sekitar 100 sampai 200 m ke tiap sisi) dari dasar laut dipetakan. Tiap pergerakan kapal, lajur ke lajur dipetakan. Pada dasar laut yang datar sempurna semua energi dipantulkan dari sensor sonar dan tidak ada sinyal yang terekam. Dalam faktanya, dasar laut tidak rata sempurna. Ketidakteraturan seperti bebatuan dan riak-riak air karena pantulan (backscatter) dari energi akustik dan sistem dapat menyediakan informasi secara kasar keadaan dasar laut.
Sub-Bottom Profling Adalah merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi dan mengukur variasi dari lapisan-lapisan sedimen yang ada di bawah permukaan air. Sistem akustik yang digunakan dalam penentuan sub-bottom profiling hampir sama dengan alat pada echosounder.
Sumber suara memancarkan sinyal secara vertikal ke bawah menelusuri air dan reciever memonitor sinyal balikan yang telah dipantulkan dasar laut. Batasan antara dua lapisan memiliki perbedaan ciri akustik (acoustic impedance = rintangan akustik). Sistem menggunakan energi pantulan untuk mengumpulkan informasi lapisan-lapisan sedimen di bawah dasar permukaan air (tampilan muka sedimen bawah air). Rintangan akustik berhubungan dengan tingkat kekentalan atau berat jenis (densitas) dari kandungan material dan tingkat kecepatan suara menelusuri material. Ketika terjadi perubahan rintangan akustik, seperti tampilan muka sedimen bawah air, bagian suara yang diteruskan kemudian dipantulkan kembali. Bagaimanapun, beberapa energi suara menembus menelusuri sampai batas dan kedalam lapisan sedimen. Energi ini dipantulkan ketika menembus batas antara lapisan sedimen yang lebih dalam yang memiliki rintangan akustik yang berbeda-beda. Sistem ini menggunakan energi yang dipantulkan oleh lapisan-lapisan untuk membentuk penampang dari bagian sub-bottom lapisan-lapisan sedimen.

Beberapa parameter-parameter dari sonar (tenaga keluaran, frekuensi dari sinyal, dan panjang gelombang pulsa yang dipancarkan) mempengaruhi performa dari alat yang digunakan.
Single-Beam Echosunder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan :
transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung. Single-Beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis track yang dilalui oleh kapal. Jadi, ada feature yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis tracking perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 m yang tidak terlihat oleh sistem ini.
Multi-Beam Echosunder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed), bebrapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat area liputan. Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi ( 0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).
2.    Fish Finder
Fish Finder bekerja berdasarkan pemantulan gelombang suara yang dipancarkan dari permukaan perairan sampai dasar lautan. Ketika bunyi yang dipancarkan kedasar lautan tersebut membentur suatu benda dan kembali ke penerima sonar, maka jaraknya yang ditempuh oleh bunyi tersebut dapat diukur, maka dapat diketahui letak benda tersebut dibawah permukaan laut.
3.     Sonar
Sonar (Sound Navigation and Ranging) merupakan suatu peralatan atau piranti yang digunakan dalam komunikasi di bawah laut, sonar sendiri bekerja untuk mencari atau mendeteksi suatu benda yang ada di bawah laut dengan cara mengirim gelombang suara yang nantinya gelombang suara tersebut dipantulkan kembali oleh benda yang akan dideteksi. Sonar biasa dimanfaatkan dalam mengukur kedalaman laut (Bathymetry), pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dasar laut (Subbottom Profilers), pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping), mendeteksi kapal selam dan ranjau, analisa dampak lingkungan didasar laut, menangkap ikan serta berbagai kegiatan komunikasi di bawah laut. Sebuah sonar terdiri dari sebuah pemancar, transducer, penerima/receiver, dan layar monitor. Sonar sendiri pada awalnya diinspirasi dari lonceng bawah air yang digunakan untuk mengukur kecepatan suara dalam air, kemudian berkembang dan dimanfaatkan dalam mendeteksi gunung es yang ada dalam laut ketika kapal laut melintas. Seiring dengan perkembangan waktu, sonar dimanfaatkan dalam perang dunia I untuk mendeteksi kapal selam. Semenjak itu sonar benar-benar dikembangkan dan dimanfaatkan dalam dunia militer dan perang.

