PIROPILIT KEMERAHAN DAN COKLAT BERCAK PUTIH

Seperti yang dikemukakan pada posting sebelumnya (Piropilit–Al2Si4O10(OH)2), bahwa piropilit memiliki warna putih, kuning pucat, dan/atau coklat kemerahan. Pada posting sebelumnya telah ditampilkan gambar piropilit warna putih keabu-abuan, maka pada posting ini disajikan piropilit warna coklat kemerahan dan piropilit coklat dengan bercak putih. Kedua mineral dengan warna berbeda tersebut ditemukan pada lokasi penambangan piropilit di Desa Argotirto Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Piropilit warna coklat kemerahan dan piropilit coklat bercak putih ini jumlahnya tidak sebesar piropilit yang berwarna putih dan piropilit yang berwarna putih keabu-abuan. Lantaran warna yang berbeda itulah yang membuat “nuansa masel” penasaran.

Menurut Dr. Sunaryo, S.Si., M.Si., Ketua Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA, UB Malang bahwa warna merah yang ada pada piropilit berasal dari feldspar. Feldspar, juga piropilit termasuk dalam grup mineral silikat yang tersusun dari alumunium dan silika. Mineral ini merupakan mineral paling umum atau paling banyak ditemukan di muka Bumi. Selanjutnya Dr. Sunaryo menjelaskan bahwa garis merah (lihat gambar atas) itu menunjukkan proses perlapisan dari feldspar itu. Sedangkan gambar bawah, feldspar coklat bercak putih, ada yang mengatakan bahwa warna coklat tersebut berasal dari kotoran yang mengandung potasium.

PIROPILIT–Al2Si4O10(OH)2

Mineral yang gambarnya tersaji dalam posting ini menurut Ketua Jurusan Fisika dan Program Studi Geofisika FMIPA–UB, Adi Susilo, Ph.D. adalah piropilit. Hal ini dikemukakan beliau ketika doktor lulusan sebuah perguruan tinggi Australia tersebut membimbing mahasiswanya dalam kuliah lapangan Geologi (tentang batuan dan mineral) di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang yang baru lalu. Menurut http://www.tekmira. esdm.go.id dijelaskan bahwa piropilit adalah paduan dari alumunium silikat. Mineral yang termasuk piropilit adalah kianit, andalusit, dan diaspor. Sifat fisik dan kimia dari piropilit ini mirip dengan talk.

Roger Weller, seorang kurator yang sekaligus sebagai pengajar pada Cochise College, AS pada http://skywalker.cochise.edu memerinci sifat-sifta dari piropilit sebagai berikut:
Grup mineral: silikat
Susunan kimia: Al2Si4O10(OH)2
Sistem kristal: monoklin
Belahan: sempurna, belahan dalam satu arah
Kekerasan: 1 sampai 1,5
Berat jenis: 2,84
Kilap: mutiara di atas permukaan belahan, lemak atau kusam
Warna: putih, kuning pucat, coklat kemerahan
Gores/cerat: putih
Terdapatnya: dalam formasi andesit tua yang memiliki kontrol struktur dan intensitas ubahan hidrotermal kuat. Piropilit terbentuk pada zone ubahan argilik lanjut (hipogen) seperti kaolin, namun terbentuk pada temperatur tinggi dan pH asam (http://www.tekmira. esdm.go.id).
Persebarannya di Indonesia: pulau Sumatera, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan pulau Sulawesi (http://www.tekmira. esdm.go.id). Untuk Provinsi Jawa Timur, salah satu tempat persebarannya adalah di Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang.
Kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari: untuk pakan ternak, industri kertas sebagai pengganti talk, dll (http://www.tekmira. esdm.go.id).

Keterangan gambar:
Dokumentasi pribadi dengan obyek yang diambil di daerah perbatasan antara Kecamatan Turen dan Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang.

