Sidat Hasil Tangkapan Alam Kini Menurun

Sidat Kita

Sidat Kita
Sudah menjadi rahasia umum, jika suatu barang adalah hasil dari alam dan terus hanya mengandalkan dari alam tanpa ada pengalihan menjadi produk budidaya atau terbarukan pasti akan terjadi penurunan jumlah produksi. Salah satu produk dari alam yang sedang menjadi trend adalah ikan sidat yang akhir-akhir ini banyak diburu untuk dijadikan komoditas perdagangan baik pemain dari dalam maupun luar negeri dan akhirnya terjadi kelangkaan ikan sidat ini dihabitat aslinya.
Seperti laporan dari Dr Hagi Yuli Sugeha, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkannya dalam wawancara usai presentasi hasil penelitian ikan sidat di Widya Graha LIPI, Jakarta, “Belakangan sudah mulai menurun hasil tangkapannya. Ukuran yang ditangkap juga sudah kecil-kecil,” katanya. Menurutnya, penyebabnya adalah pola penangkapan memakai jebakan permanen sehingga tak satu pun ikan sidat yang bisa lolos dari jebakan.

Hagi juga mengungkapkan bahwa banyak nelayan masih menangkap juvenile sidat di muara sungai. “Di Danau Poso juga banyak yang menangkap sidat yang akan bertelur,” kata Hagi. Hal ini adalah salah satu faktor yang membuat populasi ikan sidat bisa menyusut. Menurut Hagi, sebenarnya ukuran konsumsi ikan sidat adalah 50 cm. Namun, ikan sidat dewasa biasanya sulit ditangkap. Hal ini mendorong masyarakat untuk tetap menangkap juvenile. Sementara, penangkapan ikan yang akan bertelur tetap dilakukan sebab telurnya pun bisa dimanfaatkan.

“Bagian tubuh ikan sidat itu semuanya bisa dimanfaatkan. Telurnya bisa untuk bikin caviar, lalu juvenile-nya bisa untuk sashimi, dewasanya untuk sushi dan tulangnya juga bisa dibuat keripik di Jepang,” ungkap Hagi. Menurutnya, sebenarnya sudah ada peraturan pemerintah pada tahun 2009 yang melarang ekspor sidat, terutama juvenile. Tapi, kenyataannya hal itu masih berlanjut. “Ini DKP dan pemerintah daerah juga harus bekerjasama mengawasi di lapangan,” saran Hagi.

Pada masyarakat, ia menganjurkan untuk menangkap berdasarkan musim serta perbaikan alat penangkapan. “Sebenarnya bisa menggunakan seser, itu semacam sekop. Kalau dengan trap seperti sekarang kan tidak ada yang bisa lolos. Apalagi trap-nya permanen,” jelasnya. Ia mengakui, memang sulit melakukan pengaturan sebab masyarakat pun mencari penghasilan. Namun, ke depan ia berupaya untuk mengembangkan artificial reproduction. “Tapi untuk ini kita masih perlu paham dulu tentang sidat tropis ini. Jadi masih perlu penelitian,” urainya.

Ikan sidat adalah jenis ikan yang hidup di air tawar dan air laut. Ikan sidat biasa bereproduksi di laut sementara anakannya akan tumbuh di air tawar. Ikan ini merupakan salah satu komoditi penting sebab bisa diekspor dengan harga Rp 250 ribu per kilogram. Biasanya, jenis ikan ini diekspor ke China dan Jepang. (sumber : kompas.com)

By. Sidat Kita

Prinsip Dasar Budidaya Sidat

Sidat Kita

Sidat Kita
Kehidupan sidat sungguh unik dan menggelitik karena kita bekerja walaupun tidak secara langsung akan menempuh tiga tahap sekaligus yang tentunya mau tidak mau harus belajar dulu, Memang bergelut dgn makhluk hidup itu sedikit aneh .. kita dipaksa menjadi multiuser, multitasking multi-multi  lainnya. 
A. Terutama darimana, bagaimana dan jaminan ketersediaan  kita mendapatkan benih, bibit, stadia muda. (Baik alami maupun buatan).
B. Proses pembesaran dari stadia muda dewasa menuju konsumsi ( SDM, jenis Pakan, Perawatan , sarana dst dst).
C. Pemasaran (Pembayaran, pengepakan, pengiriman dst dst)
Sekedar gambaran saja benih/bibit Sidat menurut dunia persilatan masih melimpah ruah, sekarang bagaimana kita bisa memberikan pencerahan para nelayan untuk mempertahankan kehidupan JungeSidat/Glasseels, elver,fingerling dari lokasi penangkapan ->tempat pengumpulan ( sebelum diambil pembeli/bukan eksportir glasseels).
Benih/bibit Kepiting bakau sdh sangat memprihatikan; sampai thn 80 an Indonesia msh berada dalam 10 besar  exportir kepitng. Sekarang ?????  boro2 50 besar, karena populasi kepiting bakau kita sdh memprihatinkan.  Selayang pandang menurunnya populasi karena rusaknya hutan bakau (krn tambak udang), diburunya kepiting telur, yang paling parah daging benih kepiting (30-60gr) dimanfaatkan sebagai  bahan campuran daging rajungan untuk memenuhi permintaan pembeli. 
Balai yg di Krawang atau balai1 lainnya mulai dengan mengembangkan pembenihan buatan utk Kepiting bakau. Menggalang penanaman hutan mangrove. Terus terang saja dibandingkan sidat jauh lebih menguntungkan “maaf saya tidak ingin jadi provokator, hanya koq sayang tambak2 sepanjang pantura tidur lelap setelah rusaknya udang”. Utk kebutuhan Jakarta produksi2 soka yg ada saja tidak bisa terpenuhi, masa panen yg jauh lebih singkat, tahan penyakit dst dst. 
Ini hanya untuk gambaran saja, bila keberatan dengan postingan dan pendapat ini silakan coment dibawah in, terima kasih dan semoga bermanfaat.
By. Sidat Kita