sumber: Awal ahas Pengetahuan Laut

Teknologi Inderaja untuk Penangkapan Ikan

Wilayah Republik Indonesia sebagian besar berupa laut, oleh karena itu wilayah Indonesia sering disebut sebagai benua maritim. Sebagai archipelagic state (negara kepulauan) dengan luas laut 5.8 juta km2 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Laut Indonesia terbagi dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2.7 juta km2 dan Laut Teritorial sebesar 3.1 juta km2. wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing.
Karena negara Indonesia dilalui oleh garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah perairan tersebut sering terjadi interaksi antara masa air yang data dari samudra hindia dan samudra pasifik. Pertemuan masa air dari kedua samudra tersebut di daerah-daerah wilayah perairan laut Indonesia, dapat diperkirakan daerah-daerah tersebut terdapat ikan banyak gerombolan yang beraneka ragam. Disamping itu, wilayah laut nasional mempunyai daya dukung alami yang sangat potensial (misalnya potensi wisata bahari, terumbu karang dan sebagainya). 
Potensi tersebut merupakan sumber daya alam asli Indonesia yang belum secara optimal dikelola secara serius dalam program pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan pengeolaan untuk dimanfaatkan seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa Indonesia. 
Karena sifat diatas, maka keberadaan daerah ikan di perairan Indonesia bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan, yang secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi perairan seperti temperatur permukaan laut, salinitas, konsentrasi klorofil laut, cuaca dan sebagainya, yang berpengaruh pada dinamika atau pergerakan air laut baik secara horizontal maupun vertical.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan ikan adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Disamping itu, sebagai akibat dari ketidakpastian lokasi penangkapan mengakibatkan kapal penangkap banyak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi fishing ground, dan ini berarti terjadi pemborosan bahan bakar.
Peran IPTEK sangat sangat diperlukan disini, dimana tanpa adanya dukungan IPTEK yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Salah satu teknologi yang dapat memberikan informasi kepada nelayan lokal mengenai wilayah perairan yang surplus ikan adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing.
Penginderaan jauh mempunyai potensi untuk aplikasi bagi perikanan tangkap. Beberapa parameter yang diperlukan untuk analisis daerah potensial untuk penangkapan ikan dapat diperoleh dari penginderaan jauh, diantaranya suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil permukaan. Dari informasi sebaran suhu permukaan laut dapat diidentifikasi daerah upwelling dan front termal yang merupakan daerah potensi perikanan. 
Konsentrasi klorofil permukaan menunjukkan tingkat kesuburan perairan di mana daerah yang subur merupakan daerah potensi perikanan. Analisis pola sebaran dan nilai suhu dan konsentrasi klorofil permukaan menghasilkan informasi zona potensi penangkapan ikan yang selanjutnya dapat diaplikasikan sebagai acuan bagi nelayan dalam operasi penangkapan ikan. peristiwa naiknya air dari dasar laut ke permukaan sebagai perbedaan gradien suhu yang yang dinamakan Upwelling. Maka daerah Upwelling tersebut biasanya terdapat klorofil yang merupakan makanan ikan dan diduga daerah tersebut terdapat banyak ikan yang disebut daerah fishing ground.
2.1 PENERAPAN TEKNOLOGI INDERAJA UNTUK PENANGKAPAN IKAN
Inderaja dengan menggunakan satelit merupakan sarana yang sangat bermanfaat dalam mengelola sumberdaya perikanan secara bijaksana, termasuk kegunaanya untuk mendeteksi zona potensi penangkapan ikan. Untuk perikanan, bukanlah ikan yang tampak langsung, tetapi adalah fenomena alam yang memungkinkan adanya ikan di suatu tempat, karena pada tempat itu banyak terdapat makanan ikan dan mempunyai kondisi lingkungan yang sesuai dengan jenis ikan tertentu. 
Terdapat sejenis plankton yang mengandung klorofil (zat hijau daun). Plankton ini merupakan makanan ikan-ikan kecil yang pada gilirannya akan menjadi makanan bagi ikan yang lebih besar. Jadi dengan mendeteksi lokasi klorofil, maka secara tak langsung akan mendeteksi lokasi yang mungkin banyak ikannya. Cara mendeteksi klorofil ini, pada dasarnya adalah sangat sederhana. Sensor yang ada pada satelit diberi filter hijau (band hijau) secara digital, artinya detektor akan mendeteksi sinar hijau saja. Jadi sensor mendeteksi klorofil yang ada di laut. Tentu saja sangat perlu dilakukan beberapa sample pengukuran di laut (in-site, pengukuran di tempat), karena belum tentu sinar hijau yang dicatat oleh sensor satelit berasal dari klorofil. Setelah melakukan pengukuran di beberapa tempat dengan kapal misalnya, maka kini dapat dilakukan interpolasi atau ekstrapolasi terhadap data / citra satelit yang mempunyai liputan yang sangat luas itu; situasi klorofil pada lokasi yang luas dapat ditentukan dengan cepat. Seterusnya para nelayan akan diberi tahu untuk menentukan daerah operasi mereka. 
Lokasi tempat berkumpulnya ikan dapat ditentukan dengan kombinasi antara lokasi klorofil, suhu permukaan laut, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Terdapat beda suhu di seantero muka laut. Hal ini disebabkan oleh naiknya lapisan air laut di sebelah bawah ke atas (upwelling) karena perbedaan suhu. Kenaikan lapisan air ini juga membawa zat makanan bagi kehidupan di laut. Jadi dengan mendeteksi upwelling akan dapat pula memberi petunjuk akan adanya ikan. Di samping itu setiap jenis ikan memiliki zona suhu yang tertentu sebagai habitatnya. Satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Dengan demikian, penggunaan teknologi penginderaan jauh satelit (Inderaja) khususnya satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution Radiometer) dipadu dengan data oseanografi, data cuaca dan tingkah laku ikan, didukung dengan metode pengolahan dan analisis yang teruji akurasinya, merupakan satu alternatif yang sangat tepat dalam mempercepat penyediaan informasi zona potensi ikan harian untuk keperluan inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan.
Data utama yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR adalah suhu permukaan laut yang selanjutnya disingkat dengan SPL. Pengamatan suhu permukaan laut dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR, berkaitan dengan fenomena oseanografi khususnya monitoring fenomena upwelling / thermal front harus dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR karena tidak memerlukan data dengan resolusi spasial yang tinggi mengingat wilayah perairan laut yang sangat luas, tetapi memerlukan resolusi temporal (repetitive time) yang cukup tinggi misalnya setiap 4 jam. Suhu permukaan laut merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan bagi keberadaan dan fenomena sumberdaya hayati laut dan dinamikanya. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Citra suhu permukaan laut (SPL) dari suatu perairan yang luas dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, arus di suatu perairan, dan interaksinya dengan perairan lain serta fenomena upwelling dan thermal front di perairan tersebut yang merupakan daerah potensi penangkapan ikan.
Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah / berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan (Priyanti, 1999).
Pengukuran kondisi atau faktor oseanografi perairan dilakukan dengan cara :
(i) Suhu
Pengukuran suhu dilakukan setiap jam di lokasi penangkapan ikan. Pengukuran suhu permukaan laut digunakan untuk verifikasi perhitungan suhu dari satelit NOAA. Jadwal lintasan satelit NOAA diperoleh dari prediksi orbit dari stasiun NOAA.
(ii) Salinitas
Salinitas diukur pada saat penangkapan di lokasi ZPPI.
(iii) Arus permukaan
Arus permukaan diukur di lokasi penangkapan ikan, baik arah maupun kecepatannya.
(iv) Kedalaman perairan, kondisi laut, cuaca
Ketiga parameter tersebut diukur di lokasi ZPPI pada saat penangkapan ikan dilakukan. Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan fish finder.
FISHFINDER
Fishfinder digunakan untuk mendeteksi besarnya gerombolan ikan pada lokasi yang ditunjukkan pada peta zona potensi ikan. Dengan peralatan canggih berupa fish finder dan perlengkapan Global Positioning System (GPS) dapat memudahkan nelayan mengetahui posisi ikan. Alat tersebut dimungkinkan dapat mengurangi beban nelayan akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). 
Fishfinder merupakan teknologi suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian.
Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan.
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.
Prosesnya didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan.
Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi ini memiliki kelebihan, antara lain: informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ). Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). 
Teknologi ini juga dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour).
Saat ini, fishfinder memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment). Teknologi dengan perangkat echosounder ini dapat memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan sebaran ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan kecepatan renang ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat ini instrumen akustik berkembang semakin signifikan, dengan dikembangkannya varian yang lebih maju, yaitu Multibeam dan Omnidirectional. Perangkat Echosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu single beam, dual beam 
Negara-negara yang maju pada sektor kelautan-perikanan (Norwegia, Jepang, Amerika Serikat, China dan Peru) menggunakan teknologi ini untuk melakukan eksplorasi sumberdaya dengan cepat, sehingga dapat mengeksploitasi dengan optimal, efisien dan ekonomis karena biaya eksplorasi yang murah dan waktu eksplorasi yang cukup singkat. 
Tetapi untuk sektor kelautan-perikanan Indonesia teknologi ini masih jarang digunakan, khususnya oleh perusahaan-perusahaan perikanan. Sebaiknya perusahaan-perusahaan tersebut memanfaatkan teknologi ini untuk kegiatan eksplorasi yang maksimal dan eksploitasi sumberdaya yang optimal.