Sumber:
– Adi Susilo penjelasan lisan pada kuliah lapangan di Kecamatan Sumbermanjing, Kab. Malang.
– Roger Weller pada http://skywalker.cochise.edu
– http://www.tekmira. esdm.go.id

IKAN YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR IKAN SENDANGBIRU

Ikan yang diperdagangkan di pasar ikan Sendangbiru dipengaruhi oleh hasil tangkapan para nelayan. Jika hasil tangkapan nelayan berlimpah, baik dalam jumlah dan jenis, maka ikan yang diperdagangkan di pasar tersebut akan selalu mengikutinya. Berbagai jenis ikan yang dijajakan dalam lapak-lapak sederhana antara lain berbagai jenis ikan tuna, tongkol, tengiri, bandeng laut, cucut, kembung, bayeman, ikan pari, dan berbagai jenis ikan lainnya. Di samping ikan, dijajakan pula cumi-cumi, gurita, dan udang laut. Umumnya dalam keadaan segar. Memang dalam jumlah terbatas masih dijumpai pula ikan asin (ikan kering).

Harga ikan di pasar ikan Sendangbiru ini relatif murah. Ikan tuna 1kg dengan jumlah ikan dua ekor dijual seharga Rp 15.000,- Ikan tongkol lebih murah lagi. Satu kilogramnya dihargai sekitar Rp 15.000,- Ikan tengiri sedikit lebih mahal. Satu kilogram ikan tengiri dijual dengan harga di atas Rp 25.000,- Sedang udang laut satu kilogramnya seharga Rp 35.000. Para pembeli ikan di tempat ini bisa juga membeli ikan yang sudah dipanggang. Ikan pindang juga tersedia.
Sedangkan ikan-ikan yang ukurannya melebihi 10kg biasanya diekspor ke berbagai negara, di antaranya ke Jepang.

PASAR IKAN SENDANGBIRU

Inilah tempat satu-satunya di Kabupaten Malang yang secara resmi dijadikan sebagai tempat jual–beli ikan hasil tangkapan nelayan yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, tepatnya oleh Dinas Perikanan dan Kelautan. Nama Sendangbiru mungkin diambil dari kata sendhang tempat yang berair, dan biru. Jadi mungkin Sendangbiru mengandung arti suatu tempat yang mengandung air berwarna biru.
Memang itulah realitannya. Pasar ikan yang terletak di tepi pelabuhan alam ini berair tenang, jernih, dan membiru, serta dibentengi pulau Sempu dari samudera luas di latar depannya.

Ditinjau dari keadaan bangunannya, pasar ini terlihat masih relatif baru. Dibangun beberapa tahun yang lalu. Kumpulan kiosnya masih ada satu deret. Teratur rapi dan relatif bersih. Walaupun demikian, tempat yang sekaligus sebagai tempat pendaratan perahu-perahu nelayan ini sebagian kecil dari dermaga dan plengsengan penahan abrasi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan.

Secara administratif pasar ikan ini berada di wilayah Kecamatan Sumbermanjing. Bukan Kecamatan Sumber Manjing Wetan. Mungkin penulis papan nama pasar tersebut tidak tahu nama kecamatan yang benar. Demikian pula cara penulisan nama tempat yang benar. Padahal aturan penulisan nama tempat di Indonesia, secara Kartografi harus bersambung.

BATUBARA DI DAERAH KARST

Batubara terbentuk karena sisa-sisa tumbuhan (tumbuhan telah mati/tumbang) yang terpendam tanah atau batuan dalam waktu sangat lama. Menurut Kuswanto, dkk. (1983:32) bahwa jenis tumbuhan tropis pembentuk batubara adalah gelamariacen, hapidodendrale, dan pkridadperma (pohon yang daunnya seperti pakis). Tanah atau batuan yang menimbun tersebut dari sedimentasi yang terakumulasi terus-menerus hingga terjadi perubahan situasi geologi. Sisa-sisa tumbuhan yang terpendam tersebut memperoleh tekanan dalam waktu sangat lama hingga kemudian terbentuk batubara. Batubara bisa juga terbentuk melalui kontak dengan panasnya magma yang ada di bawahnya. Di samping kedu hal tersebut, batubara bisa terjadi melalui pengaruh tekanan dan kontak dengan panasnya magma.

Selanjutnya, Kuswanto dkk. (1983:33–34) menjelaskan tentang batubara sebagai berikut: Syarat-syarat terbentuknya batubara:
1. Hutan tropika di daerah berawa-rawa.
2. Merupakan daerah geosinklinal yang mengakibatkan:
a. Lapisan-lapisan organisme terputus hubungannya dengan udara, sebab kemungkinannya besar sekali di atas organisme itu akan terjadi lapisan lempung. Lempung merupakan bahan penutup yang baik sekali.
b. Lapisan di atasnya makin tebal hingga menimbulkan suhu dan tekanan yang tinggi.

Proses pembentukan batubara disebut proses inkolen, yakni kadar air dan bahan-bahan mudah menguap yang ada dalam sisa-sisa tumbuhan tersebut makin kecil, sedang kadar C (arang) makin bertambah. Proses ini berlangsung dalam dua tahap, yakni:
1. Proses biokimia
Proses ini dijalankan oleh bakteri anaerob dalam keadaan diagenesis, artinya sisa-sisa tumbuhan itu menjadi keras lantaran beratnya sendiri. Proses ini mengakibatkan sisa-sisa tumbuhan tersebut berubah menjadi turf, yaitu sisa-sisa tumbuhan yang masih utuh tetapi sudah mengalami perubahan warna.
2. Proses metamorfosa
Dalam proses ini bakteri dalam sisa-sisa tumbuhan sudah tidak ada lagi dan telah tergantikan oleh pengaruh tekanan dan suhu tinggi dalam waktu yang lama.

Berdasarkan kedua proses tersebut di atas, batubara dapat diklasifikasikan menurut kadar C-nya, yaitu:
a. Kayu, apabila kadar zat arangnya sebesar 50%
b. Turf/veen, apabila kadar zat arangnya 59%
c. Batubara muda, jika kadar zat arangnya 69%
d. Batubara gas, jika kadar zat arangnya 80%
e. Batubara gemuk, jika kadar zat arangnya 88%
f. Grafit, apabila kadar zat arangnya 100%
g. Antrasit, apabila kadar zat arangnya 95%
h. Batubara kering, apabila kadar zat arangnya 92%

Kedua gambar dalam posting ini merupakan hasil dokumentasi “nuansa masel” mengikuti kuliah lapangan mahasiswa jurusan Fisika program studi Geofisika FMIPA UB di Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Gambar atas merupakan formasi batubara pada sebuah singkapan pada tanah dan/atau batuan gamping yang membentuk tebing setinggi lebih kurang 7m di Desa Sumberagung. Lapisan batubara tersebut terdapat pada lahan milik penduduk yang diatasnya ditanami pepohonan dan tanaman semusim. Sekilas lapisannya hanya tipis saja yang mungkin depositnya juga relatif kecil. Menurut “nuansa masel”, fenomena ini menjadi menarik karena lapisan batubara ini terkubur oleh lapisan sedimen yang berupa tanah dan/atau batuan kapur. Kalau daerah setempat berbatuan induk kapur, berarti daerah tersebut dulunya merupakan laut. Dengan demikian sisa-sisa tumbuhan yang membentuk batubara tersebut, dahulunya merupakan tumbuhan tropis yang hidup di rawa-rawa pantai.
Sedangkan gambar bawah, merupakan lapisan batubara yang terdapat di tebing sungai karst yang lapisan tanah berbatuan induk kapurnya telah tergerus erosi. Batubara tersebut juga berlokasi di desa Sumberagung. Sekilah depositnya juga relatif terbatas. Sekedar diketahui bahwa di antara batuan kapur di Kecamatan Sumbermanjing ini ditemukan pula formasi batuan vulkanis (batuan beku) sebagai penyelingnya. Adapun untuk manfaat batubara ini dapat dilihat pada posting sebelumnya.

Sumber:
– Direktorat Pertambangan, Departemen Pertambangan. 1969. Bahan Galian Indonesia. Jakarta: Departemen Pertambangan.
– Kuswanto, dkk. 1983. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa 1. Solo: Tiga Serangkai.
– Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.

PELABUHAN SENDANGBIRU

Pelabuhan Sendangbiru merupakan pelabuhan yang terjadi lantaran proses alam pada sebuah teluk Sendangbiru dengan latar depannya terlindungi oleh pulau Sempu. Lantaran adanya pulau Sempu itulah pelabuhan Sendangbiru menjadi relatif teduh/terlindung dari hantaman gelombang besar yang datang dari lautan bebas, yakni samudera Indonesia/samudera Hindia. Secara administratif pelabuhan Sendangbiru berada di Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang.