Sumber: Online Buku

Knowledge for a Better Life

JENIS USAHA PERIKANAN

Definisi Perikanan
1.     Perikanan: merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan ikan, termasuk memproduksi ikan, baik melalui penangkapan (perikanan tangkap) maupun budidaya dan/ atau mengolahnya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan sebagai sumber protein dan nonpangan (pariwisata, ikan hias,dll).
2.    Ruang lingkup kegiatan usaha perikanan tidak hanya memproduksi ikan saja (on farm), tetapi juga mencakup kegiatan off farm, seperti pengadaan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, pemasaran, pemodalan, riset dan pengembangan, perundang-undangan, serta faktor usaha pendukung lainnya.
Jenis Usaha Perikanan
·         Penangkapan
·         Budidaya
·         Pengolahan 

PENANGKAPAN
Definisi
*        Penangkapan : kegiatan memproduksi ikan dengan menangkap (capture) dari perairan di daratan (inland capture) seperti sungai, danau, waduk dan rawa, serta perairan laut (marine capture) seperti perairan pantai dan laut lepas.
*        Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/ atau mengawetkannya. (UU tentang Perikanan, thn 2004)
*        Penangkapan (fishing) adalah usaha melakukan penangkapan ataupun pengumpulan ikan dan jenis-jenis aquatic resources lainnya, dengan dasar pemikiran bahwa ikan dan aquatic resources tersebut mempunyai nilai ekonomi. (Sudirman & Achmar Mallawa, Teknik Penangkapan Ikan, 2004)
*        Sekitar 100.000 tahun yang lalu manusia telah melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan tangan
*        Kemudian berkembang secara berlahan dengan menggunakan alat yang sangat tradisional, yang terbuat dari berbagai jenis bahan seperti batu, kayu, tulang dan tanduk
*        Seiring perkembangan kebudayaan, manusia mulai bisa membuat perahu sampan
*        Setelah ditemukannya mesin uap pada thn 1769, maka penangkapan ikan ikut terpengaruh perkembangannya
*        Mesin-mesin tersebut tidak hanya digunakan untuk menggerakkan kapal, tetapi juga untuk menarik jenis alat tangkap seperti jaring dan long line
Sejarah Pemanfaatan SDI
A.Berburu menangkap/mencari ikan
            Tujuan: hanya untuk makan keluarga (subsistance type of fisheries)
B. Pembudidayaan ikan
            Tujuan: dikomersialkan (commercial type of fisheries)
C. Mengembangkan usaha perikanan yang bersifat Komersial:
            menangkap ikan, budidaya ikan, menyimpan, mendinginkan, mengawetkan atau pengolahan
Perkembangan Teknik Penangkapan ikan:
1.     Perubahan usaha penangkapan dari seekor demi seekor ke arah usaha penangkapan dalam jumlah yang banyak. Misal: hand line à long line
2.    Perubahan dari fishing ground ke arah yang lebih jauh dari pantai, sehingga terjadi pula perubahan dari depth perairan (dari perairan dangkal ke perairan yang lebih dalam). Misal: adanya kapal penangkap ikan yang mampu menjangkau ratusan mil.
3.    Penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin.
Ketiga hal diatas menunjukkan perkembangan from tradisional fishing to industrial fishing.
Klasifikasi Teknik Penangkapan Ikan
Menurut statistic perikanan Indonesia (1975)
*        Trawl (trawl udang ganda, otter trawl, dan trawl lainnya)
*        Pukat kantong (seine nets). Missal: payang, dogol, dan pukat pantai
*        Pukat cincin (purse seine)
*        Jaring insang (gill net). Missal: jaring insang hanyut, dsb.
*        Jaring angkat (lift net). Missal: bagan
*        Pancing (hook and lines). Missal: rawai tuna, pole and line,dsb.
*        Perangkap (traps). Missal: sero, bubu, dsb.
*        Alat pengumpul kerang dan rumput laut (shell fish and seaweed collection with manual gear)
*        Muroami
*        10. Alat tangkap lainnya misalnya tombak.
Menurut Nomura dan Yamazaki (1975)
          Nomura dan Yamazaki mengklasifikasikan alat penangkapan ikan menjadi 9 jenis, 7 golongan alat tangkap dikategorikan menggunakan jaring, 1 golongan pancing dan 1 golongan alat tangkap lainnya.
a. Alat tangkap yang memakai jaring (netting gear)
~        Gill net yaitu semua jenis jaring (surface gill net, mid water gill net, bottom gill net, dan sweeping gill net)
~        Entangle net yaitu jaring yang menangkap ikan secara terbelit seperti tuna drift net dan tramel net.
~        Towing net yaitu kelompok jaring yang dalam operasinya ditarik atau di dorong dan berkantong. Missal: beach seine, cantrang, trawl
~        Lift net yaitu semua jenis jaring angkat. Missal: floating lift net, bottom lift net.
~        Surrounding net yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan masuk ke kantong. Missal: purse seine.
~        Covering net yaitu menangkap ikan dengan menutup dari atas, umumnya dioperasikan di perairan dangkal.missal: jala lempar.
~        Trap net yaitu menangkap ikan dengan perangkap.missal: bubu, sero.
b. Alat tangkap pancing
        Semua jenis alat tangkap pancing. Missal: long line, pole and line, trolling line, drift line, bottom long line.
c. Alat penangkapan lainnya
§  Alat tangkap yang tidak termasuk dalam kelompok alat tangkap di atas. Missal: harpoons dan spears (menggunakan panah dan tombak), menggunakan skop,  electrical fishing, dll.
§  Surrounding net yaitu menangkap ikan dengan melingkari gerombolan ikan dan ikan masuk ke kantong. Missal: purse seine.
§  Covering net yaitu menangkap ikan dengan menutup dari atas, umumnya dioperasikan di perairan dangkal.missal: jala lempar.
§  Trap net yaitu menangkap ikan dengan perangkap.missal: bubu, sero.
b. Alat tangkap pancing
¯  Semua jenis alat tangkap pancing. Missal: long line, pole and line, trolling line, drift line, bottom long line.
c. Alat penangkapan lainnya
¯  Alat tangkap yang tidak termasuk dalam kelompok alat tangkap di atas. Missal: harpoons dan spears (menggunakan panah dan tombak), menggunakan skop,  electrical fishing, dll.
Menurut Von Brandt (1984)
¯  Penangkapan ikan dengan tidak menggunakan alat (mis. Menangkap dengan menggunakan tangan secara langsung)
¯  penangkapan ikan dengan menjepit dan menggunakan alat untuk melukai (mis. Dengan tombak)
¯  penangkapan ikan dengan memabukkan. (bisa dengan pemboman, racun, dan arus listrik)
¯  penangkapan ikan dengan menggunakan pancing (semua jenis pancing)
¯  penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap (mis. Sero, bubu)
¯  Penangkapan ikan dengan menggunakan perangkap terapung (utk menangkap ikan-ikan yg sedang melompat)
¯  Bagnets (mis. Scoop net)
¯  penangkapan dengan menarik alat tangkap (mis. Jenis-jenis trawl)