Sesuai dengan namanya, pelabuhan tersebut memang berair membiru dan jernih. Sejauh mata memandang, warna biru itu akan nampak mendominasi perairan tersebut yang kemudian dibatasi oleh hijaunya hutan pulau Sempu yang merimbun di seberangnya. Hijaunya vegetasi penutup perbukitan yang merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Kidul, sebagai pegunungan kapur (karst), melatarbelakang pantai ini.

Pelabuhan Sendangbiru merupakan pelabuhan yang didominir oleh perahu-perahu atau kapal-kapal nelayan. Dengan demikian pelabuhan tersebut bisa dikatakan sebagai pelabuhan perikanan yang bisa juga disebut dengan tempat pendaratan ikan. Inilah satu-satunya pelabuhan yang terkelola di Kabupaten Malang. Selebihnya tersebar secara sporadis di berbagai tempat di wilayah perairan pantai Malang Selatan yang sifatnya hanya sebagai tempat pendaratan ikan dengan jumlah nelayan dan jumlah perahu yang lebih sedikit. Ukuran perahunya pun lebih kecil. Misalnya, tempat pendaratan ikan di pantai Kondangmerak, mBanthol, dan nJonggringsaloka.

Menurut informasi, perahu yang bersandar di pelabuhan tersebut tidak hanya perahu nelayan lokal di Kabupaten Malang, tetapi juga para nelayan lain yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka datang dari Madura dan dari berbagai kota di pantai utara Jawa Tengah. Di pelabuhan Sendangbiru inilah kemudian para nelayan menjual hasil tangkapannya.

Hasil tangkapan tersebut kemudian oleh para pedagang didistribusikan ke beberapa tujuan. Ikan hasil tangkapan nelayan itu ada yang dijual di pasar ikan kompleks pelabuhan tersebut, dijajakan keliling di desa-desa di daerah Malang Selatan, dikirim ke berbagai pasar di Kota Malang, bahkan ada yang diekspor. Kalau informasi dari mediamassa tentang pembangunan industri pengolahan ikan sudah terwujud, sebagian ikan hasil tangkapan nelayan tersebut diolah dahulu dan kemudian baru diekspor.

KALI PENGULURAN

Kali Penguluran merupakan sungai yang di atasnya terbentang satu jembatan di jalan raya Lintas Selatan pulau Jawa, Jembatan Bajulmati namanya. Kali ini merupakan salah satu sungai yang mengalir di daerah bertopografi karst dan memiliki satu anak sungai, yakni kali Bambang. Mengingat berada di daerah karst, maka tentu ada bagian dari sungai ini yang menghilang/masuk ke dalam lapisan batuan/tanah. Lantaran itu, kali Penguluran ini termasuk kategori sungai sink hole.

Gambar yang tertera di atas, merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hilir dari kali Penguluran. Nampak aliran sungai tersebut terbelah menjadi dua lantaran terhalang bukit yang berupa kubah kapur (karst) sebelum bermuara ke samudera Indonesia/Hindia. Pantai Bajulmati nama muara sungai tersebut. Warna air sungai ini hijau kebiruan. Dugaan penulis, air sungai tersebut banyak dipenuhi oleh organisme air semisal ganggang hijau dan/atau lumut. Dan bisa dipastikan air sungainya payau mengingat sudah dekat dengan muara. DAS Penguluran merupakan batas alam antara Kecamatan Gedangan dengan Kecamatan Sumbermanjing, Kabupaten Malang. Banyak para pemancing yang memanfaatkan sungai ini untuk menyalurkan hobi. Hanya sayang, penulis tak sempat menanyakan jenis ikan perolehan mereka.

Keterangan gambar:
Dokumentasi pribadi dengan menggunakan kamera saku “Sony DSC-W150.

JEMBATAN BAJULMATI

Jembatan Bajulmati merupakan salah satu jembatan baru yang dibangun seiring dengan dibukanya proyek jalan baru di selatan pulau Jawa, “Lintas Selatan”.