¯  Seine nets yaitu alat tangkap yg menggunakan sayap kemudian ditarik (pukat pantai)
¯  Surrounding nets yaitu alat tangkap yang melingkari gerombolan ikan dengan menutup pada bagian tepi dan bagian bawah jaring (mis. Purse seine)
¯  Drive in nets (biasanya alat tangkapnya skala kecil, mis jaring yg ditarik dengan tangan utk menangkap ikan)
¯  Lift nets yaitu semua jenis jaring angkat (mis. Bagan)
¯  Falling gear yaitu alat tangkap yg cara penangkapannya dilakukan dengan membuang alat dari atas ke bawah (mis. Jala lempar)
¯  Gill net yaitu semua jenis jaring insang (mis. Jaring insang hanyut)
¯  Tangle nets yaitu penangkapan dengan alat tangkap jaring, dengan maksud agar ikan terbelit, mis. Jaring klitik
¯  Harvesting machinnes yaitu semua jenis alat tangkap yg disebutkan di atas yang semua penanganannya dengan mesin.
LIGHT FISHING
A. Definisi
¯  Definisi: penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu cahaya.
¯  Fungsi cahaya à untuk mengumpulkan ikan dalam suatu areal penangkapan.
B. Penyebab tertariknya ikan oleh cahaya
          Ikan tertarik oleh cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan melalui otak.
          Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut “phototaxis”, umumnya ikan pelagis dan sedikit ikan demersal.
          Ikan-ikan yang tidak tertarik oleh cahaya/menjauhi disebut “fotophobi”
Beberapa alasan mengapa ikan tertarik pada cahaya:
1. penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima cahaya.
¯  cahaya yang masuk ke mata ikan akan diteruskanke otaak baagian Cone dan Rod
¯  kemampuan ikan untuk tertarik pada sumber cahaya berbeda-beda. Ada yang senang degan intensitas yang rendah, tinggi dan ada yang rendah – tinggi.
¯  Sensitifitas mata ikan laut pad umumnya tinggi dan tingkat sensitifitasnya 100 x mata manusia. Oleh sebab itu ikan dapat mengindera mangsanya dari kejauhan 100 m.
2. adanya cahaya merupakan suatu indikasi adanya makanan
Prinsip Light Fishing dan Peristiwa Tertariknya ikan
light fishing à pemanfaatan dari behaviour ikan.
Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya dapt di bagi dua:
1. Peristiwa langsung
¯  ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul
¯  ex: Sardinella, kembung, layang
2. Peristiwa tidak langsung
¯  karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan sebagianya berkumpul.
¯  ex: tenggiri, cendro
Sumber dan Letak Cahaya
> Sumber Cahaya: Obor à lampu strongkin à gas karbit à listrik
> Letak cahaya:
1.     di atas permukaan air (surface lamp)
2.    di dalam air (under water lamp)
Persyaratan dalam Light Fishing
a. Persyaratan lingkungan
– yang utama adalah malam harus gelap, karena light fishing hanya efektif pada bulan gelap.
– air sebaiknya jernih atau tidak terlalu keruh
– cuaca dalam keadaan baik dan arus tidak terlalu kencang
b. Persyaratan penangkapan
– cahaya harus mampu menarik ikan pada jarak yg jauh baik secara vertikal maupun horisontal
– ikan-ikan tsb hendaklah ke sekitar sumber cahaya yg masih berada pada areal penangkapan
– sekali ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tsb jangan melarikan diri atau menyebarkan diri
Jenis alat tangkap yang menggunakan alat bantu cahaya
– bagan tancap
– purse seine
Faktor yang mempengaruhi penangkapan
¯  Penangkapan berkaitan dengan stok ikan di suatu perairan
¯  Faktor yang mempengaruhi stok ikan:
o   reproduksi
o   pertumbuhan alamiah
o   aktivitas penangkapan
o   kematian alamiah
¯  Faktor yang sangat mempengaruhi penangkapan adalah musim, sehingga dikenal musim ikan dan musim paceklik
¯  Salah satu penyebab berkurangnya stok ikan di perairan disebabkan oleh upaya penangkapan dengan produksi yang telah melampaui MSY (Maximum Sustainable Yield)
¯  MSY : biomassa ikan yang masih boleh ditangkap sehingga stok ikan yang tertinggal di perairan tersebut masih memungkinkan untuk berkembang biak dan tumbuh secara normal.
¯  Dalam MSY terjadi keseimbangan antara penangkapan dan kematian alami ikan dengan reproduksi  dan pertumbuhan alami sehingga stok ikan selalu tersedia
¯  Aktivitas penangkapan dengan hasil tangkapan ikan yang telah melampaui MSY disebut tangkap lebih (overfishing).
Daerah operasi penangkapan di Indonesia
Jalur penangkapan
Jarak dari pantai
peruntukan
Jalur I
0 – 3 mil
Perahu nelayan tradisional dan perahu tanpa mesin
Jalur II
3 – 6 mil
Kapal motor tempel < 12 m atau < 5 GT
6 – 12 mil
Kapal motor < 60 GT
Jalur III
12 – 200 mil
Kapal motor < 200 GT
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 392, 1999

PENGGUNAAN RUMPON SEBAGAI ALAT PENGUMPUL IKAN

PENGGUNAAN RUMPON SEBAGAI ALAT BANTU PENGUMPUL IKAN PADA DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Oleh: Rustadi.MM
Abstrak
Dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan, khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan  yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang  berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkapnya,  sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil   tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
                    
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut  yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat  berkumpulnya ikan  di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Dalam memilih dan menentukan daerah penangkpan, harus memenuhi syarat-syarat antara  lain : kondisi daerah penangkapan harus sedemikian rupa sehigga ikan mudah datang dan berkumpul, daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan.     
Alat tangkap yang dapat dioperasikan di sekitar rumpon adakah rawai tuna, pole and line, pancing  ulur, pukat cincin, jaring insang dan lain –lainya. Jenis-jenis yang ada disekitar rumpon adalah jenis ikan yang hidup di permukaan perairan antara lain : ikan  tuna,ikan  cakalang, ikan tongkol, ikan lemuru,ikan kembung dan lain- lainya.
Kata Kunci : Rumpon, Daerah Penangkapan, dan Ikan
PENDAHULUAN
Indonesia telah diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari wilayah kedaulatannya adalah wilayah laut dengan luas 5,8 juta kmyang terdiri dari  wilayah territorial dengan luas  3,1 km2 dan wilayah ZEEI dengan luas 2,7 km2, dan terdiri dari 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati ( ikan ) yang berlimpah dan beraneka ragan. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajiskanlaut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, di duga sebesar 6,26 juta ton per hatun, sementara produksi tahuanan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.
Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi  padat tangkap atau overfishing.

            Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia. Kurangnya data  dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak  dapat  dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
           Keberhasilan suatu usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan. Beberapa jenis ikan pelagis mempunyai sifat mudah tertarikdan berkumpul di sekitar benda-benda yang terapung di laut. Bahkan ikan tuna dan cakalang sering ditemui berenang-renang mengikuti gelondong-gelondong kayu yang hanyut dan juga kadang-kadang bergerombolan bersam-sama dengan ikan lumba-lumba, cucut dan sebagainya. Kejadian ini sering kali dimanfaatkan oleh nelayan untuk usaha penangkapan dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan benda-benda terapung, para nelayan yang mencari nafkah dengan menggunakan berbagai ragam alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pengumpul ikan   atau  selama ini masyarakat nelayan mengenal salah satu adalah rumpon. Alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan dikenal sebagai alat pengumpul ikan, yaitu rumpon.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan  yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang  berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan terlebih dahulu baru menangkapnya  sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil   tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
II. KARAKTERISTIK  IKAN
             Ikan dalam arti sebenarnya adalah makhluk hidup / binatang bertulang belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang, berdarah dingin, bersisik / tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal).
             Ikan-ikan yang hidup di sekitar  rumpon ada yang hidup dipermukaan (pelagis), ada juga yang hidup di dasar periran (demersal)  ikan yang hidupnya di permukaan perairan ( pelagis ) dengan ciri-cirinya antara lain seperti hidup bergerombolan atau berkelompok, berenang cepat, warnanya cerah, pada umunya hidup di daerah neritik dengan kedalaman perairan 0 – 200 meter  ikan-ikan pelagis ini banyak bernilai   ekonomis penting, juga berfungsi sebagai konsumen anatar dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan,  sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan dasar (demersal) dengan ciri-ciri antara lain warnanya gelap, pada umunya hidup tidak bergerombolan (sendiri), bentuknya bervariasi.
 Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut Komnas Kajiskanlaut, 1998, yang termasuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar diantaranya; Tuna dan Cakalang (Madidihang, Tuna Mata Besar, Albakora Tuna Sirip Biru, Cakalang), Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk biru, Setuhuk hitam, Setuhuk loreng, Ikan Layaran), Tongkol dan  Tenggiri (Tongkol dan Tenggiri), dan Cucut (Cucut Mako). Sedangkan jenis ikan pelagis kecil antara lain; Karangaid (Layang, Selar, Sunglir), Klupeid (Teri, Japuh, Tembang, Lemuru, Siro) dan Skombroid (Kembung).

III. DAERAH PENANGKAPAN
               Penentuan daerah  penangkapan ikan yang umum dilakukan oleh nelayan sejauh ini masih menggunakan cara-cara tradisional, yang diperoleh secara turun-temurun. Akibatnya, tidak mampu mengatasi perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ikan yang berubah secara dinamis.  Ekspansi nelayan besar ke daerah penangkapan nelayan kecil mengakibatkan terjadi persaingan yang kurang sehat bahkan sering terjadi konflik antara nelayan besar dengan nelayan kecil.
Secara garis besarnya  daerah penangkapan, penyebaran dan Migrasi sangat  luas, yaitu meliputi daerah tropis dan sub tropis dengan daerah penangkapan  terbesar terdapat disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan   merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau   tidaknya suatu operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap,   maka daerah penangkapan tersebut haruslah baik dan dapat menguntungkan.   Dalam arti ikan berlimpah, bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan   dan alat tangkap mudah dioperasikan. (Waluyo, 1987).  Lebih lanjut Paulus (1986), menyatakan bahwa,  “Hal ini  tentu saja erat hubungannya dengan kondisi oseanografi dan meteorologi  suatu perairan dan faktor biologi dari ikan –ikan  itu sendiri.  Musim penangkapan  di perairan Indonesia bervariasi. Musim  penangkapan  di suatu perairan belum tentu sama dengan perairan yang  lain. Berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Bila   hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan apabila   dihasilkan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik.
Pengetahuan mengenai penyebaran dan bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha penangkapannya. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji daerah penangkapan ikan di suatu perairan  seperti perairan laut banda,  kawasan timur Indonesia, kawasan  Samudra Hindia dan lain sebagainnya.
IV. RUMPON
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut  yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat  berkumpulnya ikan  di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.

RUMPON PENGUMPUL IKAN

JENIS -JENIS ALAT TANGKAP RUMPON
Rumpon merupakan salah satu alat penangkapan yang banyak digunakan oleh nelayan di Jawa Barat. Istilah lain rumpon dikenal dengan nama FAD (Fish Agregation Device) sedangkan fungsi dari rumpon ini untuk memikat ikan agar berkumpul di satu daerah penangkapan.

Penggunaan rumpon tradisional di Indonesia banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Setatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja (1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang, Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan mengapa ikan sering ditemukan disekitar rumpon:


I . Banyak ikan- ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon dimana ikan dan plankton tersebut merupakan sumber makanan bagi ikan besar.
2. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadikan rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.

Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
1. Banyaknya buih – buih atau gelembung udara dipermukaan air.
2. Warna air akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.

4.1.1. Bahan dan Komponen Rumpon
Setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 4.1 di bawah ini. Di Indonesia rumpon masih menggunakan bahan alami seperti daun kelapa, tali plastik yang sudah pasti kekuatannya sangat terbatas.

Tabel 4.1.

Komponen Pokok dan Bahan dari Sebuah Rumpon
1. Float bahannya Bambu, Plastik
2. Tali Tambang (mooring line), bahannya Tali,Wi re, Rantai, Swiwel
3. Pemikat ikat (atractor) bahannya Daun Kelapa, Jaring Bekas
4. Pemberat (bottom sinker) bahannya Batu, Beton
Jenis- jenis Ikan yang Banyak Ditemukan di Sekitar Rumpon
Tidak semua ikan ditemukan disekitar rumpon. Ikan jenis pelagis merupakan ikan dominan yang sering ditemukan didalam rumpon. Dalam Table 4.2., di bawah dapat kita lihat ikan apa saja yang sering berada disekitar rumpon.

4.1.3. Konstruksi Rumpon
Di Jawa Barat konstruksi rumpon masih sederhana sekali, pada umumnya pelampungnya dari bambu dan tali temalinya dari bahan plastik atau rotan, pemberatnya dari batu gunung atau batu karang sedangkan atraktornya menggunakan daun kelapa. Rumpon jenis ini banyak dioperasikan di laut yang dangkal dengan tujuan untuk rnengumpulkan ikan pelagis yang kecil – kecil. Untuk perairan yang mempunyai kedalaman sampai ribuan meter digunakan tali

Tabel 4.2.
jenis-jenis Ikan yang Sering Berasosiasi dengan Rumpon (Monintia, 1993)
1. Cakatang – Skipjack- (Katsowonus pelamis)
2. Tongkol – Frigate Tuna- (Auxis thazard )
3. Tongkol Pisang-Frigate Tuna- Euthynnus affinis
4. Tenggiri- King Mackeret- Scomberomorus sp
5. Madidihang -Yellow Fin Tuna- Thunnus albacores
6. Tembang -Frigate Sardin – Sardinella firnbriato
7. Japuh Rainbow -Sardin -Dussumeria hosselti

sintetis dan biasanya jenis ikan yang berkumpul di situ adalah ikan layang, tuna dan cakalang.
Di negara maju seperti Jepang dan Philipina rumpon yang dipasang selalu dilengkapi alat penditeksi ikan yang dapat memonitor dari kapal penangkapannya.

Konstruksi berbagai jenis rumpon yang terdapat di perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar 4. 1, antara lain :

Agar kepemilikkan rumpon tidak tertukar atau hilang, maka diberi tanda, misalnya dengan bendera, pelampung, cermin atau tanda lain sesuai keinginan pemiliknya. Gambar 4.21.1 memperlihatkan contoh jenis -jenis tanda yang dipasang dirumpon.
yang Penelitian tentang rumpon terus dilakukan oleh peneliti-peneliti kita. Pada tahun 1999 Arsyad telah melakukan penelitian atraktor rumpon, dia telah mengganti daun kelapa dengan daun lontar dengan asumsi daun lontar jauh lebih tahan dari daun kelapa dan hasilnya sangat berbeda nyata (Gambar 4.3). Rumpon dari daun lontar memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak.

Gbr. Ini menunjukan siswa  SUPM sedang praktek
Untuk menebarkan /memasang jenis rumpon terbuat dari Daun kelap
Sumber:

RUMPON PENGUMPUL IKAN

JENIS -JENIS ALAT TANGKAP RUMPON
Rumpon merupakan salah satu alat penangkapan yang banyak digunakan oleh nelayan di Jawa Barat. Istilah lain rumpon dikenal dengan nama FAD (Fish Agregation Device) sedangkan fungsi dari rumpon ini untuk memikat ikan agar berkumpul di satu daerah penangkapan.

Penggunaan rumpon tradisional di Indonesia banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Setatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja (1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang, Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan mengapa ikan sering ditemukan disekitar rumpon:


I . Banyak ikan- ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon dimana ikan dan plankton tersebut merupakan sumber makanan bagi ikan besar.
2. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadikan rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.

Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
1. Banyaknya buih – buih atau gelembung udara dipermukaan air.
2. Warna air akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.

4.1.1. Bahan dan Komponen Rumpon
Setiap rumpon terdiri dari beberapa komponen seperti pada Tabel 4.1 di bawah ini. Di Indonesia rumpon masih menggunakan bahan alami seperti daun kelapa, tali plastik yang sudah pasti kekuatannya sangat terbatas.

Tabel 4.1.

Komponen Pokok dan Bahan dari Sebuah Rumpon
1. Float bahannya Bambu, Plastik
2. Tali Tambang (mooring line), bahannya Tali,Wi re, Rantai, Swiwel
3. Pemikat ikat (atractor) bahannya Daun Kelapa, Jaring Bekas
4. Pemberat (bottom sinker) bahannya Batu, Beton
Jenis- jenis Ikan yang Banyak Ditemukan di Sekitar Rumpon
Tidak semua ikan ditemukan disekitar rumpon. Ikan jenis pelagis merupakan ikan dominan yang sering ditemukan didalam rumpon. Dalam Table 4.2., di bawah dapat kita lihat ikan apa saja yang sering berada disekitar rumpon.

4.1.3. Konstruksi Rumpon
Di Jawa Barat konstruksi rumpon masih sederhana sekali, pada umumnya pelampungnya dari bambu dan tali temalinya dari bahan plastik atau rotan, pemberatnya dari batu gunung atau batu karang sedangkan atraktornya menggunakan daun kelapa. Rumpon jenis ini banyak dioperasikan di laut yang dangkal dengan tujuan untuk rnengumpulkan ikan pelagis yang kecil – kecil. Untuk perairan yang mempunyai kedalaman sampai ribuan meter digunakan tali

Tabel 4.2.
jenis-jenis Ikan yang Sering Berasosiasi dengan Rumpon (Monintia, 1993)
1. Cakatang – Skipjack- (Katsowonus pelamis)
2. Tongkol – Frigate Tuna- (Auxis thazard )
3. Tongkol Pisang-Frigate Tuna- Euthynnus affinis
4. Tenggiri- King Mackeret- Scomberomorus sp
5. Madidihang -Yellow Fin Tuna- Thunnus albacores
6. Tembang -Frigate Sardin – Sardinella firnbriato
7. Japuh Rainbow -Sardin -Dussumeria hosselti

sintetis dan biasanya jenis ikan yang berkumpul di situ adalah ikan layang, tuna dan cakalang.
Di negara maju seperti Jepang dan Philipina rumpon yang dipasang selalu dilengkapi alat penditeksi ikan yang dapat memonitor dari kapal penangkapannya.

Konstruksi berbagai jenis rumpon yang terdapat di perairan Indonesia dapat dilihat pada gambar 4. 1, antara lain :

Agar kepemilikkan rumpon tidak tertukar atau hilang, maka diberi tanda, misalnya dengan bendera, pelampung, cermin atau tanda lain sesuai keinginan pemiliknya. Gambar 4.21.1 memperlihatkan contoh jenis -jenis tanda yang dipasang dirumpon.
yang Penelitian tentang rumpon terus dilakukan oleh peneliti-peneliti kita. Pada tahun 1999 Arsyad telah melakukan penelitian atraktor rumpon, dia telah mengganti daun kelapa dengan daun lontar dengan asumsi daun lontar jauh lebih tahan dari daun kelapa dan hasilnya sangat berbeda nyata (Gambar 4.3). Rumpon dari daun lontar memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak.