Sebagai jembatan yang dibangun pada abad ke-21 bisa dibilang relatif sempit, karena jembatan yang diberi pemisah di bagian tengahnya, hanya mampu menampung satu mobil kecil dan satu kendaraan roda dua dalam satu jalurnya. Rasanya kalau ada satu kendaraan roda dua dan satu kendaraan besar yang berdampingan lewat jembatan dalam satu jalur yang sama, sudah sangat beresiko. Padahal jalur ini nantinya digunakan sebagai jalur alternatif/penampung limpahan kendaraan yang semakin padat di jalur yang telah ada sebelumnya, di jalur utara dan tengah pulau Jawa. Semoga ruas jalan di lintas selatan pulau Jawa ini yang belum terselesaikan bisa segera terwujud untuk meningkatkat aksesibilitas masyarakat di selatan pulau Jawa ini.

Keterangan foto:
Foto koleksi pribadi dengan menggunakan kamera merk Sony DSC-W150 pada 26 Maret 2011, sekitar pukul 13.00WIB.

MATERIAL RUNTUHAN KLIF

Inilah batuan kapur berongga hasil abrasi laut terhadap dasar/kaki suatu klif. Dasar klif yang terus menerus digempur oleh swash dan backwash mengakibatkan cekungan atau ceruk dasar klif. Bagian atas cekungan menjadi tidak stabil. Lantaran pengaruh gaya beratnya, bagian atas ceruk di dasar klif tersebut menjadi runtuh. Akibatnya terbentuklah wave cut platform, dasar klif menjadi mundur. Di tempat itulah material runtuhan dasar klif teronggok. Jika material itu memanjang membentuk tanggul, maka tempat tersebut merupakan tempat ideal bagi organisme perairan laut dangkal.

FOSIL KAYU

Batuan sedimen merupakan batuan yang kaya fosil. Fosil yang menjadi bahan posting kali ini adalah fosil kayu. Lebih tepatnya adalah batang atau bahkan mungkin ranting dari suatu pohon. Fosil kayu ini ditemuka dalam lapisan batuan kapur di wilayah Malang Selatan. Penulis tidak tahu pasti jenis pohon atau kayu yang memfosil tersebut. Sekilas fosil tersebut seperti fosil kayu jati yang memang banyak tumbuh di wilayah tersebut. Diameter batangnya 6cm dan panjangnya 20cm. Pada bagian kulitnya nampak telah berubah menjadi krital kapur yang relatif hampir sempurna seperti kalsit. Sedang bagian tengahnya sekilas nampak menghitam. Fosil ini relatif berat.

Dalam sebuah acara televisi, penulis pernah menyaksikan tayangan tentang perburuan fosil kayu. Ada tiga pihak yang terlibat berkaitan dengan fosil yang satu ini. Pihak pertama adalah orang-orang yang berprofesi sebagai sebagai pemburu fosil. Pihak kedua adalah para pengepul yang sekaligus sebagai pedagang fosil. Sedangkan pihak ketiga adalah para pembeli yang sekaligus sebagai kolektor fosil. Hanya biasanya mereka cendurung mencari fosil kayu yang ukurannya relatif besar.

Dalam mencari fosil biasanya para pemburu membentuk kelompok yang satu kelompoknya terdiri dari sekitar 5–10orang anggota. Berbekal pengalaman, mereka akan mencari tempat-tempat yang dicuriagai mengandung fosil. Setelah menemukan tempat yang diduga mengandung fosil yang dimaksud, maka penggalian dimulai. Tidak jarang mereka menemukan fosil pangkal batang suatu pohon beserta akar-akarnya. Jika sudah tergali, mereka akan menaikkan ke atas galian. Kalau keadaan medannya memungkinkan, dalam menaikkan fosil tersebut para pemburu fosil menggunakan derek atau katrol. Tetapi kalau medannya sulit, terpaksa menggunakan tenaga manual. Fosil diangkat beramai-ramai menggunakan tali dan peralatan sederhana. Jika fosil kayu tersebut ukurannya besar dan ditambah bentuknya indah, serta fosilnya relatif utuh, maka fosil tersebut akan laku dengan harga tinggi. Kisaran harganya antara puluhan sampai ratusan juta rupiah. Ada yang berminat?