Gbr. Ini menunjukan siswa  SUPM sedang praktek
Untuk menebarkan /memasang jenis rumpon terbuat dari Daun kelap
Sumber:

MENJADIKAN RUMPON SEBAGAI TEMPAT BERKUMPULNYA IKAN (RUMAH IKAN)

Kondisi terumbu karang di perairan laut di berbagai lokasi di nusantara dilaporkan sudah mengalami kerusakan akibat pencarian ikan yang ilegal dan melanggar hokum seperti bom ikan dan penggunaan pukat. Dimana cara pencarian ikan ini sangat merusak terumbu karang yang notabene habitat ikan di dasar laut. Jenis ikan konsumsi yang memiliki habitat di karang yakni ikan kakap dan kerapu menjadi berkurang jumlahnya secara signifikan. Pembuatan rumpon sebagai rumah tinggal buatan dapat dijadikan salah satu usaha untuk mengembalikan kelestarian hayati di dasar laut.

Rumpon dalam bahasa kelautan adalah karang buatan yang dibuat oleh manusia dengan tujuan sebagai tempat tinggal ikan. Rumpon merupakan rumah buatan bagi ikan di dasar laut yang dibuat secara sengaja dengan menaruh berbagai jenis barang di dasar laut secara kontinyu.




Pembuatan rumpon ikan sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengumpulkan ikan, dengan membentuk kondisi dasar laut menjadi mirip dengan kondisi karang – karang alami, rumpon membuat ikan merasa seperti mendapatkan rumah baru. Meski untuk mengetahui keberhasilanya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit sekitar 3- 6 bulan namun usaha pembuatan rumpon ini merupakan solusi terbaik meningkatkan hasil perikanan di laut. Kalau anda ingat beberapa tahun yang lalu pemerintah DKI Jakarta mencemplungkan becak yang dirazia ke laut utara Jakarta, tujuan salah satunya adalah untuk membuat terumbu karang di dasar laut sebagai rumah tinggal ikan.

Rumpon ikan diberbagai lokasi dibuat dengan memasukkan barang – barang seperti ban, dahan dan ranting dengan pohonnya sekaligus kedalam laut. Barang – barang tersebut dimasukkan dengan diberikan pemberat berupa beton, batu – batuan dan lain – lain sehingga posisi dari rumpon tidak bergerak karena arus laut. Barang – barang yang dimasukkan kedalam laut dapat terus ditambah secara kontinyu untuk menambah massa rumpon.


Pembuatan rumpon selain untuk diambil hasil ikannya untuk keperluan sendiri, dapat juga disewakan kepada para pemancing laut yang memang mencari kesenangan mencari ikan di lokasi yang banyak ikannya. Para pemancing yang memang membutuhkan hot spot memancing yang bagus dapat menyewa pemilik rumpon ini sebagai alternatif memancing yang cukup gampang, ikan yang dapat dicari adalah jenis ikan kerapu, ikan kakap merah, talang – talang dan lain – lain. Meski bukan ikan monster namun lumayan sebagai pemuas dahaga mancing..salam strike.
Sumber: rustadi64
http://ayatsyam-rustadi64.blogspot.com/2011/05/rumpon-sebagai-rumah-ikan.html

———————————————————————————————————–
———————————————————————————————————–

MENJADIKAN RUMPON SEBAGAI TEMPAT BERKUMPULNYA IKAN (RUMAH IKAN)

Kondisi terumbu karang di perairan laut di berbagai lokasi di nusantara dilaporkan sudah mengalami kerusakan akibat pencarian ikan yang ilegal dan melanggar hokum seperti bom ikan dan penggunaan pukat. Dimana cara pencarian ikan ini sangat merusak terumbu karang yang notabene habitat ikan di dasar laut. Jenis ikan konsumsi yang memiliki habitat di karang yakni ikan kakap dan kerapu menjadi berkurang jumlahnya secara signifikan. Pembuatan rumpon sebagai rumah tinggal buatan dapat dijadikan salah satu usaha untuk mengembalikan kelestarian hayati di dasar laut.

Rumpon dalam bahasa kelautan adalah karang buatan yang dibuat oleh manusia dengan tujuan sebagai tempat tinggal ikan. Rumpon merupakan rumah buatan bagi ikan di dasar laut yang dibuat secara sengaja dengan menaruh berbagai jenis barang di dasar laut secara kontinyu.




Pembuatan rumpon ikan sebenarnya adalah salah satu cara untuk mengumpulkan ikan, dengan membentuk kondisi dasar laut menjadi mirip dengan kondisi karang – karang alami, rumpon membuat ikan merasa seperti mendapatkan rumah baru. Meski untuk mengetahui keberhasilanya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit sekitar 3- 6 bulan namun usaha pembuatan rumpon ini merupakan solusi terbaik meningkatkan hasil perikanan di laut. Kalau anda ingat beberapa tahun yang lalu pemerintah DKI Jakarta mencemplungkan becak yang dirazia ke laut utara Jakarta, tujuan salah satunya adalah untuk membuat terumbu karang di dasar laut sebagai rumah tinggal ikan.

Rumpon ikan diberbagai lokasi dibuat dengan memasukkan barang – barang seperti ban, dahan dan ranting dengan pohonnya sekaligus kedalam laut. Barang – barang tersebut dimasukkan dengan diberikan pemberat berupa beton, batu – batuan dan lain – lain sehingga posisi dari rumpon tidak bergerak karena arus laut. Barang – barang yang dimasukkan kedalam laut dapat terus ditambah secara kontinyu untuk menambah massa rumpon.


Pembuatan rumpon selain untuk diambil hasil ikannya untuk keperluan sendiri, dapat juga disewakan kepada para pemancing laut yang memang mencari kesenangan mencari ikan di lokasi yang banyak ikannya. Para pemancing yang memang membutuhkan hot spot memancing yang bagus dapat menyewa pemilik rumpon ini sebagai alternatif memancing yang cukup gampang, ikan yang dapat dicari adalah jenis ikan kerapu, ikan kakap merah, talang – talang dan lain – lain. Meski bukan ikan monster namun lumayan sebagai pemuas dahaga mancing..salam strike.
Sumber: rustadi64
http://ayatsyam-rustadi64.blogspot.com/2011/05/rumpon-sebagai-rumah-ikan.html

———————————————————————————————————–
———————————————————————————————————–

Atraktor Cumi-cumi

Keunggulan
Secara alamiah, cumi-cumi dan sotong menempatkan telurnya pada substrat di dasar laut dan benda-benda yang menggantung di air, seperti rumput laut, dan lambun. Tingkah laku ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan dengan cara menyediakan tempat yang disukainya, di antaranya adalah atraktor cumi-cumi. Di tempat-tempat yang tidak banyak memiliki benda-benda menggantung, pemasangan atraktor cumi-cumi akan menjadi tempat tersebut daerah pemijahan. Biasanya, cumi-cumi memijah dan bertelur bersama-sama pada tempat dan waktu tertentu. Dengan demikian, suatu kawasan akan dapat menampung cumi-cumi Iebih banyak jika dijadikan tempat pemasangan cumi-cumi. Jika, tempat pemasangan cumi-cumi ini dilindungi, maka siklus hidup cumi-cumi semakin terjamin. Cumi-cumi telah menetas kemudian akan tumbuh dewasa dan sebagian darinya tentu dapat ditangkap.
Cumi-cumi yang sebelumnya tersebar di habitat alaminya akan berkumpul pada atraktor ini sehingga nelayan dengan mengetahui posisi cumi-curni. Hal ini akan memudahkan pengelolaan perikanan cumi-cumi, misalnya dimana dan kapan cumi-cumi boleh ditangkap, cumi-cumi ukuran berapa yang boleh ditangkap atau yang tidak boleh ditangkap, dimana saja atraktor cumi-cumi akan dipasang dan sebagainya.
Telur cumi-cumi yang menempel dapat dipindahkan sebagai benih budidaya cumi-cumi. Peralatan ini cukup sederhana, dan nelayan dapat mengerjakan pembuatan atraktor cumi-cumi dengan bahan-bahan yang cukup mudah diperoleh di berbagai pesisir di IndonesiaIndonesia.
Spesifikasi
Konstruksi atraktor cumi-cumi dapat berbagai bentuk, namun sebuah komponen yang penting di antaranya adalah: (1) atraktor yang terbuat dari untaian tali-temali (kelapa atau tali ijuk) yang akan dgunakan cumi-cumi untuk menempelkan dirinya dan telur-telurnya, dan (2) naungan yang melindungi cumi-cumi dari sorotan matahri Iangsung ketika menempel pada atraktor. Rangka atraktor cumi-cumi dapat terbuat dari berbagai jenis bahan, seperti kawat, tali plastik, bambu dan ban bekas, jumlah penggunaan ban bekas sebaiknya dilakukan terbatas. Bahan naungan tersebut dapat berupa lembaran plastik atau karung goni.
Prinsip Kerja
Cumi-cumi akan mendekati dan menempel pada atraktor ketika akan memijah dan bertelur.
Cara Pembuatan
Atraktor cumi-cumi cukup mudah dibuat. Kegiatan pertama, tentu membuat rancangan bentuk, ukuran dan menentukan kebutuhan bahan yang akan digunakan. Setelah itu, pembuatan komponen-komponen atraktor cumi-cumi, yaitu rangka, atraktor, pelampung, pemberat, tali-temali dan jangkar. Gambar 4 menyajikan contoh proses pembuatan salah satu jenis atraktor cumi-cumi.
SaIah satu konstruksi berbentuk seperti bunga dengan diameter 120 cm dan tinggi 35 cm, dibuat dari bahan kawat plastik yang dilengkapi dengan untaian tali dan pada bagian atasnya ditutupi lembaran plastik hitam (Gambar 1).
Cara Penggunaan
Atraktor cumi-cumi dapat ditempatkan di dasar laut, di tengah kolom air pada jarak tertentu dari dasar taut, dan di dekat permukaan laut (TaIIo 2006). Pemasangan atraktor cumi-cumi dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah masing-masing dipasang secara terpisah, sedangkan cara kedua adalah dipasang dalam rangkaian seperti rawai. Agar posisi atraktor cumi-cumi stabil dan mudah diketahui Iokasinya, maka diperlukan tali-temali, pemberat, pelampung, jangkar dan pelampung tanda.
Pada cara kedua, setiap atraktor cumi-cumi dihubungkan dengan atraktor cumi-cumi terdekat sehingga penurunan ke air untuk pemasangan dan Pengangkatannya dapat dilakukan secara berurutan.
Penangkapan cumi-cumi dapat dilakukan dengan menggunakan pancing cumi-cumi (squid jig) di tempat yang ditentukan. Pemanenan telur yang menempel dilakukan dengan cara mengangkat atraktor.
Cara Pemeliharaan
Jika pemasangan atraktor cumi-cumi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk perbaikan habitat perikanan, maka tidak memerlukan pemeliharaan karena setelah beberapa waktu (sekitar 6-8 bulan) atraktor cumi-cumi akan dihuni oleh berbagai macam biota laut seperti yang terjadi pada terumbu buatan (artificial reefs).
Jika pemasangan atraktor cumi-cumi dimaksudkan sebagai sumber benih untuk budidaya cumi-cumi, maka bahan atraktor perlu diperbaiki sesuai dengan kebutuhan. Kondisi bahan atraktor ini dapat diketahui setiap pengangkatan untuk mengambil telur cumi-cumi.
Pembelajaran
Penelitian uji coba telah dilakukan di teluk Pelabuhan ratu, Sukabumi (Jawa Barat) pada tahun 2005 untuk atraktor yang terbuat dari rangka kawat, jenis yang berkumpul adalah sotong dengan hasil 67% efektif. Penelitian uji coba di teluk Alor, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2005 untuk atraktor yang terbuat dari rangka bambu, jenis yang berkumpul adalah cumi-cumi dengan hasil 85% telur menetas dan hidup. Penelitian uji coba pada tahun 2006 di pulau Pari dan teluk Kaca untuk atraktor yang terbuat dari rangka ban bekas dan kawat.
Atraktor cumi-cumi sudah diperkenalkan kepada khalayak ramai melalui Departemen Kelautan dan Perikanan, dan serangkaian sosialisasi dan pelatihan pembuatan model atraktor cumi-cumi di pulau Batam, pulau Barranglompo dan pulau Moyo, serta kepulauan Raja Ampat, Irian Jaya Barat.
Jika akan diterapkan secara besar-besaran, perlu serangkaian kajian atau penelitian untuk mengatur penggunaan atraktor cumi-cumi ini, termasuk penetapan lokasi dan pengalokasian kawasan di antara pihak-pihak yang berminat mengembangkan usaha ini. Kajian mi seyogyanya diarahkan dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya perikanan dan manfaat maksimum bagi kesejahteraan masyarakat luas.

Sumber : Dit PMP, DKP
Kontak : Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Telepon: 0251-8622935, Fax: 0251-8421732, email: iwashi_maguro@yahoo.com